Penyelundupan Lewat NTB Didominasi Benih Lobster

Selama setahun saja pada 2016, hampir 141 ribu ekor benih lobster diselundupkan di wilayah hukum NTB.  Jika melihat dari jumlah atau unitnya, maka didominasi lobster. Terdiri dari sedikitnya 20 peristiwa melibatkan lebih dari 30 pelaku.

Dari data Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) II Mataram dan instansi lainnya, ada juga kasus lain yakni pada 28 Maret diselundupkan 20 ekor anemone senilai Rp2 juta tujuan Denpasar dari Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa Besar,  tindaklanjutnya penahanan dan pelepasliaran. Pada hari yang sama ada penyelundupan 125 kg daging penyu dan dua boks soft coral, senilai Rp15 juta melalui pelabuhan sama tujuan kota Denpasar, pemilik dan pelaku tak diketahui. Tindakan penahanan dan pemusnahan.

“Secara umum wilayah NTB pemasok dan jalur perdagangan hewan itu,” kata Rosihan Anwar, Kepala Sub Bagian Tata Usaha BKIPM II Mataram yang memberikan informasi rekap kasus ini. Tujuan akhirnya adalah kota-kota besar seperti di Bali dan Jawa yang lebih terakses jalur transportasi udara. Pasokan satwa bernilai ekonomis tinggi lainnya dari NTB menurutnya udang vaname, kerapu, dan ikan hias.

 

 

Larangan memperdagangkan benih lobster diatur Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 56/Permen-Kp/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.). Peraturan ini dibuat oleh Menteri Susi Pudjiastuti dengan tujuan pelestarian tiga komoditas laut yang bisa lebih mahal jika diekspor jika sudah besar dan ditangkap liar.

Pasal 2 menyebutkan penangkapan dan/atau pengeluaran lobster (Panulirus spp.), dengan Harmonized System Code 0306.21.10.00 atau 0306.21.20.00, dari wilayah Negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan: a. tidak dalam kondisi bertelur; dan b. ukuran panjang karapas diatas 8 (delapan) cm atau berat diatas 200 (dua ratus) gram per ekor.

Pada tahun 2017, selain benih lobster juga makin banyak penyelundupan koral. Terakhir, Rosihan membuat laporan terkait penyelundupan sekitar 750 potongan koral di Pelabuhan Poto Tano.

Peristiwa ini digagalkan petugas BKIPM II Mataram-Wilker Poto Tano bersama instansi terkait. Penggagalan ini bermula pada hari jumat (14/4/2017) sekitar pukul 02.00 Wita, sopir truck Duta Ekspres berinisial MY. Ia melapor ke petugas karantina ikan untuk diperiksa dan disertifikasi karantina dengan pengakuan berisi ikan ekor kuning, namun setelah diperiksa oleh petugas ternyata berisi koral sebanyak 10 boks dan diperkirakan seluruhnya berjumlah 750 pcs.

Untuk menjaga agar koral-koral tersebut tetap hidup, Kepala Balai KIPM Kelas II Mataram berkoordinasi dengan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Wilker NTB, untuk menentukan lokasi pelepasliaran  yang sesuai habitatnya.

Kepala BKIPM Kelas II Mataram, Muhlin menyebut pengawasan perdagangan sumberdaya kelautan dan perikanan perlu kerjasama banyak pihak. “Kami di hilir (bandara dan pelabuhan), instansi atau unit lain yang ada di hulu terus meningkatkan pengawasan, pengendalian dan sosialisasi,“ katanya. Perdagangan ilegal ini melanggar UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No.16/1992 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan dengan ancaman hukuman maksimum 3 tahun penjara dan denda Rp150 Juta.

Koral-koral ini dilepasliarkan pada 14 April di perairan sekitar Pulau Kenawa, Desa Poto Tano, Kecamatan Potota, Kab Sumbawa Barat. Setelah diidentifikasi diketahui koral tersebut dari jenis acropora, ada yang berwarna hijau, coklat, dan abu-abu.

 

Pelepasliaran 750 potong koral selundupan di Sumbawa Besar oleh pihak terkait. Foto : Rosihan Anwar / BKIPM II Mataram

 

Secara rinci berikut kasus serta tindak lanjut penyelundupan benih lobster oleh BKIPM Kelas II Mataram bekerjasama dengan Ditreskrimsus Polda NTB pada 2016.

Pada 2 Februari, 32.561 ekor, pelakunya Budi Krisna, penjara 1,2 tahun denda Rp20 juta subsider 2 bulan kurungan. 28 April, 43.500 ekor, Buntaran dan Lalu Husnul Yakin, penjara 10 bulan percobaan 1 tahun, denda Rp5 juta subsider 3 bulan kurungan.

Kemudian 31 Mei, 7000 ekor, Lalu Damarwulan, penjara 1,6 tahun denda Rp3 juta subsider 3 bulan kurungan. Pada 13 Juli, 6250 ekor, Agus Saputra, penjara 2 tahun denda Rp5 juta subsider 3 bulan kurungan. Berikutnya 14 Oktober, 8995 ekor, Haerudin, penjara 6 bulan denda Rp2 juta subsider 3 bulan kurungan dan 19 Oktober, 24.500, dengan 7 tersangka, sedang proses pengadilan negeri NTB.

Ada juga catatan penyelundupan benih lobster oleh instansi lain pada 2016. Pada kasus tersebut pegawai BKIPM Mataram sebagai saksi ahli pada proses persidangan. Detailnya berikut.

Pada 6 Agustus, 300 ekor, pelaku Nursahi, denda Rp6 juta subsider 3 bulan kurungan. Lalu 23 Agustus, 1500 ekor, Satria, penjara 5 bulan denda Rp1juta subsider 1 bulan kurungan.

Selanjutnya 20 September, 3400 ekor, Sumardi, penjara 5 bulan denda Rp1 juta subsider 1 bulan kurungan. Keesokan hari 21 September, 109 ekor, 4 orang pelaku, penjara 4 bulan denda Rp2,5 juta subsider 2 bulan kurungan.

Lalu 24 September, 241 ekor, Abdurahman, penjara 10 bulan denda Rp2 juta subsider 1 bulan kurungan. Berikutnya 30 September, 1850 ekor, Rusman, status di Kejaksaan P21. Artinya menunggu proses persidangan.

Kemudian 24 Oktober, 2119 ekor, dua tersangka, David Tan penjara 4 tahun denda Rp1 milyar subsider 6 bulan kurungan. Vita penjara 2 tahun denda Rp1 milyar subsider 6 bulan.

Pada 25 Oktober ada 2 peristiwa. Yakni penyelundupan 1315 ekor, Hadi, penjara 5 bulan, denda 2 juta subsider 2 bulan kurungan. Ada juga Mahsun, 2000 ekor, penjara 5 bulan denda 2 juta subsider 2 bulan kurungan

Pada 26 Oktober, 1700 ekor, Heru Supendra, penjara 7 bulan denda 5 juta subsider 1 bulan kurungan. Lalu 2 Nopember, 500 ekor, Sutarman dan Andi, penjara 6 bulan denda 2 juta subsider 1 bulan kurungan. Kemudian 1 Desember, 1152 ekor, Yain/Amaq Eko, P21 dan 4 Desember, 300 ekor, Nunawan, P21.

 

Benih lobster mutiara ini diperkirakan nilainya Rp130 ribu per ekor dan dijual ke Vietnam. Benih tersebut berhasil digagalkan dari penyelundupan lewat Bandara Ngurah Rai Bali. Foto: Luh De Suriyani

 

Sementara di Bali, sejumlah bibit lobster juga diselundupkan tujuan ke luar negeri untuk dibesarkan, kemudian diekspor ke negara konsumen. Harga jual lebih tinggi jika dijual ke luar negeri.

Benih-benih ini bisanya dibesarkan dulu di Asia sebelum dijual ke negara-negara pasar seperti Amerika Serikat. Di sejumlah website penjual lobster terlihat harga lobster mutiara paling mahal sekitar Rp900 ribu untuk ukuran di atas setengah kilogram saja. Lobster lain seperti pasir, batik, bambu, dan batu sekitar Rp300-400 ribu.

Dikutip dari Kumparan.com, Vietnam menjadi negara penadah terbesar benih atau baby lobster (juvenil) yang diselundupkan dari Indonesia. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPMKHP) Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat 90 persen penyelundupan benih lobster asal Indonesia dikirim ke Vietnam dan sisanya ke Singapura. “Selama ini kita hanya pernah membandingkan dengan Vietnam. Pada tahun 2014 Indonesia ekspor 45 ribu ton, Vietnam cuma 3 ribu ton. Di tahun 2015, Vietnam 30 ribu ton, kita hanya 3 ribu ton,” kata Kepala BKIPMKHP Rina.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,