Foto: Kopi Arabika, Mutiara dari Tanah Gayo yang Mendunia

 

 

Dataran Tinggi Gayo yang terletak di Provinsi Aceh merupakan daerah perbukitan dan lembah. Wilayah yang berada di atas 1.250 meter diatas permukaan laut (m dpl) ini memiliki mutiara mendunia, yang selalu dicari banyak orang.

Mutiara tersebut bernama Kopi Arabika, yang telah menghidupi sebagian besar masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Mulai dari petani, pekerja, pengumpul, hingga karyawan perusahaan kopi, menggantungkan hidup dari biji yang telah ratusan tahun dikembangkan di Gayo ini.

Kopi Arabika Gayo semakin diburu pengusaha berbagai negara karena menyediakan semua cita rasa kopi arabica dunia. Kopi jenis ini yang tumbuh di Amerika tengah (Meksiko, Guatemala, Costa Rica, Dominica, Jamaica) dengan cita rasa kacang (nutty) sedikit getir (dirty/herby) dan sedikit berasa tanah (like Earty) dapat dijumpai di sebagian wilayah dataran tinggi Gayo.

Tidak hanya itu, cita rasa kopi arabika yang tumbuh di Amerika selatan (Kolombia dan Brasil), kopi afrika (Kenya, Ethiopia, Yaman, dan Tanzania), kopi arabika yang tumbuh di samudra pasifik bagian selatan dan India dan kopi yang tumbuh di Indonesia, juga ditemukan di dataran tinggi Gayo.

 

Warga memetik kopi yang telah matang di pohon. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Kulit kopi dikupas menggunakan alat. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Biji kopi arabika dijemur hingga kering. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Karena cita rasanya yang sangat istimewa, kopi arabika organik kualitas terbaik dunia ini, mulai di ekspor ke berbagai negara seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Kanada dan berbagai negara lain. “Namun, tidak ada pengusaha atau pabrik kopi besar di Indonesia yang membeli Kopi Gayo. Hanya beberapa restoran yang memesan kopi dari tempat kami,” sebut Takim, salah seorang pengusaha kopi di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, pekan ini.

Lain halnya pengakuan salah seorang pekerja pabrik kopi di Kabupaten Aceh Tengah, Suhendra. Menurutnya, pengusaha kopi dari di Indonesia lebih memilih membeli kopi busuk yang tidak dijual oleh pengusaha kopi asal Gayo keluar negeri.

“Saya juga kadang-kadang bingung, pengusaha luar negeri minta dikirimkan kopi terbaik. Sementara pengusaha kita sendiri malah minta kopi busuk yang kemudian dijual kembali,” ujar Suhendra.

 

Para pekerja tampak sibuk memisahkan biji kopi arabika di pabrik di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Kopi Arabika Gayo dirosting. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Kopi Arabika yang telah diroasting, di pabrik kopi di Takengon, Aceh Tengah, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Tapi sebaliknya dengan perkembangan di Aceh saat ini, ribuan warung kopi bersaing untuk menarik pengunjung. Mereka menyajikan kopi dengan kualitas terbaik meski harganya lebih mahal. “Kopi Arabica Gayo misalnya, meski dijual satu gelas seharga Rp10.000, namun penikmat kopi ini semakin banyak di Aceh. Penikmat kopi sudah memilih cita rasa ketimbang harga,” tambah Suhendra.

Kopi Arabika terbaik ini, sangat bergantung pada hutan yang alami. Jika iklim semakin panas karena kerusakan hutan, diyakini kualitas kopi akan menurun. Bahkan, diperkirakan tanaman kopi akan mati karena suhu cuaca yang tinggi.

 

Kopi Arabika Gayo dalam cita rasa berbeda. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Gayo Cupper Team menguji berbagai jenis Kopi Arabika Gayo sebelum diekspor. Kopi Gayo memang terkenal di luar negeri. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Seorang wisatawan asing terlihat menikmati kop. Foto: Junadi Hanafiah

 

Untuk menghindari pengrusakan hutan yang berpengaruh pada pertumbuhan batang kopi, beberapa pengusaha kopi telah melarang petani membuka hutan untuk kebun kopi. Bahkan, ada pengusaha kopi yang telah mengumumkan tidak akan membeli kopi yang ditanam di dalam hutan lindung.

“Kami telah memutuskan, tidak akan membeli kopi yang ditanam di hutan lindung. Selain menjaga kualitas Kopi Arabica Gayo agar tetap baik, aturan ini juga menjaga hutan tidak bertambah rusak,” sebut Owner Leuser Coffee, Danurfan.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,