Bagaimanakah Pencapaian Asuransi Nelayan di Bali?

Dengan wajah tersenyum, I Nyoman Rinda menyampaikan kegembiraannya terhadap program asuransi bagi nelayan. “Kami sangat mendukung. Itu bagus untuk nelayan kecil seperti kami,” kata Rinda dengan antusias di Klungkung pada Senin (1/5) lalu.

Rinda, seperti warga lain di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Bali adalah nelayan kecil. Mereka mencari ikan dengan perahu bermesin tempel 15 PK hingga 18 PK menggunakan alat pancing atau jaring. Dalam sehari, dia bisa melaut dua kali, berangkat pagi dini hari atau sore. Namun, dia lebih sering hanya sekali melaut.

Hasil utama mereka ikan tongkol. Jumlahnya tidak menentu. “Tergantung musim,” ujar bapak lima anak ini. Kadang dia bisa dapat ikan ratusan kilogram, namun kadang tidak dapat ikan sama sekali. Hasilnya diambil pedagang ikan yang menjualnya ke pasar atau di pusat pemindangan.

Bekerja di laut, bagi nelayan seperti Rinda, menjadi pertaruhan tiap hari. Selat Badung, di antara Pulau Bali dan deretan tiga pulau di Nusa Penida, memang tak terlalu berbahaya baginya. Namun, menurut Rinda, risiko kecelakaan selalu ada. “Namanya juga kerja di laut, Pak,” tambahnya.

Karena itulah, Rinda senang dengan adanya program asuransi bagi nelayan.

 

 

Dia sendiri baru ikut Asuransi Nelayan sekitar bulan lalu. Anggota Kelompok Nelayan Putra Taman Banjar Bingin ini mendaftar melalui ketua kelompoknya. Dia mengaku tidak tahu bagaimana proses administrasinya. “Saya tahunya pas kartu sudah jadi,” kata Rinda.

I Ketut Darma, nelayan lain menyatakan, meskipun belum pernah menggunakan Asuransi Nelayan, mereka mengaku tetap senang karena merasa lebih aman saat melaut. “Saya akui kebijakan Bu Susi (Pudjiastuti) ini memang bagus. Meskipun penampilan orangnya awut-awutan begitu tapi kerjanya bener,” katanya lalu tertawa.

 

Melebihi Target?

Menurut Darma, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bekerja dengan baik karena tegas melawan kapal-kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia. Susi juga peduli nelayan kecil seperti mereka, termasuk dengan kebijakan Kartu Nelayan dan Asuransi Nelayan.

Darma menambahkan hampir semua nelayan di Kusamba saat ini sudah punya kartu Asuransi Nelayan. Sebelumnya, sejak 2012, mereka juga sudah punya Kartu Nelayan. Manfaat Kartu Nelayan antara lain bisa mendapatkan harga khusus saat membeli bahan bakar minyak (BBM) untuk keperluan perahu mereka.

Kusamba merupakan desa pusat nelayan berjarak sekitar 30 km dari Denpasar ke arah timur. Desa ini memiliki pantai berpasir hitam di bagian selatan menghadap Pulau Nusa Penida. Dia terkenal tak hanya sebagai desa nelayan selain Kedonganan di Kabupaten Badung dan Pengambengan di Kabupaten Jembrana, tapi juga lokasi pemindangan ikan.

Saat ini terdapat 12 kelompok nelayan di Kusamba. Tiap kelompok punya anggota rata-rata 30 nelayan. Dari Kusamba, mereka menjual ikan ke daerah lain, seperti Denpasar dan Karangasem.

 

Nelayan di Kusamba, Klungkung, Bali mengatur jerigen BBM mereka. Nelayan mengaku mendapatkan kemudahan dengan Kartu Nelayan termasuk untuk membeli bahan bakar. Foto : Anton Muhajir

 

Selain di Kusamba, nelayan lain di Bali juga sudah mengikuti Asuransi Nelayan. Di Kabupaten Badung, sebagai contoh, ada 512 nelayan yang sudah mendapatkan kartu asuransi tersebut. “Kami sudah melebihi target kami,” kata Ni Made Rastini, Koordinator Penyuluh Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Badung.

Menurut Rastini, dalam program Asuransi Nelayan Badung mendapatkan kuota dari KKP untuk sekitar 1.000 nelayan. Namun, mereka hanya berani menargetkan 500 nelayan di kabupaten terkaya di Bali itu. “Nelayan tertarik ikut karena mereka sadar pentingnya asuransi ini. Mereka mendapatkan manfaat untuk pribadi dan keluarga,” ujar Rastini.

 

Ganti Rugi

Asuransi Nelayan sendiri memberikan dua jenis ganti rugi yaitu untuk kegiatan saat menangkap ikan dan di luar kegiatan menangkap ikan. Jumlahnya mencapai Rp200 juta untuk kematian jika sedang melaut atau Rp160 juta ketika tidak melaut. Adapun ganti rugi untuk cacat tetap besarnya hingga Rp100 juta dan untuk biaya pengobatan maksimal Rp20 juta, baik saat kerja maupun di luar kerja.

Nelayan di Kabupaten Badung yang sudah mendapatkan asuransi tersebar di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta, dan Kuta Utara. Tiga wilayah ini memang memiliki wilayah perairan.

Namun, meskipun penerima Asuransi Nelayan di Kabupaten Badung sudah melebihi target kabupaten, jumlah itu masih relatif kecil dibandingkan penerima di seluruh Provinsi Bali. Dari seluruh wilayah di Bali, Klungkung dan Badung termasuk kabupaten dengan jumlah penerima asuransi sedikit.

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, hingga Desember 2016, ada 9.896 nelayan di Bali yang menerima kartu asuransi. Jembrana merupakan wilayah terbanyak dengan 3.500 nelayan penerima kartu disusul Buleleng (2.813), Karangasem (1.869), Badung (512), Tabanan (427), Gianyar (408), dan Kota Denpasar (367). Bangli satu-satunya kabupaten yang tidak mendapatkan karena memang tidak punya laut.

Jumlah tersebut masih di bawah target pemerintah. “Target kami sebenarnya lebih dari 13.000 nelayan Bali yang bisa ikut asuransi nelayan,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali I Made Gunaja.

Besarnya target itu sendiri, menurut Gunaja, masih di bawah 50 persen dari jumlah total nelayan di Bali yang mencapai sekitar 36.000, belum termasuk nelayan di perairan tawar atau danau. Bali sendiri mendapatkan kuota penerima asuransi nelayan sebanyak 25.000 namun Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali hanya menargetkan 13.000.

 

Sebagian nelayan di Bali tidak bisa mendapatkan Asuransi Nelayan karena tidak punya Kartu Nelayan. Foto : Anton Muhajir

 

Sejumlah Masalah

Menurut Gunaja, pencapaian yang masih di bawah target karena beberapa masalah. Misalnya banyak nelayan yang tidak punya kartu nelayan. Padahal, kartu itu menjadi salah satu syarat wajib bagi nelayan yang ingin mendapat asuransi.

Sebenarnya, mereka juga masih bisa mendapatkan Asuransi Nelayan jika punya KTP dengan pekerjaan sebagai nelayan. “Tapi, meskipun pekerjaannya nelayan, mereka juga banyak yang tidak menuliskan pekerjaannya sebagai nelayan. Jadi tidak bisa dapat kartu asuransi,” kata Gunaja.

Ni Made Rastini menyampaikan alasan lain kenapa masih ada nelayan yang belum bersedia ikut Asuransi Nelayan. “Kadang-kadang karena pemahaman nelayan sendiri. Mereka tidak mau ikut asuransi karena merasa nyaman-nyaman saja saat bekerja,” kata Rastini.

Penyebab lainnya, menurut beberapa nelayan yang tidak ikut, adalah karena mereka tak punya KTP Bali meskipun mereka bekerja di Bali. Munari dan Sugianto bisa menjadi contoh. Meskipun bekerja di Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung, namun dua warga Banyuwangi itu tak punya KTP Bali.

Akibatnya, mereka tak bisa mendaftar untuk mendapatkan kartu asuransi nelayan di Bali. “Bos saya yang ikut. Kalau saya, nanti kalau sudah punya uang saja,” kata Sugianto alias Gondrong, nelayan dari Rogojampi yang bekerja di Kedonganan.

 

Nelayan di Kusamba membawa ikan hasil memancing di Selat Badung, Bali. Foto : Anton Muhajir

 

Kedonganan sendiri merupakan pasar ikan terbesar di Bali selatan. Di kawasan ini ada sekitar 800 nelayan dengan 250 unit kapal penangkap ikan. Selain pasar ikan juga ada Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Kedonganan. Nelayan di Kedonganan tak hanya dari Bali tapi juga daerah lain seperti Banyuwangi dan Madura.

Nelayan dari luar Bali itu ada yang hanya datang pada musim ikan tapi ada juga yang memang menetap di Kedonganan. Dengan pola kerja tidak menetap itulah, menurut Gondrong, nelayan seperti dia kesulitan mengikuti program asuransi nelayan. “Susah kalau mau ngurus,” katanya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,