Kena Sanksi Administrasi, Seluruh Operasi PT MPK di Sungai Puteri Harus Setop

Lansekap Sungai Puteri, Kecamatan Matan Hilir Utara, Ketapang, Kalimantan Barat terancam hancur. Perusahaan yang bercokol, terus membuka hutan gambut yang merupakan habitat orangutan Kalimantan ini, seperti dilakukan PT Mohairson Pawan Khatulistiwa (MPK).

Pada Maret 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Planologi dan Tata Lingkungan bersama dengan Direktorat Penegakan Hukum turun ke lapangan. Disana, tim KLHK menemukan pelanggaran pembukaan kanal sepanjang 8,1 kilometer pada ekosistem gambut.

Setelah turun lapangan,  KLHK mengenakan sanksi administrasi paksaan pemerintah antara lain memerintahkan penghentian seluruh operasi perusahaan tertanggal 21 April 2017.  Pada Selasa, 9 Mei 2017, KLHK menyerahkan surat keputusan sanksi administrasi kepada MPK.

”Kami telah memberikan sanksi administrasi paksaan pemerintah untuk langkah awal kepada MPK,” kata Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK kepada Mongabay, melalui pesan singkat.

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Pengaduan Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi, Direktorat Gakum KLHK menyebutkan, sanksi paksaan pemerintah ini untuk penyelamatan lingkungan hidup.

”Kita ga mau kalau lingkungan rusak, maka segera kita lakukan. Kalau melalui gugatan pidana dan perdata, akan jadi celah perusahaan jalan terus sampai inkraht,” katanya.

Dalam surat itu, tertulis ada empat butir pemulihan lingkungan harus dengan segera dijalankan MPK yang harus perusahaan tuangkan dalam laporan pada KLHK.

Poin-poin sanksi itu, kata Vivien, pertama, perusahaan harus menghentian operasional keseluruhan pada lokasi pemanfaatan gambut sesuai peraturan UU berlaku, paling lama satu hari kalender dari surat ini diterima. Kedua, KLHK pun memerintahkan penimbunan atau penutupan kanal yang telah dibuka paling lama 20 hari kalender. Ketiga, MPK perlu memberikan status perizinan seluruh kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam atas areal hutan produksi sekitar 48.440 hektar di Kalbar.

”Itu perlu dilaporkan sekitar tujuh hari kalender.” Laporan perlu disertakan penjelasan upaya dalam pemanfaatan dan perlindungan serta pengamanan hutan perusahaan.

Selanjutnya, atas laporan MPK akan ditindaklanjuti melalui pengawasan lapangan oleh tim pengawas Gakum KLHK.

KLHK, katanya sebatas memberi sanksi administrasi dulu, belum melangkah ke gugatan pidana atau perdata. ”Kami masih meminta memperbaiki ini dahulu, penyelamatan lingkungan penting, (ajukan gugatan pidana atau perdata) masih tidak tahu. Bukan berarti tak mungkin, sementara ini belum,” katanya.

Vivien menegaskan, kala MPK pada waktu jatuh tempo belum melakukan apa-apa akan ada sanksi administrasi lebih berat, baik pembekuan maupun pencabutan izin, tanpa melalui mekanisme teguran.

”Tapi kalau kita melihat ada willingness, misal, mereka telah melakukan tapi waktu kurang, bisa saja diperpanjang, keputusan akan diambil berdasarkan laporan dari perusahaan nanti.”

Sebelum itu, Greenpeace Indonesia bersama Wetlands Internasional dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (Yiari) melaporkan penghancuran hutan gambut di lansekap ini oleh MPK kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum), KLHK pada 2 Maret 2017.

Laporan melampirkan bukti pelanggaran terhadap Surat Edaran Menteri KLHK (soal perubahan atas PP No 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut) yang dilakukan MPK.

Mereka menyerahkan hasil citra satelit overlay dengan peta indikatif restorasi ekosistem gambut Badan Restorasi Ekosistem (BRG). Foto-foto pembukaan kanal lebar 16 meter  dalam empat meter sepanjang lebih enam pada Januari 2017, mereka sertakan kepada KLHK.

 

Global Forest Watch memperlihatkan konsesi PT Mohairson Pawan Khatulistiwa di Sungai Putri, Ketapang. Sumber: World Resources Institute

 

Ratri Kusumohartono, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia menyayangkan, KLHK hanya memberikan sanksi administrasi paksaan pemerintah terhadap MPK.

”Kami menuntut itu tak hanya pemberhentian pembangunan kanal, juga izin operasi perusahaan di wilayah itu,” katanya kepada Mongabay.

Dia bilang, lansekap MPK memiliki peranan penting dalam ekosistem dan bersifat sangat krisis. Seharusnya, pemerintah mengimplementasi komitmen penyelamatan lahan gambut sesuai terangkum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57/2016.

”Perlindungan gambut dalam PP 57 merupakan inisitif cukup baik, pemerintah seharusnya bisa menjalankannya,” katanya.

Greenpeace belum memperbaharui kondisi lapangan di konsesi MPK. Komunikasi dengan KLHK pun tersendat setelah memberikan laporan soal Sungai Puteri ini.

 

Surat Gubernur Kalbar janggal?

Selang sebulan setelah tim KLHK turun ke konsesi MPK, akhir 25 April 2017, Gubernur Kalbar Cornelis,  berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo, meminta delapan perusahaan HTI yang beroperasi di gambut Kalbar bisa terus jalan sampai izin habis alias tak perlu mengikuti aturan gambut dari pemerintah, dengan argumen, izin keluar dulu sebelum aturan ada.

Ratri nilai surat Cornelis ini janggal. Dalam surat itu, Cornelis menyebutkan beragam kebijakan terkait gambut yang telah keluar dari pemerintah pusat dari revisi aturan pemulihan gambut No. 71/2014 sampai surat edara Menteri LHK soal itu.

Ujung-ujungnya, ternyata mau minta delapan perusahaan HTI yang beroperasi di lahan gambut yang masuk fungsi lindung tetap jalan sampai izin berakhir dengan memakai alasan demi investasi.

Dalam surat yang tak menyebutkan perusahaan-perusahaan mana saja itu, Cornelis, sebutkan perkiraan nilai ekonomi (pendapatan) negara sampai kemungkinan pemutusan hubungan kerja kalau perusahaan harus setop operasi.

”Sangat disayangkan ada surat seperti itu, seperti antara komunikasi pusat dan daerah kurang jelas dan baik. Kenapa baru sekarang bertanya yang seharusnya sudah mengimplementasikan, padahal PP sudah dari tahun lalu?” katanya.

Greenpeace menduga kuat MPK salah satu perusahaan yang disebutkan dalam surat itu. ”Memang (surat) tak menyebutkan nama perusahaan, tapi contoh izin itu milik MPK. Sebenarnya banyak juga di Kalbar.”

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , ,