Melestarikan Hutan Jerumbun, Menjaga Satwa Tanjung Puting Jangan Sampai Punah

Batang-batang pohon muda tampak hijau. Berbagai macam jenisnya, termasuk cempedak, nangka, rambutan dan pohon buah hutan bernama sundi. Tidak asal tanam, tujuan reforestasi lahan ini agar area hutan yang dulu terbakar dan hancur dapat kembali hijau. Dengan menanam jenis pohon keras buah-buahan, pun akan membuat satwa hutan tidak mengganggu kebun-kebun milik warga.

Lokasi tersebut berada di Jerumbun, area penyangga Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), yang terletak di Desa Sungai Sekonyer, Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat. Didorong kepedulian menyelamatkan area hutan, kelompok bernama Friends of National Park Foundation (FNPF) sejak 2008 mulai melakukan penanaman di area ini.

Wilayah Jerumbun penting untuk dikonservasi karena orangutan, owa, kelasi, berbagai jenis burung dan satwa liar masih dapat dijumpai di lokasi ini. Di sebelah area ini terdapat Sungai Sekonyer yang berbatasan dengan TNTP.

Baca juga: Di Jerumbun, Para Santri ini Turut Tanam Pohon dan Belajar Konservasi

“Idenya bermula karena maraknya perluasan kebun-kebun sawit di Jerumbun. Kebetulan ada masyarakat Kumai yang jual lahan. Kami beli seluas 13 hektar,” Basuki Budi Santoso, Manajer FNPF Kalimantan menjelaskan kepada Mongabay Indonesia, akhir Mei lalu.

“Tujuan kami tanami pepohonan buah, agar masyarakat dan satwa tak kekurangan makan. Kalau rambutan berbuah bareng, tidak akan habis buahnya. Sehingga gak mungkin ada kompetisi antara satwa dan manusia.”

Bermula dari 13 hektar, sejalan dengan waktu FNPF membeli lagi lahan 13 hektar dari masyarakat, kemudian bertambah 14 hektar lagi pada tahun 2010.

“Tahun ini kami beli lagi hutan sepuluh hektar yang masih bagus yang diapit kebun sawit dan pertambangan,” jelas Basuki. Ia masih ingat di tahun 2004, saat pertama kali menjejakkan kaki di Jerumbun, wilayah ini masih tutupan hutan lebat.

Menurut Basuki sejak 2008, sudah banyak kemajuan yang didapat, pohon-pohon sudah tumbuh tinggi tiga hingga empat meter. Namun sayangnya kebakaran hutan 2015 di kawasan TNTP dan sekitarnya, yang totalnya mencapai 121 ribu hektar, membuat kawasan ini hangus.

Tim FNPF pun memulai kembali dari awal.

Di Jerumbun ada sekitar 14 hektar hutan yang terbakar. Tahun lalu, pihak FNPF sudah melakukan penanaman pohon rambutan dalam hamparan 10 hektar sebanyak 5 ribu batang dan dikombinasikan dengan pohon hutan lainnya. Tahun ini ditargetkan tiga hektar untuk kembali ditanami dengan seribuan bibit berbagai jenis pepohonan.

 

Seorang siswa memperhatikan miniatur satwa dan berbagai jenis tumbuhan yang ada di TNTP Pos Tanjung Harapan. Foto: Indra Nugraha

 

Destinasi Ekowisata dan Edukasi

Apa yang dikerjakan oleh tim FNPF tidak setengah-setengah. Mereka pun mencanangkan Jemburun untuk menjadi destinasi ekowisata dan edukasi lingkungan untuk siswa sekolah. Di lokasi ini, tersedia tempat pembibitan, pusat informasi, toilet dan lainnya.

Setiap pengunjung yang berkunjung ke Jerumbun akan mereka ajak untuk menanam pohon. Wisatawan bisa menginap di kawasan ini. Beberapa bangunan yang digunakan untuk penginapan sudah tersedia.

Selain ajakan menanam, wisatawan yang datang juga bisa melakukan treking jelajah hutan, melihat keanekaragaman hayati wilayah itu, sekaligus juga belajar mengenai konsep restorasi hutan.

Staf FNPF yang ditempatkan di Jerumbun ada dua orang. Mereka secara rutin melakukan penanaman dan merawat pohon-pohon yang ditanam. Sesekali relawan dari berbagai negara juga datang membantu menyukseskan program restorasi ini.

Tidak saja menanam pepohonan, tim FNPF pun menyediakan pertanian organik seperti sayuran, juga membangun peternakan ayam dan sapi. Kotorannya mereka gunakan untuk membuat pupuk kompos guna mendukung pertanian organik yang dikembangkan.

Selain di Jerumbun, FNPF juga sudah melakukan kegiatan reforestasi di beberapa wilayah lain di sekitar kawasan TNTP dan Suaka Margasatwa Lamandau.

Contoh terbaik yang bisa dilihat adalah Pesalat. Dulunya, area seluas 54 hektar tersebut merupakan lahan tandus yang didominasi ilalang. FNPF melakukan penanaman di wilayah Pesalat sejak tahun 2003. Sekarang pepohonan di kawasan Pesalat tumbuh tinggi menjulang dengan ketinggian di atas 10 meter dan sudah banyak berbuah.

Sarang orangutan di kawasan Pesalat juga banyak ditemukan. Ia kini menjadi hutan sekunder yang terjaga. Satu orang staf FNPF setia berjaga di kawasan tersebut sembari terus melakukan pengayaan berbagai macam pepohonan.

Lokasi lain restotasi berada di Beguruh seluas 228 hektar dan Padang Sembilan 120 hektar.

Sebelum terbakar hebat pada tahun 2015, kawasan Beguruh menampakan hasil yang bagus. Pepohonan tumbuh tinggi dan tutupan hutan cukup lebat. Kini pasca kebakaran, kawasan tersebut rusak. Tapi dengan semangat tak kunjung padam, FNPF kembali memulai penanaman pohon di kawasan itu.

Untuk pengadaan bibit pohon di Padang Sembilan, tim FNPF melibatkan masyarakat sekitar. Para ibu disekitar kawasan diajak membibitkan pohon. Di awal program FNPF mendukung penyediaan polybag dan tanahnya. Seiring berjalannya waktu, warga sudah mulai mandiri.

Mereka sudah bisa membeli sendiri berbagai peralatan untuk menanam bibit pohon. Nantinya bibit-bibit pohon itu dibeli FNPF dan ditanam di berbagai lokasi proyek penanaman. Hal ini sekaligus sebagai upaya meningkatkan perekonomian warga sekitar.

 

Pengunjung di Jerumbun dilibatkan untuk menanam pohon di lokasi reforestasi. Foto: Indra Nugraha

 

Untuk penyediaan bibit, FNPF memiliki enam lokasi persemaian, yaitu di Lamandau, Jerumbun, Pesalat, Beguruh, Padang Sembilan dan kantor FNPF di Kumai.

Untuk mendukung pendanaan, FNPF mempunyai satu unit perahu wisata yang biasa digunakan untuk masuk ke TNTP. Keuntungan yang didapat dari menyewakan perahu itu, digunakan untuk mendukung program restorasi.

“Tak mungkin penanaman pohon hanya mengandalkan proposal. Program reforestasi itu harus berkelanjutan. Tak bisa dibatasi satu atau dua tahun. Butuh waktu panjang. Akhirnya kami mencari opsi pendanaan lain,” jelas Basuki.

Selain itu, mereka pun mendapat dukungan dana dari para voluntir yang berkunjung, baik dari dalam maupun dari luar negeri.

“Kami tak mau menerima dana pemerintah, kami mau tetap bebas. Kami cari dari sumber-sumber yang memungkinkan. Termasuk dari usaha yang kami rintis.”

Meski begitu, Basuki menyebut hubungannya dengan pihak Balai TNTP cukup baik, bahkan mereka memiliki nota kerjasama (MoU) sebagai mitra kerjasama taman nasional.

“Penyelamatan orangutan dan satwa liar tanpa adanya perbaikan habitat akan percuma. Itu prinsip kami. Untuk itu kami berharap pemerintah bisa lakukan evaluasi seluruh perizinan perkebunan sawit dan tambang. Terutama di tempat-tempat yang tutupan hutannya masih bagus,” pungkasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,