Gubernur Sumatera Selatan Dikalahkan PT. Batubara Lahat di PTUN Palembang. Bagaimana Ceritanya?

 

Upaya perbaikan kinerja perusahaan batubara yang dinilai bermasalah berdasarkan Korsup KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) oleh Pemerintah Sumatera Selatan mendapatkan perlawanan perusahaan yang IUP-nya dicabut. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang membatalkan keputusan Gubernur Sumatera Selatan yang mencabut IUP milik PT. Batubara Lahat.

Dalam sidang PTUN Palembang, Kamis (08/06/2017), yang dipimpin Firdaus Muslim, SH, dengan anggota Ridwan Akhir, SH, dan Arum Pratiwi Mayangsari, SH, pengadilan mengabulkan gugatan PT. Batubara Lahat untuk membatalkan Surat Keputusan Gubernur Sumsel Nomor 725/KPTS/DISPERTEMBEN/2016. Isinya, tentang Pencabutan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan Operasi Produksi Mineral dan Batubara di Provinsi Sumatera Selatan, tanggal 30 November 2016.

“Kita belum mendapatkan salinan putusan PTUN Palembang, saat dipersidangan hakim memberikan dua alasan. Pertama, perhitungan utang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak/Royalti) dilakukan oleh BPK, seharusnya kewenangan pemerintah pusat mencabutnya. Kedua, jika IUP perusahaan dicabut maka akan susah ditagih utang PNBP-nya,” kata Rabin Ibnu Zainal, Direktur Pinus (Pilar Nusantara), lembaga non-pemerintah yang memantau pertambangan batubara di Sumatera Selatan kepada Mongabay Indonesia, Jumat (09/06/2017).

“Kita juga mendapat kabar, Pemerintah Sumatera Selatan akan melakukan banding atas keputusan tersebut,” lanjutnya.

Baca juga: Menguak Lapisan Persoalan Perizinan Batubara di Sumsel

Rabin terkejut atas keputusan PTUN Palembang terhadap gugatan yang dilakukan perusahaan yang dipimpin Munandar Sai Sohar tersebut. “Kita sama sekali tidak menyangka keputusan yang diambil PTUN Palembang.”

Rabin pun menjelaskan latar belakang perusahaan yang memiliki IUP melalui Keputusan Bupati Lahat Nomor 503/127/KEP/PERTAMBEN/2010 tanggal 23 Maret 2010 tentang Kuasa Pertambangan Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi selama 10 tahun atau hingga 2020. Izin Usaha Pertambangan didapatkan dari Bupati Lahat dengan Nomor 503/40/KEP/PERTAMBEN/2008 tanggal 5 Februari 2008.

 

Kawasan tinggalan pertambangan batubara terbuka di Sumatera Selatan. Hanya dalam beberapa tahun berubah menjadi kolam-kolam yang gersang. Foto: Anwar Fachrudin/INFIS

 

Lantaran kekurangan bayar royalti dari 2008-2012 sebesar Rp19.311.980.223 untuk periode 2008-2010, dan Rp8.449.592.036 untuk periode 2011-2012 oleh Tim Optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (OPN) dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), maka diwajibkan perusahaan mencicil tunggakan atau kekurangan tersebut hingga 30 November 2014 berdasarkan Berita Acara Penyelesaian Kewajiban pada 14 Mei 2014. Pada 3 Juli 2014 Distamben menghentikan sementara IUP PT. Barubara Lahat karena tunggakan belum dilunasi. Pada 7 Juli 2014 perusahaan melakukan cicilan. 5 Oktober 2016, perusahaan dan Distamben Sumsel menandatangani berita acara bahwa tunggakan sebesar Rp27 miliar akan dilunasi.

“Dua berita acara pemerintah dengan perusahaan pada Mei 2014 dan Oktober 2016 membuktikan perusahaan mengakui penghitungan royalti yang benar dilakukan oleh negara,” kata Rabin. “Ini seharusnya menjadi pertimbangan majelis hakim,” katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, ada delapan perusahaan batubara di Sumatera Selatan yang IUP-nya dicabut melakukan gugatan, yakni PT. Mitra Bisnis Harvest, PT. Bintan Mineral Resource, dan PT. Buana Minera Harvest yang menggugat Kepala Dinas Energi dan dan Sumber Daya Mineral Sumatera Selatan. Kepala Dinas Energi dan dan Sumber Daya Mineral Sumatera Selatan dinilai sikap diam terhadap surat permohonan keberatan dan kronologis perizinan penggugat.

Sementara PT. Batubara Lahat, PT. Andalas Bara Sejahtera, PT. Brayan Bintang Tiga Energi dan PT. Sriwijaya Bintang Tiga Energi menggugat surat keputusan Gubernur Sumsel.

Dalam persidangan PTUN Palembang pada Kamis (08/06/2017), ada tiga keputusan. Dua gugatan yang diajukan PT. Buana Minera Harvest dan PT. Mitra Bisnis Harvest tidak dikabulkan. Hanya gugatan PT. Batubara Lahat yang dikabulkan.

 

Perubahan bentang sungai Sehile (Serelo) yang mengalir di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat. Sebelum ada aktivitas penambangan batubara, debit air sungai besar dan terkadang mampu dilalui perahu. Foto: Taufik Wijaya

 

Preseden buruk

Kemenangan PT. Batubara Lahat, kata Rabin, akan meningkatkan upaya perlawanan yang dilakukan perusahaan pertambangan batubara. Meskipun, berdasarkan Korsup KPK dan Permen No.43 Tahun 2015 banyak perusahaan melakukan dugaan pelanggaran.

Sebelum keputusan yang mengabulkan gugatan PT. Batubara Lahat, ada dua perusahaan yang menyusul melakukan gugatan yang sama kepada Gubernur Sumsel yakni PT. Duta Energy Mineratama dan PT. Trans Power Indonesia pada 17 Mei 2011 lalu.

“Kami berharap keputusan lainnya tidak seperti PT. Batubara Lahat. Perusahaan batubara yang beroperasi di Indonesia, khususnya di Sumsel, harus benar, selain tidak merusak lingkungan, juga tidak merugikan negara,” katanya.

Perlawanan ini, harap Rabin, semoga tidak memengaruhi upaya reklamasi dan pasca-tambang. Sebab sebagian besar hal tersebut belum dilaksanakan di Sumatera Selatan.

Sebagai informasi, Korsup KPK terkait pertambangan batubara dilakukan dari 2014 hingga Maret 2017. Dari 359 IUP yang dikeluarkan pemerintah di Sumatera Selatan, KPK menilai hanya 175 IUP yang dinilai layak beroperasi karena sekitar 31 perusahaan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Lalu, dari 241 perusahaan wajib pajak hanya 18 perusahaan yang melaporkan penghitungan pajak.

Pemerintah Sumatera Selatan kemudian mencabut 34 IUP dan mengakhiri 43 IUP lainnya.

 

Sebuah tongkang yang tengah mengisi batubara di Dermaga Batubara di Kertapati, di samping Kampung Ki Marogan. Foto: Taufik Wijaya

 

Pencabutan 34 IUP tersebut pertama melalui Keputusan Gubernur Sumsel No.622/KPTS/DISPERTAMBEN/2016 tentang pengakhiran izin usaha pertambangan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU); satu IUP milik PT. Buana Mineral Harvest, dua IUP milik PT. Gumay Prima Energi, satu IUP milik PT. Mitra Bisnis Hervest dan satu IUP milik PT. Tomarindo Dwi Mulia.

Di Kabupaten Muaraenim satu IUP milik PT. Palembang Power Energi. Di Kabupaten Lahat, satu IUP milik PT. Bhakti Abadi Sriwijaya, PT. Bukit Bara Alam, dua IUP milik PT. Delapan Inti Power, dua IUP milik PT. Gerindo Laksana Karya, satu IUP milik PT. Kemilau Samudera Berlian, dua IUP milik PT. Lematang Bukit Serelo, dan satu IUP milik PT. Merapi Energi Nusantara.

Di Kabupaten Musirawas, satu IUP milik PT. Bara Gas Indonesia, PT. Bintang Delapan Mineral, dua IUP milik PT. Duta Inti Tata Nusantara, satu IUP milik PT. Dwiprima Usaha Perkasa, PT. Energi Bara Indonesia, PT. Energi Bara Prima, PT. Musi Energi Indonesia, PT. Panca Metta (PT. Wahana Alam Semesta), PT. Putra Djahasa, PT. Roomel Energi, PT. Stasiunkota Sarana Permai, dan PT. Tambang Sejahtera Bersama.

Di Kabupaten Musi Banyuasin satu IUP milik PT. Pacific Global Utama. Di Kabupaten Ogan Komering Ilir yakni satu IUP milik PT. Karya Inti Energi. Selanjutnya di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yakni satu IUP milik PT. Asta Maharanita, PT. Indonesia Multi Energi, PT. Jaya Manggala Sakti, PT. Muara Enim Power Energi, PT. Resources Development Indonesia, dan PT. Tiramana.

Di Kabupaten Empat Lawang yakni satu IUP milik PT. Bangka Inti Selawang Segantang, PT. Bangka Plasma Segantang, serta PT. Lumbungnesia. Di Kabupaten Banyuasin, satu IUP milik PT. Samu Rimau Persada, PT. Samu Musi Persada, dan PT. Basindo Karya Utama.

Sedangkan lewat Keputusan Gubernur Sumsel No.723/KPTS/DISPERTAMBEN/2016. Di Kabupaten Lahat, IUP yang dicabut milik PT. Andalas Bara Sejahtera, PT. Bagus Karya, dan PT. Tri Kencana Mulia.

 

 

Di Kabupaten Musi Rawas Utara yakni IUP milik PT. Gorby Global Energi dan PT. Mura Bumi Energi. Di Kabupaten Musi Rawas, IUP milik PT. Dutasura Suryatama dan PT. Tanjungmas Sentosa Jaya.

Di Kabupaten Banyuasin, IUP milik PT. Basindo Keluang Utama dan PT. Unitrade Daya Mandiri. Selanjutnya di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan yakni satu IUP milik PT. Indomas Mineral Utama, dua IUP milik PT. Maduchon Indonesia, serta satu IUP milik PT. Bintan Mineral Resource. Di Kabupaten Banyuasin yakni IUP milik PT. Pampangan Palm Resources, PT. Bumi Andalas Perkasa, dan PT. Anugerah Bara Mustika.

Lewat Keputusan Gubernur Sumsel No.724/KPTS/DISPERTAMBEN/2016 yakni di Kabupaten Musi Rawas mencabut IUP milik PT. Brayan Bintangtiga Energi dan PT. Sriwijaya Bintangtiga Energi, serta di Kabupaten Musi Rawas Utara satu IUP milik PT. Brayan Bintangtiga Energi.

Terakhir, lewat Keputusan Gubernur Sumsel No.725/KPTS/DISPERTAMBEN/2016 mencabut IUP di Kabupaten Muaraenim untuk PT. Duta Energi Mineratama, PT. Trans Power Indonesia, PT. Alam Jaya Energy, dan PT. Synfueis Indonesia. Di Kabupaten PALI (Penungkal Abab Lematang Ilir) yakni dua IUP milik PT. Guna Bara Sarana.

Di Kabupaten Ogan Komering Ilir, dua IUP milik PT. Kedurang Anugrah Abadi, satu IUP milik PT. Pinang Mineral Resources, PT. Trinusa Dharma Utama, dan PT. Adhikara Energi Prima.

Kabupaten Ogan Ilir untuk satu IUP  PT. Lion Multi Resources. Di Kabupaten Lahat satu IUP milik PT. Batubara Lahat. Terakhir, di Kabupaten Musi Rawas Utara satu IUP milik PT. Mandiri Agung Jaya Utama dan PT. Sugico Pendragon Energi.

Belum sempat mendorong upaya reklamasi dan pasca-tambang, dampak dari keputusan Gubernur Sumatera Selatan mencabut 34 IUP berbuah gugatan ke pengadilan dari sejumlah perusahaan pada Februari 2017 lalu. Penggugat menyatakan Gubernur Sumatera Selatan dan Kepala Dinas Energi dan dan Sumber Daya Mineral Sumatera Selatan  telah bertindak sewenang-wenang dan membawa kasus ini ke PTUN Palembang.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,