Teluk Akar Bergantung, Hutan Kota di Jantungnya Ketapang

 

 

Keindahan alamnya sederhana. Didominasi hijau pepohonan dan suara-suara hewan pengerat yang ditingkahi kicauan burung. Akan tetapi, vegetasinya begitu alami. Hutan kota dengan nama ‘Teluk Akar Bergantung’ ini dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bupati Ketapang No 150 tahun 2004, seluas 106 hektare.

Hutan di tepian Sungai Pawan ini merupakan rumah tinggal ideal bagi satwa liar yang tersebar di Kalimantan Barat. Fungsi lainnya, sebagai penyangga keseimbangan iklim mikro serta kawasan resapan air Kota Ketapang. Untuk mencapai kawasan ini cukup mudah. Aksesnya bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat. Persisnya di Dalong, Desa Sukaharja, Kecamatan Delta Pawan. Sekitar tiga kilometer dari pusat kota.

“Warga sering berkunjung untuk piknik,” terang Lisa Maharani (38) warga Jalan Jenderal Sudirman, Ketapang. Kebanyakan, masyarakat ingin melihat langsung satwa liar yang ada. Pengelola membuat gertak kayu, khusus untuk tracking warga. Gertak kayu menuju ke beberapa tempat, di antaranya tepian Sungai Pawan. Banyak pula warga yang memancing di kawasan tersebut.

Warga bebas menikmati keindahan hutan kota, sepanjang tidak membuang sampah sembarangan, memetik atau menebang pohon, serta mandi di sungai. Namun tidak sedikit yang masih membuang bekas kemasan air mineral sembarangan. Belum lagi, tingkah beberapa anak muda yang membawa cat semprot dan mencoret gertak kayu. Tindakan vandalisme ini, ditemukan pada beberapa tempat.

Masuk ke kawasan ini, hanya perlu membayar biaya parkir. Sepeda motor dikenai Rp2.000, dan sekitar Rp3.000 untuk mobil. Namun, area parkir mobil terbatas. Pengguna sepeda pun dikenakan tarif parkir Rp1.000. Hutan kota bisa dikunjungi pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.

Gerbang pintu masuk terbuat dari kayu ulin. Dicat dominan kuning dan hijau. Beberapa meter masuk ke dalam kawasan, akan ditemukan tumbuhan nipah laut yang menjulang tinggi, membuat naungan yang berbentuk lorong. Bagi peminat wisata hutan alam, gambaran ini memperlihatkan kawasan tersebut mempunyai tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi.

Ekosistem sungai ini merupakan salah satu jenis ekosistem air tawar. Di Indonesia, hampir semua wilayah punya ekosistem serupa. Beberapa sungai bahkan sekaligus menjadi ekosistem sungai yang besar. Sebut saja Sungai Mahakam, Sungai Kapuas, Sungai Musi, Sungai Bengawan Solo, dan lain sebagainya.

 

Hutan kota ini tidak hanya sebagai habitatnya satwa liar tapi juga benteng terakhir Kota Ketapang. Foto: Putri Hadrian

 

Pertimbangan ekologis

Teluk Akar Bergantung dikukuhkan sebagai Hutan Kota dengan pertimbangan ekologis, demi menjaga keseimbangan iklim mikro, estetika, dan resapan air. SK Bupati Ketapang merujuk pada perundangan yang lebih tinggi yakni Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Daerah Otonom, serta Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota.

Penunjukan tersebut, juga mengacu pada rencana kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Barat. Tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 259/Kpts-II/2000, Tentang Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat. Hutan ini juga diharapkan menjadi benteng terakhir paru-paru kota, penyaring udara dan penyuplai udara bersih. Tak ketinggalan, pencegah banjir.

Abdurahman Alkadri, pendiri Kawan Burung Ketapang, mengatakan, hutan kota itu juga merupakan salah satu jalur migrasi burung-burung dari berbagai belahan dunia. Sebut saja spesies cikrak kutub (Phylloscopus borealis). Ukuran tubuhnya sekitar 12 cm.

“Burung ini berbiak di Arctic dan subArctic Eurasia. Pada musim dingin bermigrasi ke negara tropis,” kata Abdurahman. Menurut Morten Strange, penulis dan fotografer burung, Indonesia adalah daerah jelajah paling ujung Selatan.

Jenis tanaman lain yang dijumpai di hutan ini adalah rengas (Gluta aptera), bungur (Lagerstroemia, Sp), meranti, medang, pisang-pisangan, waru, kopi hutan, kantong semar, dan berbagai jenis anggrek hutan.

Jika punya waktu panjang, sempatkan duduk berdiam di tepi sungai, petang hari. Rasakan udara asrinya. Lamat-lamat akan terdengar suara-suara binatang hutan. Kawanan kera yang beristirahat. Burung-burung yang pulang ke kandang. Di pinggiran sungai ini pula, kerap tampak kawanan bekantan. Tetaplah hening, sehingga mereka tidak terusik.

Di habitat itu hidup pula orangutan, kancil, babi hutan, monyet ekor panjang, beruk, klempiau, berang-berang, musang, kucing hutan, dan tupai besar.

 

Satwa liar yang penting bagi ekosistem lingkungan. Foto: Rhett Butler

 

Abdurahman mengatakan, Kawan Burung Ketapang (KBK), Ketapang Biodiversity Keeping, dan Birding Society Of Ketapang (B’SYOK) tahun lalu melakukan pengamatan bersama di hutan kota ini. Kegiatan diselenggarakan Yayasan Palung bersama Relawan Konservasi TAJAM dan Sispala Gersisman, beserta siswa sekolah menengah atas.

Kegiatan dimaksudkan menambah wawasan siswa tentang sebaran burung, karakter habitat, status keterancaman, serta perlakuan konservatif yang diperlukan. Hal itu berkaitan erat dengan salah satu fungsi hutan kota sebagai sarana pendidikan dan ilmu pengetahuan.

“Kawasan yang terjaga harus lebih banyak. Selain untuk edukasi, tentunya sebagai penyeimbang alam,” ujarnya. Jalur migrasi burung pun dapat berubah jika habitat hilang akibat alih fungsi kawasan.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2013, Kabupaten Ketapang mempunyai kawasan hutan yang luasannya sekitar 3.027.314,73 hektare. Luasan ini berkurang untuk industri ekstraktif, pembangunan, kebutuhan permukiman, areal pertanian, dan peruntukan lainnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,