Dugong Kembali Terjerat di Solor Barat. Bagaimana Akhirnya?

Mamalia laut di Perairan Solor Barat kembali terjerat jaring nelayan. Kali ini, yang terjerat jaring adalah dugong (Dugong dugon). Seorang nelayan berinisial HK yang melihat kejadian tersebut pada Jumat, awal Juni kemarin, kira-kira pukul 05.00 WITA kemudian langsung berinisiatif melaporkan pada pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).

Atas laporan tersebut, DKP Kabupaten Flores Timur bersama mitra termasuk WCU dan LSM lainnya yang bekerja di Flores Timur menuju ke tempat kejadian untuk memastikan kondisi satwa selamat.

Selanjutnya berdasarkan informasi dari HK bahwa jaring pukat dengan panjang sekitar 10 psc, diameter 2,5mm kemudian dirobek sekitar 10 m agar dogong yang terjerat mendapatkan ruang gerak supaya tetap hidup, dan kemudian dilepaskan kembali ke laut.

 

 

Ketika menjumpai HK, tim yang terdiri atas DKP, WCU, dan mitra lain melanjutkan dengan sosialisasi terkait Dugong sebagai satwa dilindungi oleh UU No. 5/1990.

 

Kabid Pengawasan Sumberdaya Perikanan dan Perijinan Usaha DKP Flores Timur, Apolinardus Y.L. Demoor menyampaikan bahwa kesadaran nelayan mulai tumbuh akan jenis-jenis satwa di laut yang dilindungi sehingga ketika ada kejadian langsung melaporkan ke pihak Dinas Perikanan dan Kelautan.

“Kami mengapresiasai upaya dari nelayan yang terus berkoordinasi dengan dinas jika ada temuan-temuan satwa dilindungi yang tidak sengaja terjerat jaring nelayan agar dapat ditindaklanjuti lebih lanjut,” ungkap Apolinardus.

Dari pihak nelayan ketika berdialog dengan DKP tersebut menyampaikan bahwa Pemerintah diharapkan memberikan perhatian untuk memberikan bantuan terkait dengan jaring mereka yang rusak agar nelayan dapat melaut untuk mencari ikan kembali.

 

Dugong kembali terjerat jarring nelayan di Perairan Solor Barat, Flores Timur, NTT, pada Jumat, awal Juni. Satwa laut itu kemudian bisa dilepaskan kembali ke laut. Foto : WCU

 

Melihat dari sering terjadinya satwa dilindungi yang terkena jerat nelayan, sudah seharusnya pihak terkait untuk mempertimbangkan alat tangkap yang lebih aman. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat secara khusus kepada nelayan harus tetap dilakukan lebih intensif agar pengetahuan dan pemahaman tentang satwa dilindungi lebih meningkat.

Menurut Dwi N. Adhiasto, Program Manager Wildlife Trade WCS-Indonesia Programme, kompensasi yang diminta oleh nelayan untuk menggantikan jaring yang robek masih bisa dimaklumi dan perlu dianggarkan oleh pemerintah guna mengantisipasi kejadian yang sama. Yang tidak dibenarkan adalah ketika nelayan meminta uang tebusan, yang seringkali dalam jumlah besar, sebagai kompensasi satwa dilindungi yang mereka tangkap.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,