Sampah Plastik Picu Kemiskinan di Wilayah Pesisir?

Indonesia bertekad untuk membersihkan sampah plastik yang bertebaran di seluruh wilayah perairan Nasional. Sampah tersebut, diyakini bisa menimbulkan dampak buruk yang tidak pernah diduga sebelumnya, yakni kemiskinan.

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan belum lama ini mengatakan, sampah plastik yang ada di laut Indonesia saat ini secara keseluruhan telah menimbulkan kerugian yang tak sedikit. Bahkan, dia tak ragu menyebut kerugiannya sudah mencapai USD1,2 miliar.

“Itu untuk kerugian yang ada di bidang perikanan, perkapalan, pariwisata dan bisnis asuransi,” ujar dia disela-sela acara Konferensi Kelautan PBB di New York, Amerika pada minggu kedua Juni 2017.

(baca : Kebijakan Kelautan Indonesia Diluncurkan di AS, Apa Itu?)

 

 

Menurut Luhut, dengan kerugian sebesar itu yang berasal dari berbagai bidang, sampah plastik jika tetap dibiarkan bisa menimbulkan dampak lebih buruk di masyarakat. Dampak yang dimaksud, adalah pengangguran dan itu bisa memicu kenaikan angka kemiskinan di masyarakat.

Agar sampah plastik tidak semakin banyak, Luhut mengaku, Indonesia sekarang sudah menjalin kerja sama dengan Bank Dunia dan Denmark untuk mengadakan penelitian di 15 lokasi. Selain itu, dia mengklaim, Indonesia juga sudah menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat untuk kepentingan penelitian ikan yang mengonsumsi plastik di laut.

Semakin tingginya produksi sampah di laut, Luhut menghimbau kepada negara-negara di ASEAN untuk bisa sama-sama terlibat dalam mengatasi persoalan sampah di laut. Dengan bekerja secara bersama di masing-masing negara, dia yakin persoalan sampah ke depan secara perlahan bisa diatasi.

Selain menjalin kerja sama dengan negara lain, Luhut mengungkapkan, pihaknya juga sudah menyiapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk mengatasi persoalan sampah plastik di laut. Beberapa rencana yang sudah disiapkan, di antaranya bagaimana mengubah perilaku masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sampah, khususnya sampah plastik.

“Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sampah plastik juga banyak dibuang dari kapal-kapal di perairan. Sampah plastik di dunia ini ternyata 2/3 nya datang dari perairan Asia Selatan, “ ucap dia.

(baca : Paus Sperma Itu Pun Mati karena Sampah Plastik)

Rencana aksi berikutnya yang sudah masuk dalam agenda, kata Luhut, adalah mengurangi kebocoran berbasis lahan, kebocoran berbasis laut, mengurangi produksi dan penggunaan plastik. Kemudian, meningkatkan mekanisme pendanaan, reformasi kebijakan dan yang terpenting penegakan hukum.

“Pada tingkat daerah kami bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengelola limbah dan meminta mereka mencegah pembuangan sampah plastik ke laut,” sebut dia.

 

Pantai Kampung Beru, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, selama ini dipenuhi sampah yang berasal dari limbah masyarakat dan terbawa arus dari laut lepas. Padahal pantai ini ternyata merupakan salah satu tempat pendaratan penyu untuk bertelur. Foto: Wahyu Chandra

 

Kampanye Nasional

Selain itu, agar sampah di laut bisa segera diatasi, Luhut mengaku kalau Pemerintah juga fokus di tingkat nasional dengan melakukan kampanye untuk mengubah cara pandang masyarakat tentang sampah dan kampanye melalui kurikulum di sekolah.

“Kami mengajarkan kepada generasi muda untuk menghormati wilayah pesisir dan menghentikan pemborosan energi,” ujar dia.

(baca : Begini Komitmen Pemerintah Memerangi Sampah di Hari Laut)

Tak hanya langkah-langkah di atas, Luhut mengatakan, langkah lebih konkrit juga dilaksanakan Indonesia, salah satunya dengan kampanye pengurangan penggunaan tas plastik, mendorong penggunaan plastik dari bahan alternatif dan memanfaatkan limbah plastik untuk campuran aspal jalan.

Langkah-langkah tersebut, kata Luhut, sudah dibahas dalam Konferensi Ekonomi Biru Asosiasi Pelaut Samudera Hindia pada Mei 2017. Kemudian, pembahasan yang sama juga akan diangkat dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur pada September mendatang.

“Minggu lalu, saya menghadiri Konferensi G20 tentang Sampah Laut di Bremen, Jerman dan dengan ini saya sampaikan bahwa G20 telah mengadopsi Rencana Aksi untuk sampah laut. Ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk mencegah dan mengurangi sampah laut,” tegas dia.

 

Kampanye ASEAN

Dalam pertemuan East Asia Summit yang diadakan pada 2015 di Kuala Lumpur, pemimpin EAS dan ASEAN dengan tegas menyatakan bahwa pencemaran laut adalah tantangan lintas batas yang harus ditangani secara efektif untuk mencapai pembangunan laut yang berkelanjutan.

Menurut Luhut, kesimpulan tersebut didasarkan pada kepedulian negara-negara EAS yang kuat terhadap kesehatan laut dan lautan. Kata dia, hampir semua negara peserta EAS adalah negara pesisir yang memiliki nilai maritim dan kesehatan laut sebagai kunci pengembangan ekonomi.

“Selain itu, banyak negara ASEAN merupakan eksportir utama produk makanan laut dan juga kelautan,” ucap dia.

 

Tumpukan sampah di pesisir pantai. Sampah di laut membahayakan bagi biota laut dan juga manusia bila masuk ke rantai makanan. Foto : kkp.go.id

 

Dengan fakta tersebut, Luhut berpendapat, kerja sama kelautan menjadi langkah strategis untuk menyelesaikan masalah plastik di laut dan diharapkan bisa menjadi fondasi kuat untuk kerja sama kelautan di ASEAN. Juga, sebagai jembatan perbedaan pandangan negara ASEAN tentang pengelolaan limbah.

(baca : Membersihkan Sampah, Menyelamatkan Ekosistem Laut dan Pesisir)

Konferensi Tingkat Tinggi Sampah Plastik di Laut akan diselenggarakan awal bulan September di Bali, dan diikuti antara lain oleh Tiongkok, India, Amerika Serikat, Rusia and Jepang, Selandia Baru, Australia, dan ASEAN.

Sebelumnya, pada World Ocean Summit (WOS) 2017 yang digelar di Bali, kampanye tentang pembersihan laut dari sampah plastik juga didengungkan Indonesia. Kampanye tersebut mendapat dukungan penuh dari Badan PBB untuk Lingkungan (UNEP).

Luhut Binsar Pandjaitan di Bali mengatakan, kampanye yang dilakukan Indonesia bersama Unep, tidak lain karena potensi sampah plastik akan terus bertambah dari waktu ke waktu. Untuk itu, Indonesia bertekad untuk mengurangi sebaran sampah plastik yang yang ditargetkan mencapai 70 persen pada 2025 mendatang.

“Ini adalah bagian dari Rencana Aksi Nasional untuk menanggulangi sampah plastik di laut,” ucap Luhut saat melakukan kampanye di pantai Nusa Dua.

Menurut Luhut, dalam Recana Aksi Nasional (RAN) tersebut, ada sejumlah strategi dan sekaligus rencana detil tentang pengurangan sampah plastik, baik di wilayah pesisir dan laut yang ada di Indonesia.

“Pemerintah akan memberikan pembiayaan dalam melaksanakan strategi tersebut hingga USD1 miliar per tahun. Dukungan pembiayaan tersebut akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam merealisasikan program nasional Indonesia bebas sampah,” jelas dia.

Luhut menjelaskan, keberadaan sampah plastik yang produksinya semakin tinggi di laut Indonesia, mengancam kehidupan ikan, mamalia, burung laut, dan terumbu karang. Lebih parah lagi, lanjutnya, sampah plastik laut telah membanjiri pantai yang indah, tujuan wisata dan bahkan pulau-pulau terpencil.

“Mereka yang terkena dampak negatif ekonomi ini adalah penduduk lokal, karena wisatawan tidak akan kembali mengunjungi tempat-tempat yang penuh sampah plastik, ” kata dia.

 

Tumpukan sampah di perkampungan Suku Bajo di Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menggerakkan masyarakat Suku Bajo untuk membersihkan sampah dan menjaga lingkungan dalam kunjungan kerjanya minggu kemarin. Foto : Regina Safri/Humas KKP

 

Pernyataan sama juga diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyikapi tentang sampah plastik di laut Indonesia. Menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berencana akan melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah terkait penutupan mulut sungai yang menuju laut dengan jaring.

“Ini baru perencanaan. Kita hitung mulut sungai berapa. Minimal action dulu. Jadi sampah dari darat jangan sampai ke laut. Ditutup pakai jaring, supaya sampahnya berhenti. Bisa dihitung itu sungai di Pulau Jawa berapa,” ujar dia.

Sementara, Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar mengatakan, untuk bisa menanggulangi permasalahan sampah, khususnya plastik di laut, diperlukan kajian kerentanan pesisir terhadap bencana sampah.

“Kita sudah melakukan riset untuk mendukung upaya rencana aksi bersama Kemenko Maritim,” ungkap dia.

(baca : Memprihatinkan, Satwa Laut di Bali dan NTB Makin Beresiko Keracunan karena Ini)

Adapun riset yang telah dilakukan peneliti di BRSDM, kata Zulficar, dengan memahami hidrodinamika dan pergerakan cemaran sampah di perairan pantai, dengan parameter fisik dan kimia seperti tutupan lahan di DAS, batimeteri, arus, gelombang, pasang surut, dan iklim.

Pemahaman ini, lanjut Zulficar, menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi manajemen pengelolaan sampah plastik di laut. Mengingat, sampah yang ditemui di suatu perairan kadang berasal dari luar daerah tersebut, sehingga pengelolaan sampah plastik pun perlu melibatkan banyak pihak terkait.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,