Menteri Siti Terbitkan Aturan Perlindungan Kearifan Lokal

 

 

Praktik-praktik hidup masyarakat adat/lokal yang sudah turun menurun dalam mengelola sumber alam dan lingkungan biasa dkenal dengan kearifan lokal, kerap terancam bahkan hilang. Guna memberikan perlindungan bagi praktik-praktik ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terbitkan aturan tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam, dan Lingkungan, lewat PermenLHK Nomor 34//2017.

”Iya sudah ditandatangani dan sudah terbit,” kata Siti Nurbaya, Menteri LHK di Jakarta, pekan lalu.

Aturan itu, katanya, mengatur tata cara pengakuan dan perlindungan kearifan lokal karena merujuk dari begitu banyak kasus menimpa masyarakat adat. “Aturan berkaitan pedoman penyelesaian  bagi masyarakat adat atau masyarakat lokal pemegang hak atau izin yang sedang berperkara hukum dan untuk menghindari tindakan represif,” katanya.

Siti menjelaskan,  aturan ini untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan dalam memperkarakan masyarakat adat/ lokal yang sedang memperjuangkan hak-hak mereka.

”Ini (sebagai rujukan) pegawai-pegawai kepada masyarakat di kawasan hutan, bagaimana menangani masyarakat yang masuk ke hutan. Pendekatan harus persuasif, bukan langsung penegakan hukum dan BAP (berita acara pemeriksaan-red). Sudah  ada resah terkait itu,” katanya.

Aturan ini, katanya, sekaligus tindaklanjut amanat UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Konvensi internasional pun memberikan pengakuan akan kearifan lokal bagi masyarakat hukum adat. Dimana kearifan lokal memberikan manfaat besar bagi lingkungan, ekosistem dan masyarakat.

”Dalam setiap masyarakat adat/lokal ada khusus dalam kearifan lokal menjaga sungai, laut, dan lain-lain. Itu akan kami beri pengakuan.”

Selain itu, katanya, aturan inipun mengatur tata cara advokasi, rehabilitasi dan prosedur verifikasi dan lain-lain, termasuk koordinasi dengan kementerian dan lembaga.

Dalam aturan itu juga menyebutkan soal tata cara pengakuan dan perlindungan kearifan lokal, seperti tercantum dalam Bab III. Bab itu menyebutkan, menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangan aktif mendorong dan memfasilitasi inventarisasi, verifikasi, dan validasi kearifan lokal serta keberadaan masyarakat pengampu kearifan lokal. Adapun, inventarisasi dilaksanakan pengampu kearifan lokal itu.

Sedang, pembiayaan pelaksanaan pengakuan dan perlindungan kearifan lokal dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara, APBD kabupaten, kota maupun provinsi dan sumber dana lain yang sah dan tak mengikat.

 

Apreasiasi

Rika Fajrini, peneliti Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) mengapresiasi kebijakan KLHK soal kearifan lokal yang merupakan amanat UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)  ini.  “Permen ini jadi safety guard,” katanya kepada Mongabay.

Hingga kini, katanya, inventarisasi pengetahuan tradisional di tingkat tapak masih minim.

Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pernah publikasi buku soal inventasisasi kearifan lokal. Rukka Sombolinggi, Sekjen AMAN, menilai masih terlalu umum.

Dia berharap, implementasi permen ini tak hanya mengejar dokumentasi pengetahuan tradisional soal sumber daya genetik.

Sikap proaktif daerah dan masyarakat, katanya, penting dalam proses inventarisasi ini. Masyarakat penting terlibat, katanya, karena mereka lebih mengenal karakter sendiri dan lebih memahami.

Dengan ada beleid ini, ucap Rukka, hendaknya mampu menguatkan kembali pengakuan hak masyarakat adat.

Rukka juga mengkritisi, dalam permen ini tak tegas mengatur dan memperkuat kearifan lokal masyarakat yang menanam dengan membakar, Pasal 69 ayat 2. ”Ini yang krusial, satu sampai dua bulan kedepan masyarakat mulai musim tanam. Ada larangan buka lahan dengan bakar. Ini jadi kebingungan di lapangan.”

Rukka meminta, kementerian mau berdiskusi dengan AMAN guna mengantisipasi situasi lapangan untuk langkah lebih mengerucut terkait kearifan lokal, dalam membakar lahan.

Dia usulkan ada peraturan khusus tentang tata cara membakar hingga aparat keamanan di lapangan mengetahui dan tak asal serbu dan mengintimidasi masyarakat.

 

Permen Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,