Cegah Kebakaran, Capaian Realitis Awal Restorasi Gambut di Sumatera Selatan

 

 

Upaya restorasi gambut di Sumatera Selatan untuk tiga tahun ke depan, terutama 2017, capaian realitisnya adalah mencegah kebakaran. Meski begitu, butuh kinerja luar biasa dari berbagai pihak untuk mewujudkannya. Sementara, mengembalikan hutan di lahan gambut jelas membutuhkan waktu yang panjang.

Demikian penjelasan Dr. Najib Asmani, koordinator Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumatera Selatan, dalam diskusi yang digelar Mongabay Indonesia di Rumah Sriksetra, Plaju, Palembang, Selasa (20/06/2017).

“Lahan gambut di Sumatera Selatan yang luasnya sekitar 1,2 juta hektare, mengalami berbagai tahapan kerusakan. Di periode Orde Baru hingga awal Reformasi, hampir semua hutan di lahan gambut habis oleh berbagai aktivitas HPH dan illegal logging. Selanjutnya, ketika dimanfaatkan untuk perkebunan dan HTI, meskipun memberikan dampak penghijauan, tapi telah terjadi kesalahan dalam menata airnya sehingga lahan gampang terbakar,” ujarnya di hadapan sejumlah perwakilan pers mahasiswa UIN Raden Fatah, Universitas Muhammadiyah Palembang, Universitas Sriwijaya, serta jurnalis dari media lokal dan nasional.

Dengan persoalan tersebut, melakukan restorasi lahan gambut jelas membutuhkan tahapan. “Pada tahapan awal, kita menata kembali hidrologisnya, terutama pada lahan yang telah dimanfaatkan untuk perkebunan dan HTI,” terangnya.

Saat ini, kata Najib, telah dibuat sekat kanal di konsesi sebanyak 450 buah. Dalam pembuatannya, melibatkan pihak kepolisian. Sementara, guna mencegah kebakaran, selain telah membentuk relawan Karhutlah seperti Masyarakat Peduli Api (MPA) dengan melibatkan 5.000 warga, juga telah disediakan 700 unit pompa air di sekitar lokasi yang sering terbakar.

Upaya lainnya, berupa pengembangan ekonomi masyarakat. Ini dilakukan banyak pihak, baik BRG dan TRG, juga sejumlah perguruan tinggi, NGO yang melibatkan pihak pemerintah. Selain itu juga didukung berbagai kampanye, pendidikan, serta penegakan hokum.”

Apakah Sumatera Selatan pada musim kemarau ini akan bebas kebakaran? “Visinya kita harus bebas. Berpikir positif pasti alam juga akan positif,” katanya.

Proses mencegah kebakaran secara total ini, kata Najib, setidaknya membutuhkan waktu paling lama sekitar tiga tahun. Kita ini bukan hanya mengurusi perusahaan juga masyarakat. Terkait tahapan mengembalikan hutan di lahan gambut, pastinya butuh waktu tidak sebentar. “Setelah lahan atau hidrologisnya membaik, selain tentunya dijaga dari pengrusakan.”

 

Peta persebaran lahan gambut di Sumatera Selatan. Sumber: HaKI (Hutan Kita Institute)

 

Berpikir positif

Dr. Yenrizal Tarmizi dari UIN Raden Fatah Palembang menjelaskan perlu “berpikir positif” dalam mengatasi persoalan kebakaran di lahan gambut. “Jika kita berpikir positif, saling memberikan kepercayaan, mudahan kebakaran di lahan gambut tidak akan terjadi lagi.”

Terkait pandangan masyarakat di sekitar gambut mengenai kebakaran, Yenrizal menilai tidak ada cerminan positif. “Cenderung pesimistis terhadap kebakaran itu dapat dicegah, sehingga mereka tidak begitu antusias dalam mendukung upaya pemerintah ini,” jelasnya.

“Tetapi berpikir positif itu bukan hanya di masyarakat, juga pemerintah, pelaku usaha, akademisi dan kawan-kawan NGO. Jadi, persoalan kebakaran ini menjadi penyakit yang harus disembuhkan secara bersama. Bukan sebagai objek untuk saling melemparkan kesalahan atau menyembunyikan kesalahan,” jelasnya.

Salah satu hal yang dipegang para leluhur manusia di masa lalu, yakni berpikir positif terhadap alam. Hasilnya alam terus terjaga. Mereka pun mendapatkan berbagai kearifan dalam memanfaatkan atau mengatasi berbagai persoalan yang ada.

Media massa, kata Yenrizal, dapat berperan dalam mewujudkan cara berpikir positif. “Berpikir positif ini bukan menutupi fakta. Menulis berita tetap berdasarkan fakta, tapi mendorong upaya bersama mengatasi persoalan kebakaran yang tidak saling menyudutkan.”

 

Kebakaran lahan gambut yang terjadi di Sumatera Selatan menyebabkan kerusakan lahan sekitar satu juta hektare. Foto: Taufik Wijaya

 

Kebakaran lahan gambut di Ogan Ilir

Pada Senin (19/06/2017) malam, sekitar pukul 19.00 WIB, sekitar 20 hektare lahan gambut di Desa Parit, Kecamatan Inderalaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, terbakar.

Penyebab kebakaran yang saat ini masih diselidiki Kepolisian Resor Ogan Ilir, menurut Najib merupakan tanda “waspada” terhadap semua pihak yang selama ini berkomitmen untuk mencegah kebakaran.

“Ini sebuah tanda waspada untuk semua pihak. Artinya, kebakaran di lahan gambut tetap menjadi ancaman meskipun berbagai usaha telah dilakukan.”

Di sisi lain, kebakaran itu juga membuktikan tim pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut di Sumatera Selatan sudah bekerja baik. “Saat ini apinya sudah padam. Jika tidak segera diatasi, mungkin meluas,” jelas Najib.

Tim yang turut mengatasi kebakaran tersebut antara lain Tim Manggala Agni KLHK Daops Banyuasin dan BPBD Ogan Ilir, Satgas Desa Soak Batok, kepolisian serta anggota TNI dari Korem 044 Gapo. Pemadaman dari Senin malam hingga Selasa pagi didukung dua helikopter yang melakukan pengeboman air.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,