Obituari: Nordin, Ketika Pejuang Lingkungan Kalteng yang Kritis itu Berpulang

“Assalamu’alaikum wr.wb. Kami sekeluarga Nordin dan Lily bersama Rhere, Emir dan Jannet mengucapkan: SELAMAT IDUL FITRI 1438 H. Taqobbalallahu minna wa minkum barakallahu fikum. Mohon maaf lahir dan batin.”

Pagi itu sebuah pesan aplikasi masuk ke telepon seluler saya. Pesan dari Nordin, Direktur Eksekutif Save Our Borneo (SOB), sebuah organisasi yang konsen dalam penyelamatan lingkungan hidup di bumi tambun bungai, Kalimantan Tengah.

Masih tak menyangka. Ternyata pesan itu adalah yang terakhir darinya. Dini hari selepas menjalankan takbir jelang Idul Fitri, saya mendapat kabar seorang kawan, bahwa Abah, begitu Nordin kerap dipanggil, telah berpulang tanggal 25 Juni 2017, pukul 02.45 WITA dinihari, di RS Anshari Saleh, Banjarmasin karena stroke.

Kaget, sedih dan perasaan tak percaya.  Betapa saya sangat merasa kehilangan dirinya.

Awal saya berjumpa dengan almarhum adalah di tahun 2013, saat saya memulai tugas liputan awal tentang persoalan hutan di Kalteng. Ia terkesan “galak” dan tegas di awal perjumpaan kami. Namun sejalan dengan waktu, kelakar dan  guyonan cerdas selalu menemani diskusi hangat kami.

Tak heran, dengan kepribadiannya yang kritis Abah kerap saya jadikan sebagai narasumber. Data-data yang ia punya, kerap saya kutip untuk saya jadikan berita. Terakhir di bulan Juni ini, ia masih sempat memberi pernyataan, mengkritik pemerintah yang dinilai tetap tidak konsisten dengan pengelolaan gambut. Di satu sisi pemerintah pusat menutup kanal, di sisi lain pemda malah membuka kanal-kanal gambut baru.

Nordin meninggal di usia 47 tahun. Sebelum mendirikan SOB, ia sempat menjabat sebagai Direktur Eksekutif Walhi Kalteng periode 1999 hingga 2006, dan Dewan Walhi Nasional 2008 hingga 2012.

Rasa kehilangan mendalam dirasakan oleh Safrudin ‘Udin’ Mahendra, rekan sejawat Nordin di SOB. Sebagai salah satu orang terdekatnya, ada rasa tak percaya tokoh pejuang lingkungan hidup itu pulang terlalu cepat.

“Abah bagi kami seperti ayah sekaligus sahabat. Dalam bekerja tak pernah menganggap kami sebagai bawahan. Soal kerjaan dia yang paling idealis, kukuh dengan pendiriannya. Komitmen dengan apa yang diomongkan,” jelasnya lewat sambungan seluler.

Bagi Udin, ada satu perkataan Nordin yang paling membekas dalam ingatannya. Kita tak akan bisa merubah sesuatu yang tak baik, jika kita sendiri tak berbuat baik. Perkataan Nordin itu pula yang menurutnya selalu ia tanamkan dalam dirinya.

Tahun 2015, tutur Udin, Nordin sempat sakit cukup serius, sampai kehilangan ingatan tak mengenal orang-orang terdekatnya. Ia sempat dirawat di rumah sakit berminggu-minggu. Meski, waktu itu ia sempat sembuh, dan kembali beraktivitas seperti biasanya.

Kepergian Nordin sangat membuat jajaran aktivis SOB merasa sangat kehilangan. Namun apa yang selama ini diperjuangkan oleh almarhum, menurut Udin, akan terus mereka lanjutkan.

“Pesan dia terakhir ‘Ayo kalian semangat bikin ide-ide yang kreatif. Jangan terlalu banyak berharap dengan saya, nanti kalau saya mati, saya gak mau SOB nya mati juga.’ Itu mungkin semacam firasat.,” jelas Udin menirukan ucapan Nordin saat Ramadhan lalu.

Rasa belasungkawa juga dirasakan rekan sesama aktivis, Arie Rompas, mantan Direktur Walhi Kalteng.

“Dia mengajarkan bagaimana tetap teguh memperjuangkan lingkungan hidup. Di tengah situasi banyak aktivis tua yang mulai bergeser dari nilai-nilai perjuangan, dia masih kukuh. Dia yang mengajarkan ke saya bagaimana harus terus menjadi kritis dalam situasi apapun,” jelas Arie.

Arie mengaku, ia dan Nordin sering berdebat dalam banyak hal. Namun meski berdebat keras, setelahnya ia dan Nordin kembali bersenda gurau. Perdebatan-perbedatan yang terjadi tak lantas membuat hubungan antara keduanya menjadi renggang.

“Tentu saya merasa kehilangan. Tak ada lagi tokoh panutan, tak ada lagi orang yang sering kritis, yang sering memarahi kami.  Sangat sulit mencari sosok seperti dia.”

 

Nordin (kanan), dalam sebuah aksi menentang kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalteng beberapa waktu lalu. Sumber: Facebook Nordin Abah

Kehilangan juga dirasakan Oeban Hadjo, Direktur Eksekutif Pokker SHK (Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan). Ia menilai sosok Nordin sebagai pribadi yang sangat kritis terhadap kebijakan-kebijakan lingkungan hidup yang tak berpihak pada masyarakat.

“Kami sehari-hari selalu diskusi mengkritisi kebijakan perkebunan sawit, tambang dan industri ekstraktif lainnya yang menyebabkan deforestasi. Dia ceplas-ceplos kritis dan berbicara apa adanya. Tak ada orang yang seperti dia,” kata Oeban.

Rosenda Chandra Kasih, perempuan aktivis lingkungan Kalteng pun mengaku mengenal sosok Nordin sejak lama, tepatnya sejak tahun 2000. Waktu itu Nordin masih menjabat sebagai Direktur Eksekutif Walhi Kalteng. Saat itu banyak forum dimana banyak LSM berkumpul, sehingga interaksi cukup intensif. Baginya, Nordin sangat konsisten terhadap isu lingkungan hidup dan masyarakat lokal.

Kerjasama Rosenda dan Nordin terus berlanjut. Terakhir, Nordin sempat membantu membuatkan film-film kampanye penyelamatan lingkungan di Kalteng, secara khusus tentang kebakaran hutan dan lahan gambut.

“Nordin itu sosok yang sangat konsisten. Ia melihat segala sesuatu dari sisi kritis dan berseberangan. Di berani mengkritik, men-challenge, dia mengajak orang melihat dari perspektif yang berbeda. Tak saja memberi opini atau fakta yang manis saja, tapi juga membeberkan berbagai kegagalan atau sesuatu hal yang memiliki resiko,” papar perempuan yang akrab disapa Shendy tersebut.

Selamat jalan Abah, semoga kau sudah mendapat kedamaian abadi di sana.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,