Penataan Izin Pertambangan Terus Dilakukan di Sumatera Selatan, Hasilnya?

 

 

Sekitar 139 perusahaan pertambangan batubara yang direkomendasikan Clear and Clean (CnC) pemerintah Sumatera Selatan disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun, prestasi ini harus diikuti kepastian hukum terhadap perusahaan yang dinilai tidak CnC, pasca-Korsup KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang telah dilakukan beberapa waktu lalu.

Hal ini diketahui setelah keluarnya Surat Keputusan (SK) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 1279.Pm/04/DJB/2017 tertanggal 16 Juni 2017 tentang IUP Clear and Clean, IUP Non Clear and Clean, dan IUP yang telah direkomendasikan gubernur/pejabat berwenang. Namun, belum dapat diumumkan Clear and Clean karena masih memiliki permasalahan dari aspek kewilayahan.

“Dari SK ini kita patut mengapresiasi langkah pemerintah Sumsel, dalam hal ini Dinas ESDM yang telah dengan baik melakukan penataan IUP dalam Korsup Minerba KPK. Dari daftar terlampir tidak ada lagi IUP non CNC dan IUP rekomendasi pemerintah Sumsel yang belum disetujui CNC oleh Dirjen Minerba,” kata Rabin Ibnu Zainal, Direktur Pinus (Pilar Nusantara), lembaga non-pemerintah yang memantau pertambangan batubara di Sumsel kepada Mongabay Indonesia, Senin (26/06/2017).

Namun, kata Rabin, langkah ini harusnya diiringi kepastian penegakan hukum. Saat ini, tercatat 10 IUP yang terbukti non CNC mengajukan gugatan atas pencabutan dan pengakhiran, yang dilakukan pemerintah Sumsel ke PTUN Palembang. Satu perusahaan pemegang IUP yakni PT. Batubara Lahat yang terbukti tidak CNC karena hutang PNBP yang belum terbayar, ternyata memenangkan gugatan dan diputuskan aktif kembali beroperasi oleh majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang.

 

Baca: Gubernur Sumatera Selatan Dikalahkan PT. Batubara Lahat di PTUN Palembang. Bagaimana Ceritanya?

 

Seperti diberitakan sebelumnya dalam sidang PTUN Palembang, Kamis (08/06/2017), yang dipimpin Firdaus Muslim, SH, dengan anggota Ridwan Akhir, SH, dan Arum Pratiwi Mayangsari, SH, pengadilan mengabulkan gugatan PT. Batubara Lahat untuk membatalkan Surat Keputusan Gubernur Sumsel Nomor 725/KPTS/DISPERTEMBEN/2016. Isinya, tentang Pencabutan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan Operasi Produksi Mineral dan Batubara di Provinsi Sumatera Selatan, tanggal 30 November 2016.

Selain itu, lanjutnya, langkah penataan IUP juga tidak dapat berhenti dari SK Dirjen Minerba. “Aspek-aspek lain seperti kepatuhan terhadap lingkungan dan pelaksanaan reklamasi dan pasca-tambang yang belum menjadi indikator penilaian evaluasi IUP berdasar permen 43/2015, harus juga dilihat, untuk review IUP yang lebih komprehensif ke depan.”

Artinya, lanjutnya, penataan IUP juga harus ditindaklanjuti dengan memastikan pelaksanaan lelang wilayah tambang untuk menjamin transparansi perizinan sektor minerba dan membangun mekanisme pengawasan publik terhadap 139 IUP yang aktif saat ini, hasil penataan IUP.

 

Kawasan tinggalan pertambangan batubara terbuka di Sumatera Selatan. Hanya dalam beberapa tahun berubah menjadi kolam-kolam yang gersang. Foto: Anwar Fachrudin/INFIS

 

Semangat penegak hukum

Dr. Tarech Rasyid dari Universitas IBA (Ida Bajumi) Palembang berharap, terkait penegakan hukum atas berbagai perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran, para penegak hukum harus memiliki spirit anti korupsi dan perlindungan kekayaan alam Indonesia.

“Harus ada keberpihakan para penegak hukum terhadap kepentingan perlindungan kekayaan alam, sehingga tetap terjaga hingga generasi mendatang. Selain itu juga, semangat anti-korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam yang sudah dimulai KPK dilanjutkan,” katanya.

Semangat ini juga harus terus dipertahankan dan ditingkatkan pada pemerintahan di Sumatera Selatan. “Adanya upaya perlawanan hukum bukan menjadi ciut, justru memicu para penyelenggara negara untuk terus meningkatkan kinerjanya. Harus dibuktikan sekuatnya jika mengelola kekayaan alam secara tidak benar akan mendapatkan sanksi hukum,” ujarnya.

Begitu juga dengan perizinan baru yang bila akan diterbitkan. Semua harus ketat dari segi aturan. “Sebab, selama ini perizinan pertambangan banyak terindikasi korupsi dan kepentingan politik,” kata pengamat politik dan lingkungan ini.

 

 

534 perusahaan pertambangan non CnC

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 1279.Pm/04/DJB/2017 tercatat sekitar 534 perusahaan pertambangan berstatus non CnC. Baik batubara, emas, nikel, batu gamping, tanah laterit, tanah lempung, biji besi, zircon, kaolin, pasir, dan lainnya.

Dari daftar tersebut Nusa Tenggara Timur (NTT) menduduki ranking pertama dengan 158 perusahaan, disusul Kalimantan Timur (97 perusahaan), Kalimantan Barat (67 perusahaan), Kalimantan Selatan (40 perusahaan), Banten (34 perusahaan), Bangka-Belitung (33 perusahaan), dan Kalimantan Tengah (22 perusahaan).

Kemudian Maluku Utara sebanyak 12 perusahaan, Jawa Barat (10 perusahaan), Lampung (11 perusahaan) Aceh (10 perusahaan), Sulawesi Tenggara (9 perusahaan), Sulawesi Selatan (6 perusahaan), Sulawesi Tengah (2 perusahaan), Gorontalo (2 perusahaan), Sumatera Barat (3 perusahaan), Bengkulu (3 perusahaan), Papua (5 perusahaan), Jawa Timur (2 perusahaan), Papua Barat (4 perusahaan), Riau (2 perusahaan), serta Jambi (1 perusahaan).

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,