Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut

Di sebuah aliran sungai yang bermuara di pesisir Utara Laut Jawa, belasan perahu terlihat menonjol dengan panel-panel energi surya. Perahu-perahu motor ini mengalihkan penggunaan energi terutama untuk penerangan dari aki (accu) setrum ke energi terbarukan, solar panel.

Perahu dicat dengan warna mentereng atau yang catnya sudah memudar terlihat lalu lalang di sodetan Sungai Bengawan Solo ini. Papan-papan panel surya terlihat mencuat dipasang dengan tangkai kayu atau bambu sebagai penopang.

Ketika negara sibuk menggelar konferensi-konferensi tingkat tinggi energi terbarukan, puluhan nelayan ini sudah mendahului mengeksekusinya secara swadaya. Pun banyak proyek besar energi terbarukan mangkrak. Implementasinya masih seperti jargon.

 

 

Para nelayan tak banyak pertimbangan teori atau koar-koar soal ramah lingkungan karena alasannya praktis. Sesuai kebutuhan nelayan di pesisir pantai Utara Lamongan ini. Aki-aki yang disetrum listrik rumahan mudah rusak karena tiap hari bongkar pasang dari perahu.

“Sekarang enak gak perlu cabut pasang ngisi aki di rumah atau toko setrum aki. Aki ditaruh di perahu saja,” ujar Nurkholis. Ia sedang sibuk memindahkan rajungan hasil tangkapan pada Rabu (30/06/2017) pagi di perahunya. Rajungan salah satu hasil laut yang laris di Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Aki yang digunakan untuk menyimpan energi dari panen panas mentari ini sekitar 70 ampere. Tak pernah kehabisan daya untuk lampu-lampu penerangan yang dipasang di perahunya dan sangat membantu saat melaut malam. Nurkholis mengaku sudah dua tahun menggunakan solar panel.

Sementara sebelumnya, ia tergantung pada listrik PLN. Aki harus dicabut untuk disetrum dengan biaya sekitar Rp15 ribu sekali setrum. Masalahnya bukan di biaya saja, tapi umur aki. Menurutnya daya cepat habis dan aki berumur pendek cepat rusak karena sering bongkar pasang. “Sekarang nancap terus di perahu,” tambahnya.

 

Papan panel memanen energi matahari ini beserta akinya dibeli swadaya para nelayan karena lebih praktis dan murah dikelola, khususnya penerangan saat melaut. Foto: Luh De Suriyani

 

Modal awal sekitar Rp2 jutaan untuk membeli aki dan panel suryanya. Tapi investasi ini menurutnya sepadan dengan mudahnya kini memanen energi dan hemat waktu setrum aki berjam-jam.

Penggunaan solar panel ini dari mulut ke mulut, antar nelayan. Mereka melihat rekan yang lain lebih nyaman dengan instalasi panel surya terpasang. Nurkholis misalnya melihat saudaranya memulai pasang duluan. “Sekarang ada montirnya, gak perlu belajar banyak. Di toko juga banyak yang jual, harganya makin murah,” papar pria tengah baya ini. Karena makin banyak yang menggunakan, persediaan makin banyak, harga jadi lebih rendah.

Demikian juga dengan nelayan lain. Dhoifi dan Abdul Fatah menyebutnya lampu matahari. Dhoifi sudah menggunakan panel surya sekitar 4 tahun, ia baru ganti panel surya untuk ukuran lebih besar. Agar bisa memanen matahari lebih banyak.

“Saya baru ganti dua minggu lalu. Volume aki sekarang dua kali lebih besar,” urainya ditemui usai melaut. Di pinggir Pelabuhan Sedayulawas para pengepul ikan sudah menunggu hasil tangkapan, dan supir becak motor siap mendistribusikannya ke pembeli. Salah satu yang termahal adalah ikan tenggiri.

Biaya yang dikeluarkan Dhoifi untuk satu set instalasi energi surya sekitar Rp2,2 juta. Ia juga mengakui sangat kerepotan buka pasang aki untuk disetrum. Apalagi jika tegangan listrik naik turun tak stabil. Aki yang diisi daya mudah rusak. “Toko pengecasan gak laku sekarang,” ia terkekeh.

Menurutnya sebagian besar nelayan sekitar sudah ganti ke lampu matahari. Versi Dhoifi, sekitar 200 orang. Penggeraknya adalah kebutuhan yang sama untuk mendapat energi yang mudah dikelola.

 

Nurkholis, salah satu nelayan penangkap rajungan menggunakan panel surya untuk memanen energi matahari yang disimpan dalam aki di perahunya. Foto: Luh De Suriyani

 

Inisiatif Meringankan Nelayan

Para nelayan kecil selayaknya mendapat sokongan untuk meringankan biaya melaut. Salah satunya melalui aplikasi teknologi, terutama yang lebih ramah di kantong dan lingkungan.

Dikutip dari media agribisnis peternakan trobos.com, arsip berita 2009 lalu menyebutkan para santri di Pondok Pesantren Sido Giri, Pasuruan, Jawa Timur membuat prototipe mesin perahu motor tempel bertenaga listrik. Mesin ini mampu menghemat biaya melaut.

Media online ini menulis bermula dari keprihatinan atas harga bahan bakar minyak (BBM) terutama solar yang melonjak tajam, sejumlah santri membuat mesin perahu motor tempel bertenaga listrik. Dengan menggunakan mesin bertenaga listrik ini nelayan tidak perlu lagi membeli BBM.

Mereka cukup mengisi atau charge listrik ke baterai besar atau aki sebagai sumber tenaga penggerak mesin. Biaya untuk mengisi aki jauh lebih murah dibandingkan membeli BBM. Ketua Robitoh Maahid Islamiah (RMI) atau Asosiasi Pesantren se-Indonesia, KH Mahmud Alizain memberikan gambaran, jika rata-rata dalam sehari seorang nelayan untuk melaut membutuhkan biaya sampai Rp60.000 untuk membeli solar maka dengan menggunakan mesin ini hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 3.000. Keunggulan lainnya, ujar Mahmud, mesin ini punya kekuatan pendorong yang hampir sama dengan mesin berbahan bakar solar. Selain itu, mesin ini juga tidak menimbulkan polusi.

Ada juga skripsi-skripsi di sejumlah blog terkait nelayan dan energi terbarukan. Misalnya pemanfaatan air laut sebagai sumber arus listrik untuk menghidupkan lampu LED dengan menggunakan air laut sebagai sumber energi listrik  dan lempengan katoda (tembaga) dan anoda (seng) sebagai penghantar arus (konduktor).

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) pada tahun 2013 melaksanakan kajian sosial ekonomi pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu isu strategis nasional yang sangat relevan dan perlu dilakukan. Berikut informasi yang dikutip dari leaflet online di web http://bbpse.litbang.kkp.go.id.

Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Desember 2013. Lokasi penelitian yang dipilih merupakan lokasi-lokasi potensial untuk dilakukan pengembangan energi laut, yaitu di Kabupaten Gresik (Pulau Bawean), Kabupaten Raja Ampat (Selat Meonsmar), Kabupaten Klungkung (Nusa Penida), Kabupaten Bangka (Teluk Klabat) dan Kabupaten Flores Timur (Selat Larantuka). Lokasilokasi tersebut dipilih berdasarkan rencana institusi teknis, baik di lingkup KKP maupun di luar KKP, yang akan membangun dan memasang peralatan energi laut, khususnya energi arus laut dan gelombang pada tahun berjalan.

Hasil dan ringkasannya disebutkan, sektor kelautan dan perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan kelimpahan energi terbarukan yang bersumber dari laut. Energi laut dapat ditambang dalam berbagai bentuk di antaranya tenaga angin, tenaga surya, tenaga arus, tenaga gelombang, tenaga pasang surut, dan perbedaan suhu air laut.

 

Pemandangan dari jembatan kembar Sedayulawas adalah perahu-perahu nelayan bermotor dan tanpa motor yang lalu lalang. Foto: Luh De Suriyani

 

Namun demikian, sampai saat ini potensi energi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan ketergantungan pada energi fosil tetap berlanjut. Fakta menunjukkan bahwa kemajuan optimalisasi sumberdaya laut sangat lambat. Oleh karena itu, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berpeluang menjadi lumbung energi nasional karena besarnya potensi energi yang terkandung di perairan-perairan sekitarnya. Di sisi lain, sejauh ini wilayah-wilayah tersebut merupakan kantung-kantung kemiskinan, salah satunya karena keterbatasan pasok energi.

Hasil analisis skala prioritas wilayah pengembangan energi terbarukan mengindikasikan dari 5 wilayah yang disurvei, wilayah yang menjadi prioritas pengembangan energi gelombang dan arus laut dari prioritas tertinggi sampai terendah dengan skala prioritas masing-masing (0.76, 0.67, 0.65, 0.61, 0.51) adalah Raja Ampat, Larantuka, Bawean, Nusa Penida, dan Kabupaten Bangka.

Secara potensi, Larantuka memiliki potensi arus yang cukup besar dimana kecepatan arus mencapai (4 m/detik) menurut Irwandi (2010). Tapi Raja Ampat (0,11 m/det) menjadi prioritas karena meskipun secara potensi lebih kecil ketimbang Larantuka, komitmen Pemda, potensi konsumen dan subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung aplikasi pengembangan energi terbarukan cukup besar. Sedangkan wilayah yang menjadi kurang prioritas dalam pengembangan energi terbarukan adalah Kabupaten Bangka, di Kecamatan Belinyu. Hal ini disebabkan dari sisi potensi arus tidak masuk dalam Arus Laut Indonesia (Arlindo) yang berpotensi untuk pengembangan energi arus.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,