Memasuki Musim Kemarau, Waspada Kebakaran Hutan dan Lahan

 

 

Musim kemarau mulai tiba, meskipun curah hujan masih cukup tinggi, titik panas sempat bermunculan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tetap siaga. Seiring dengan itu, pemulihan gambut disambut positif swasta, sebagian besar korporasi mengajukan revisi rencana kerja usaha (RKU).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengatakan, titik api semester I 2017, turun 30% dibandingkan 2016.

”Selama libur panjang, saya minta lapangan waspada terus. Hotspot dan pengecekan ISPU masih baik. Meski titik api di Sumatera dan Jawa, perlu diwaspadai, (begitu juga) yang rawan seperti Pekanbaru dan Jambi,” katanya, di Jakarta, pekan lalu.

Selama Juni, satelit NOAA dengan tingkat kepercayaan lebih 70%, mendeteksi hingga 271 titik panas, paling banyak Jawa Timur (89 titik). Satelit Modis (Terra & Aqua) dengan tingkat kepercayaan lebih 80%, mendeteksi 857 titik panas, paling banyak Riau (129 titik).

KLHK, katanya, meminta pemerintah daerah, beserta jajaran di lapangan seperti TNI dan Polri mewaspadai ancaman kebakaran. ”Komunikasi kami intens. Bila ada informasi titik api, langsung dicek dan segera padamkan,” katanya.

Jika dibandingkan pada 2016 yang dianggap memiliki iklim lebih basah, katanya, terjadi penurunan titik api, dengan satelit NOAA terjadi penurunan hingga 30-40%. Sedangkan, satelit modis hanya 10-20%.

Tak hanya itu, diapun menyebutkan ada beberapa titik api yang diduga di area konsesi. ”Ada field pattern-nya, garis-garis rapi saat saya lihat di Google, tak mungkin itu di tempat rakyat. Ini saya minta untuk pengecekan ke lapangan.”

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, ancaman kebakaran hutan dan lahan akan meningkat, seiring musim kemarau. Puncak musim kemarau diprediksi pada Agustus.

”Antisipasi dan pencegahan karhutla terus dilakukan pemerintah.”

Saat ini, katanya, gubernur tiga provinsi langganan karhutla menetapkan status siaga darurat yakni Riau pada 21 Januari-30 November 2017), Sumatera Selatan (30 Januari-30 November 2017 dan Kalimantan Barat 1 Juni-31 Oktober 2017).

Sedang Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Papua– juga rentan karhutla-masih belum menetapkan siaga darurat.

Sutopo mengimbau, daerah-daerah itu mempertimbangkan penetapan status siaga darurat bencana asap mengingat jumlah titik panas harian dan karhutla di beberapa provinsi itu meningkat dan sudah memasuki kemarau. ”Jangan sampai terlambat seperti tahun 2015,” katanya.

BNPB telah mengerahkan 12 helikopter water bombing dan dua pesawat hujan buatan sebagai upaya penanggulangan karhutla. Selain pemadaman darat dan udara, operasi penegakan hukum dan pelayanan kesehatan serta pemberdayaan masyarakat terus berjalan.

Untuk luasan hutan dan lahan terbakar, katanya, sampai Juni 2017 seluas 15.983 hektar, pada 2016 ada 438.000 dan 2,61 juta hektar pada 2015.

Berdasarkan data KLHK, dari luasan terbakar 2017, 5.922 hektar lahan gambut, 10.061 hektar mineral.

 

Revisi RKU dan lahan pengganti

Siti bilang, dalam perbaikan tata kelola, swasta sudah menunjukkan perbaikan, dengan menyiapkan revisi rencana kerja usaha HTI mereka.

Revisi RKU, katanya, merupakan konsekuensi bagi swasta dalam kebijakan perlindungan gambut, mengaju pada Peraturan Pemerintah dan aturan turunan peraturan menteri terkait pemulihan gambut.

Untuk revisi RKU akan disahkan Direktorat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, agar terlihat rotasi usaha dan kebutuhan lahan pengganti. ”Saya minta dalam waktu dua bulan sudah harus disiapkan, harus bersama-sama perusahaan. Duduk bareng, melihat bersama hal itu,” ucap Siti.

Menurut dia, sudah ada 70-80% RKU swasta masuk dan sedang pengecekan. ”Tinggal delapan atau 11 dari 96 konsesi,” katanya.

Nanti, swasta harus menyesuaikan dengan peta kesatuan hidrologis gambut dan peta fungsi ekosistem gambut. Selanjutnya, kebijakan ini pun akan diikuti lahan pengganti (land swap) bagi 40% area tanaman pokok dalam izin konsesi merupakan fungsi lindung.

Land swap ini alternatif terakhir. Yang penting  optimalisasi area izin mereka. Menurut catatan kami, area HTI efektif hanya 40%. Lainnya, fungsi lindung lokal dan ada yang konflik.”

Pemerintah, kata Siti,  sedang menyiapkan untuk penyelesaian konflik antara swasta dan masyarakat. Dia contohkan, masyarakat diberi hak pengelolaan perhutanan sosial dan hutan kemitraan dengan skema seimbang.

Terhitung revisi RKU disetujui, perusahaan mengajukan rencana pemulihan gambut. ”Misal mengajukan titik penaatan (muka air),” kata MR Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK.

Berdasarkan PP Nomor 57/2016, titik penaatan muka air tanah 0,4 meter di bawah permukaan gambut. Dalam peraturan Menteri Pertanian, masih boleh hingga 0,8 meter di bawah permukaan gambut. Perbedaan ini, kata Siti sudah didiskusikan dengan Menteri Pertanian agar ada penyesuaian dengan aturan terbaru.

”(Menteri Pertanian) setuju dan sinergi sudah bisa jalan.”

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,