Situs Warisan Dunia Masih Berstatus Bahaya, Bagaimana Nasib Leuser?

 

 

Sidang Komite Warisan Dunia ke-41 yang berlangsung Krakow, Polandia, pada 4 Juli 2017, tetap mempertahankan Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera (TRHS) dalam Daftar Bahaya karena tingginya kegiatan ilegal yang mengancam kelestarian wilayah tersebut.

Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC), Panut Hadisiswoyo setelah mengikuti sidang Komite Warisan Dunia tersebut mengatakan, banyaknya ancaman di TRHS, termasuk di ekosistem Leuser, membuat International Union for Conservation on Nature (IUNC) tetap mengusulkan sebagai Situs Warisan Dunia Dalam Bahaya (List of World Heritage in Danger). Kondisi yang telah berlangsung sejak 22 Juni 2011

“IUCN tetap mengusulkan seperti itu karena maraknya perambahan untuk perkebunan, illegal logging, perburuan, pembangunan jalan, termasuk rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di zona inti Leuser,” sebut Panut.

 

Baca: Akankah Tiga Taman Nasional Situs Warisan Dunia Ini Keluar dari Status Bahaya?

 

Dalam pidatonya di hadapan Komite World Heritage, Panut menyatakan, OIC bersama organisasi-organisasi nirlaba lainnya di Indonesia yang bekerja pada isu lingkungan, terus berusaha menyelamatkan hutan Sumatera. Juga, masyarakat yang tinggal di sekitarnya beserta satwa dan keanekaragaman hayati yang unik.

“Saya ingin mengingatkan semua orang, hutan hujan Sumatera, terutama ekosistem Leuser merupakan tempat terakhir di bumi sebagai habitat bersama orangutan, badak, harimau dan gajah sumatera, hidup bersama di alam liar,” ujarnya.

Panut menambahkan, Daftar Warisan Dunia Dalam Bahaya adalah alat ukur untuk melihat ancaman nyata yang terjadi. “Ini terlihat dengan adanya perambahan untuk perkebunan dan pemukiman ilegal, pembalakan liar, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, perusakan untuk industri termasuk rencana pembangunan pembangkit listrik panas bumi serta listrik tenaga air raksasa di Leuser,” ungkap Panut.

Kami akan terus bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk mengatasi ancaman yang terjadi terhadap kelestarian ekosistem Leuser. “Pemerintah diharapkan menegakkan hukum termasuk menindak pelaku kejahatan lingkungan, menghentikan perambahan, serta menghentikan pembangunan industri dan pengrusakan hutan,” sebut Panut yang meminta komunitas global mendukung Pemerintah Indonesia melindungi dan memulihkan kembali hutan Leuser yang telah rusak.

 

Perambahan yang terjadi untuk dijadikan kebun sawit di Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Komitmen

Duta Besar Indonesia untuk Unesco, Perancis, Andora dan Monako, Hotmangaradja M. P. Pandjaitan dalam sidang Komite Warisan Dunia itu mengatakan, Indonesia selalu menjunjung tinggi komitmen untuk menerapkan keputusan Komite Warisan Hutan Tropis di Sumatera.

“Pemerintah Indonesia juga terus melakukan berbagai upaya yang telah menunjukkan dampak positif, seperti menurunkan jumlah pemburuan satwa dan menindak tegas perambah dan aktivitas ilegal lain di dalam hutan hujan Sumatera.”

 

Baca: Foto: Perambahan yang Nyata di Kawasan Ekosistem Leuser

 

Pemerintah Indonesia, sambung Hotmangaradja, memperhatikan hasil Penilaian Lingkungan Strategis (SEA), dan sangat menyadari pilihan kebijakan yang disajikan di SEA untuk pembangunan jalan.

“Kami sedang menyusun peraturan tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Jalan Strategis di hutan konservasi. Tujuannya, sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan jalan di kawasan lindung untuk mengurangi dampak negatif pada integritas daerah, spesies kunci, dan kehilangan keanekaragaman hayati.”

Mengenai pemantauan spesies kunci, Pemerintah Indonesia telah menetapkan prioritas untuk meningkatkan jumlah spesies terancam sebesar 10% dari jumlah yang tercatat pada 2013 – 2014.

“Saat ini, populasi spesies kunci seperti harimau, gajah, badak, dan orangutan sumatera relatif stabil. Kegiatan lain dalam tindakan korektif juga dilakukan seperti pengelolaan habitat, kampanye kesadaran, patroli, penyelamatan satwa liar, rehabilitasi dan pelepasan.”

 

Sidang Komite Warisan Dunia di Polandia. Foto: Bartłomiej Banaszak, Narodowy Instytut Dziedzictwa

 

Dalam pertemuan tersebut Hotmangaradja juga mengklarifikasi tidak ada izin eksplorasi untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi di dalam situs warisan dunia atau di dalam zona inti ekosistem Leuser.

“Pemerintah Indonesia tidak pernah mengeluarkan izin eksplorasi energi panas bumi di dalam Situs Warisan Dunia di Sumatera,” sebut Hotmangaradja yang juga berharap Komite dan Badan Penasehat Warisan Dunia mengambil catatan positif upaya Indonesia, dan terus membantu Indonesia untuk mengeluarkan hutan hujan sumatera dari dari Daftar Warisan Dunia Dalam Bahaya.

 

Baca juga: Inilah Rekomendasi KLHS, Terhadap Rencana Pembangunan Jalan di Situs Warisan Dunia

 

Menanggapi ekosistem Leuser dan dua hutan hujan lainnya di Sumatera yang masih berstatus Warisan Dunia Dalam Bahaya, Manager Advokasi Walhi Aceh, M. Nasir mengatakan, Situs Warisan Dunia tersebut tidak akan dikeluarkan dari Status Dalam Bahaya jika Pemerintah Indonesia belum serius melakupan penyelamatan.

“Setiap saat, ancaman terhadap hutan Leuser terus terjadi dan pemerintah terkesan kurang peduli dengan upaya penegakan hukum.”

M. Nasir menambahkan, Pemerintah Indonesia harus berfikir ulang untuk  memberikan pernyataan bahwa yang melakukan perambahan dan berbagai kegiatan ilegal kehutanan lainnya di dalam ekosistem Leuser adalah masyarakat kecil atau miskin.

“Kami menemukan, ada juga oknum dan pengusaha yang  terlibat merambah hutan Leuser untuk perkebunan kelapa sawit. Sementara masyarakat lokal, hanya digaji,” tandasnya.

 

Ancaman pembukaan lahan di wilayah TNGL untuk dijadikan kebun jagung memang ada. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHS) atau Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera adalah julukan yang diberikan oleh Komite Warisan Dunia pada 2004 untuk tiga taman nasional ini. Adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang menerima penghargaan prestisius tersebut.

Tiga taman nasional ini ditetapkan sebagai warisan dunia karena alamnya yang luar biasa. Yaitu tempat berlangsungnya proses ekologi dan biologi dalam evolusi perkembangan ekosistem beserta keanekaragaman hayatinya yang mengagumkan.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,