Kampanye gemar makan ikan yang dilakukan Pemerintah Indonesia semakin serius dilakukan. Terakhir, kampanye dilakukan dengan menggelar lomba memasak ikan yang bertujuan untuk menjaring koki handal yang akan dipakai pada perayaan ulang tahun RI ke-72 nanti. Koki tersebut rencananya akan memasak makanan berbahan ikan untuk disajikan kepada Presiden RI Joko Widodo.
Kegiatan tersebut akan digelar mulai pertengahan Juli nanti di berbagai kota di Indonesia. Tidak main-main, penjaringan calon koki tersebut melibatkan langsung tiga kementerian yang ada, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pariwisata (Kemenpar), dan Kantor Staf Presiden (KSP).
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, selain bertujuan untuk mencari koki handal bagi Presiden RI, lomba masak yang digelar juga memiliki misi lain untuk mengampanyekan konsumsi makan ikan kepada masyarakat. Menurutnya, ikan adalah makanan yang mengandung gizi baik dan juga menjadi sumber protein.
Pernyataan Teten itu langsung diamini Menteri Kesehatan Nila F Moeloek. Menurut dia, dibandingkan dengan daging maupun protein hewani yang ada sekarang, ikan cenderung lebih baik kandungan yang ada di dalamnya.
“Kalau daging sapi, kan prosesnya butuh 2 hektar untuk 1 ekor sapi saat memelihara. Tapi kalau ikan? Kita tinggal panen saja di laut. Mudah dan bergizi,” ucap dia.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Nilanto Perbowo mengungkapkan, jenis ikan yang bisa diolah untuk diikutsertakan dalam lomba, haruslah ikan asli Indonesia yang ada di perairan Indonesia. Dia mencontohkan ikan-ikan tersebut seperti ikan yang bersirip dan ikan tidak bertulang belakang (cumi-cumi).
“Apapun itu, ikan yang baik adalah yang didapat dari hasil budidaya atau menangkap langsung di laut Indonesia,” tutur dia.
Konsumsi Rendah
Berkaitan dengan kampanye konsumsi ikan di masyarakat, Nilanto mengutarakan, saat ini minat masyarakat untuk mengolah dan mengonsumsi ikan sebagai menu utama dalam makanan sehari-hari, terbilang masih rendah. Untuk itu, perlu ditingkatkan melalui berbagai cara yang ada.
Menurut Nilanto, ikan sebagai sumber protein sangat relevan untuk mendukung program prioritas Pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Selain itu, ikan juga meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat berbasis pada kelautan dan perikanan.
“Jika konsumsi ikan nasional meningkat, ini dapat menjadi penghela industri perikanan nasional. Ini juga dapat meningkatkan produktivitas masyarakat dan mewujudkan kemandirian ekonomi untuk mendukung percepatan pembangunan industri perikanan nasional,” ungkap dia.
Nilanto mengungkapkan, dengan potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia sekarang, itu juga bisa dimanfaatkan untuk mendorong perluasan dan kesempatan kerja, serta meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan bagi masyarakat.
Untuk itu, perlu didorong minat masyarakat untuk mengonsumsi ikan hingga lebih memasyarakat. Salah satunya caranya, kata Nilanto, yaitu melalui program Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN) yang sudah dicanangkan oleh Presiden RI Megawati Soekarno Putri pada 4 April 2004.
“Gerakan ini untuk membangun kesadaran gizi individu maupun kolektif masyarakat agar gemar mengonsumsi ikan. Gerakan ini melibatkan seluruh komponen atau elemen bangsa. Ini bukan hanya menjadi tugas KKP saja, tetapi juga menjadi tugas seluruh komponen institusi, lembaga, dan masyarakat,” ucap dia.
Lebih lanjut Nilanto mengatakan, hingga saat ini Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi pada Balita yang tersebar di seluruh daerah. Berdasarkan Global Nutrition Report yang dirilis pada 2014, sebanyak 37,2 persen Balita mengalami pertumbuhan kerdil (stunting), 12,1 persen pertumbuhan kurang dari standar usianya (wasting) dan 11,9 persen mengalami kelebihan berat badan (overweight).
Gizi Anak
Sementara Kepala KSP Teten Masduki mengungkapkan, seharusnya semua pihak ikut terlibat dalam mendorong masyarakat untuk mengonsumsi ikan. Hal itu, karena dengan ikan, gizi anak-anak akan semakin baik dan itu akan memperbaiki pertumbuhan fisik anak-anak di masa mendatang.
“Tingginya angka (anak yang mengalami) stunting harus segera diselesaikan karena akan menjadi beban negara. Kalau kami ke daerah, selalu bertemu anak-anak kurus-kurus, pendek-pendek. Sudah kelas 6, tapi (badannya) kecil,” ungkap dia.
Menurut Teten, jika permasalahan kekurangan gizi bisa diselesaikan melalui Gemarikan, maka angka angka anak dengan stunting juga akan selesai. Jika itu terjadi, maka pada 2030 mendatang Indonesia akan memiliki generasi muda yang sangat produktif.
“Keadaannya sekarang terbalik, angka stunting tinggi yang akan menjadi beban negara. Karena itu, gerakan kesehatan masyarakat dalam hal ini memperbaiki konsumsi gizi lewat makan ikan saya kira menjadi hal yang sangat penting,” terang dia.
Karena masih rendahnya minat masyarakat untuk mengonsumsi ikan, Teten meminta semua pihak untuk ikut terlibat dalam mempopulerkan gerakan makan ikan. Jangan sampai, gara-gara ikan belum memasyarakat, konsumsi gizi banyak tergantung pada daging merah.
“Kita ini sekarang mengimpor 1,73 juta ekor sapi per tahun. Pada 2019 kita butuh 4 juta ekor sapi untuk memenuhi kebutuhn konsumsi protein kita. Untuk bisa memenuhi 4 juta ekor sapi per tahun, kita harus mempunyai indukan sebesar 20 juta indukan,” ungkap dia.
Target 2019
Lebih jauh Teten Masduki menjelaskan, melihat masih kurangnya minat masyarakat dalam mengonsumsi ikan, Indonesia menargetkan pada 2019 konsumsi ikan di masyarakat sudah mencapai 54 kg per kapita. Target itu, terutama dibebankan kepada masyarakat di Pulau Jawa yang masih sangat rendah konsumsi ikan.
“Di Jawa konsumsi ikan masih 32 kg per kapita, kalau di Sumatera dan Kalimantan jauh lebih baik, antara 32 sampai 43 kg per kapita per tahun. Di (Indonesia bagian) Timur 40 kg per tahun. Jadi kita sudah tahu di mana kampanye gerakan makan ikan ini harus ditingkatkan,” papar dia.
Untuk bisa mewujudkan target Pemerintah Pusat, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merangkul ibu-ibu rumah tangga. Hal itu diusulkan Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto.
Menurut dia, ibu rumah tangga dalam keseharian selalu memegang peranan penting dalam memilih dan mengolah bahan makanan yang akan disajikan sebagai bahan santapan keluarga. Karena itu, dia meminta ibu-ibu rumah tangga di seluruh Indonesia untuk mengurangi konsumsi makanan berbahan dasar impor.
“Kita mengajak ibu-ibu untuk menyajikan menu makanan ikan di rumahnya. Tahu misalnya, perlu kita kurangi karena itu komponen impornya 99 persen. Makan kecap, kecap itu juga impor. Jadi budaya ini harus kita mulai dari ibu-ibu,” kata dia.
Selain mengonsumi ikan, Rifky mengajak ibu-ibu rumah tangga untuk bisa kreatif mengolah makanan dari bahan ikan. Dengan demikian, anggota keluarga yang mengonsumsi ikan tidak akan merasa bosan dan justru akan semakin tinggi minatnya.
“Mari kita ciptakan menu-menu baru. Ikan itu kalau di rumah biasanya hanya digoreng, maka ayo kita ciptakan menu-menu baru yang membuat resep ikan bervariasi. Di Jambi dan Riau misalnya, itu masakan ikan variannya luar biasa, juga di Lubuk Linggau, Bengkulu, Palembang,” imbuh dia.
Menurut Rifky, kreasi seperti itu yang perlu didorong di Pulau Jawa yang konsumsi ikannya paling rendah, di mana hampir 60 persen atau 250 juta penduduk Indonesia berada.
“Pemerintah daerah juga diharapkan secara rutin datangkan ahli gizi ke sekolah-sekolah. Ajarkan manfaat dan pengolahan ikan-ikan, boleh lele, bandeng, patin, nila, atau ikan mas, atau boleh apa saja, yang penting ikan,” tandas Rifky.