Tekan Emisi, Pemerintah Sedang Susun Kebijakan Mobil Listrik

 

 

Presiden Joko Widodo memberi instruksi, pemerintah akan mendukung pengembangan mobil listrik. Ia salah satu upaya mengurangi emisi karbon demi mencapai target bauran energi 23% pada 2025. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menggodok aturan terkait.

“Kemenkeu juga sudah beberapa kali diskusi dengan kita bagaimana menunjang lingkungan lebih hijau dan bersih,” kata Ignasius Jonan, Menteri ESDM, di sela-sela acara Powering Indonesia 2017 di Jakarta, Rabu (19/6/17).

Instruksi ini, katanya,  akan diartikulasikan dalam bentuk peraturan presiden (perpres) yang mengatur semua hal berkaitan dengan negara menerima mobil listrik sebagai salah satu cara mewujudkan target bauran energi.  “Transportasi juga besar perannya,” ucap Jonan.

Saat ini, katanya, tim belum bisa membeberkan aturan apa saja yang karena draf perpres masih proses. “Sudah hampir final, kami konsultasikan ke bapak presiden.”

Yang jelas, katanya, perpres direncanakan akan meringankan pajak yang dikenakan terhadap industri mobil ramah lingkungan ini. Kebijakan fiskal Indonesia saat ini dinilai belum berpihak pada industri ini.

“Kalau mobil listrik, misal, Tesla seri paling besar seperti di Hong Kong masuk Indonesia, dengan kebijakan fiskal sama kayak sekarang harga bisa Rp2 miliar atau lebih. Ya, nggak ada yang beli,” katanya.

Untuk itu,  pemerintah akan menyusun kebijakan terlebih dahulu sebelum menentukan pabrik atau produksi mobil. “Kebijakan mobil listrik dulu. Kalau mau bikin pabrik itu (bagian) Kementerian Perindustrian. Kalau bisa dalam negeri saya sangat mendukung.”

Mengenai pengisian daya, Jonan merencanakan dengan sistem penggantian baterai di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU). “Kalau ngecas langsung kelamaan. Paling advance batrai dilepas, ganti di SPBU lalu bayar.”

Meski sempat diragukan karena program serupa, angkutan berbahan bakar gas tak berjalan optimal, Jonan optimistis dengan sistem bisnis dan kewajiban pembangunan listrik station yang bekerjasama dengan PLN, bisa lancar.

“Kalau ini berhasil, penggunaan LPG akan hemat, impor akan turun, impor BBM akan turun.”

Sebelumnya,  dalam Perpres No 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dinyatakan sektor transportasi pemerintah akan mengembangkan kendaraan bertenaga listrik (hybrid) pada 2025 sebesar 2.200 roda empat dan 2,1 juta roda dua.

Dalam perpres juga disebutkan, pemerintah akan menyiapkan kebijakan pemanfaatan kendaraan bermotor berbahan bakar bensin dan ethanol (flexi-fuel engine). Juga menyusun kebijakan insentif fiskal untuk produksi mobil atau motor listrik bagi pabrikan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Dalam RUEN juga dinyatakan pemerintah akan menyusun peta jalan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) pada transportasi baik transportasi darat, laut, udara dan kereta api sampai 2050.

Bukan kali pertama pemerintah mencanangkan penggunaan mobil listrik. Pada 2013, pemerintah pernah menargetkan produksi mobil listrik masal hingga 10.000 unit.

Namun menurut Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) saat itu Marzan A Iskandar, rencana terganjal kesulitan pengisian daya tahan baterai.

BPPT juga sempat mengusulkan penggunaan mobil listrik menggunakan pantograph-kawat listrik di bagian atap mobil, namun tanpa rel.

 

 

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,