Puluhan Pulau Buatan Disiapkan untuk Orangutan, Tujuannya?

 

 

Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Samboja Lestari, Kalimantan Timur, telah menambah dua pulau buatan untuk pra-pelepasliaran orangutan. Total, sembilan pulau buatan sudah membentang di area Samboja Lestari, dengan luasan yang berbeda. Apa tujuannya?

Manager Program BOSF Samboja Lestari, Agus Irwanto mengatakan, selama ini pihaknya hanya mengandalkan tujuh pulau untuk pra-pelepasliaran orangutan. Pulau-pulau itu difungsikan sebagai tempat latihan orangutan yatim piatu yang telah dididik dan dibesarkan di Samboja Lestari.

“Mereka magang di hutan, di pulau buatan sebelum dilepasliarkan ke belantara Kehje Sewen, Kutai Timur. Tujuh pulau berada di kawasan utama Samboja Lestari, sedangkan pulau kedelapan dan sembilan agak jauh letaknya,” jelasnya baru-baru ini.

 

Baca: Bahagia Romeo yang Mendapatkan Kembali Kebebasannya

 

Hadirnya dua pulau baru tersebut, dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan orangutan. Seperti, kegiatan pra-pelepasliaran orangutan yang telah menempuh Sekolah Hutan 1 dan 2, juga untuk latihan pra-pelepasliaran orangutan yang puluhan tahun hidup di kandang. Dua pulau ini dipisahkan sungai sedalam 2 hingga 5 meter, sehingga tidak memungkinkan orangutan menyeberang.

“Luas Samboja Lestari keseluruhan 1.800 hektare, yang 20 persen digunakan untuk fasilitas rehabilitasi. Tidak semua areanya bisa dijadikan pulau-pulau buatan, karena harus ada sumber air untuk mengairi sungai,” sebutnya.

 

Perjalanan yang tidak mudah menuju lokasi pelepasliaran orangutan di Hutan Kehje Sewen. Foto: BOSF-RHOI 2017

 

Luas pulau delapan dan sembilan, kata Agus, berbeda. Pulau delapan sekitar 3,08 hektare dan pulau sembilan 3,9 hektare. Di pulau itu, nantinya akan dipasang pagar listrik dan dibuat kanal air. “Fungsinya sama, tempat pra-pelepasliaran.”

Menipisnya daya dukung lingkungan, menjadikan pulau buatan sebagai pilihan utama BOSF dalam proses penyelamatan dan pelepasliaran orangutan. Meski BOSF memiliki Hutan Kehje Sewen yang dikelola PT. RHOI di Kutai Timur, Kalimantan Timur, namun orangutan tidak bisa langsung dilepasliarkan begitu saja. Ada proses magang, yang memerlukan pulau-pulau buatan. Tujuannnya, agar orangutan bisa bertahan hidup di alam liar, nantinya.

“Bila ditanya cukup apa tidak, hutan yang ada sekarang, jawabannya pasti tidak. Tidak semua hutan bisa digunakan sebagai tempat pelepasliaran orangutan. Kita masih berjuang, untuk mendapatkan hutan lagi.”

Saat ini, masih ada dua pulau dalam proses pembuatan, yakni pulau sepuluh dan sebelas. Dua pulau ini termasuk pulau besar dengan kapasitas besar pula. Biaya yang diperlukan untuk pembuatan empat pulau baru tersebut berkisar Rp1,3 miliar. Dana didapatkan dari pendonor asing, yang membantu mencarikan solusi kelangsungan hidup orangutan. “Jumlah itu tidak sedikit, tapi kita kembalikan lagi fungsinya, untuk orangutan dan kelestarian hutan yang dibutuhkan manusia,” ujarnya.

 

Saat ini, sekitar 75 individu orangutan telah dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen. Foto: BOSF-RHOI 2017

 

Hutan

Penyediaan pulau-pulau baru tersebut sekaligus mendukung cita-cita BOSF sebagai lembaga konservasi terkecil di dunia. CEO BOSF, Jamartin Sihite mengatakan, fakta yang ada saat ini, BOSF merupakan yayasan orangutan terbesar di dunia. Dengan pembuatan puluhan pulau baru, pihaknya bisa segera mengeluarkan orangutan-orangutan yang hidup tahunan di kandang.

“Kita bayangkan saja, duduk makan tidur di kandang hingga puluhan tahun. Orangutan hidupnya harus di hutan, target BOSF semua orangutan keluar kandang. Semuanya dilepasliarkan,” sebutnya.

Selama ini, lanjut Jamartin, penyelamatan orangutan hanya fokus pada tempat baru yang layak di sebuah yayasan konservasi. Sehingga, banyak yang beranggapan tempat paling aman adalah pusat rehabilitasi. Padahal tidak, tempat paling layak untuk satwa liar adalah habitat aslinya, hutan.

“Namun, hutan kita tidak semua bisa digunakan. Kami saja bingung mau cari kemana lagi. Padahal, orangutan yang berada di kandang rehabilitasi harus dilepasliarkan kembali,” jelas Jamartin.

 

Hidup orangutan memang di hutan, habitat alaminya. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Pada 11 Juli 2017, delapan orangutan alumni Sekolah Hutan, dipindahkan ke pulau delapan. Mereka dimasukkan ke dalam kandang kecil dan diangkut melalui perahu. Otomatis, delapan individu tersebut terdaftar sebagai calon orangutan yang bakal dilepaskan. Proses pemindahan yang sekaligus peresmian pulau ini, disaksikan Kepala Balai KSDA Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa, dan Kepala Project dan Partner Relations BOSF Internasional, Elisabeth Labes.

Tidak hanya memindahkan delapan individu orangutan, BOSF Samboja Lestari juga telah memulangkan tujuh orangutan ke habitat aslinya, Hutan Kehje Sewen, pada 13 Juli 2017. Ketujuh orangutan tersebut, terdiri 3 jantan dan 4 betina. Mereka semua dinilai telah menyelesaikan proses rehabilitasi yang panjang melalui sistem Sekolah Hutan dan tahap pra-pelepasliaran.

Ketujuh orangutan tersebut diberangkatkan melalui jalur darat dari Samboja Lestari menuju Hutan Kehje Sewen. Selama perjalanan 20 jam itu, tim berhenti setiap dua jam untuk memberi makan dan minum, serta memeriksa kesehatan semua orangutan. Hingga kini, sudah 75 individu orangutan yang dilepasliarkan di Kehje Sewen.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,