Akhirnya Perpanjangan Inpres Moratorium Izin Hutan Keluar

 

Setelah tertunda sekitar dua bulan, akhirnya Presiden Joko Widodo, pada 17 Juli 2017, menandatangani Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2017 soal penundaan dan penyempurnaan tata kelola pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut.

Aturan ini merupakan perpanjangan tunda sementara (moratorium) izin hutan dan lahan yang sudah berjalan enam tahun, dengan perpanjangan setiap dua tahun. Tak banyak berubah dari Inpres sebelumnya–yang keluar Mei 2015.

Dalam aturan ini presiden memberikan instruksi hal-hal yang harus dilakukan oleh lima menteri/kepala badan dan pemerntah daerah. Yakni, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Menteri Pertanian, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Lalu, Kepala Badan Informasi Spasial, para gubernur, bupati dan walikota.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, meskipun kementerian ini bersinggungan dengan penggunaan hutan dan lahan, tetapi tak masuk.

Zenzi Suhadi, dari Walhi Nasional kepada Mongabay, mengatakan, Inpres moratorium perpanjangan ini, sesungguhnya belum mempunyai semangat menyelamatkan hutan. “Basisnya masih administrasi perizinan, bukan menghentikan kayu tumbang,” katanya Senin (24/7/17).

Dia bilang, kebijakan moratorium Jokowi tak beda dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Moratorium, katanya, masih kamuflase dari kejahatan kehutanan sesungguhnya.

Betapa tidak, izin prinsip masih boleh jadi eksploitasi, izin merusak hutan masih boleh perpanjang. Padahal, kata Zenzi,  masalah sesungguhnya tata kelola hutan di Indonesia adalah korporasi rakus bisa legal peroleh izin merusak.

Dia juga khawatir, dalam dua bulan kosong aturan, antara Mei-Juli 2017,  kemungkinan terjadi penerbitan izin sangat terbuka. “Tetapi kita belum melakukan pengecekan lapangan.”

 

Hutan di Batang Hulu, Batang Sangir, Kecamatan Sangir, Solok Selatan, rusak dampak aktivitas tambang emas ilegal. Tambang juga bagian dari pengguna hutan dan lahan, mengapa tak kementerian ini tak masuk dalam Inpres? Foto: Vinolia

 

Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan menyayangkan, konten inpres hanya copy-paste sebelumnya tanpa ada penguatan signifikan.

Komitmen pemerintah memperbaiki tata kelola hutan dan lahan kembali dipertanyakan. Apalagi, katanya, ada kekosongan waktu sektar dua bulan sebelum penandatanganan aturan ini Dia khawatir kalau keluar izin-izin baru masa itu.

Dia mengatakan, posisi perpanjangan Inpres keempat kali ini tak bisa disamakan dengan tiga sebelumnya. Kini, katanya, perlu penguatan dan evaluasi. ”Misal, perintah pada Kementerian Dalam Negeri, publik belum pernah mendengar evaluasi pihak terkait,” katanya.

Kemendagri, katanya, tak pernah pengawasan. Koalisi Organisasi Masyarakat  Sipil, menemukan indikasi izin-izin keluar pada hutan alam Papua.  ”Aturan ini tak akan jalan, hanya menambah deret hitung kebijakan.”

Dia juga menyayangkan, Menteri ESDM tak masuk dalam bagian instruksi presiden ini.

Selain itu, upaya kolaboratif penyusunan inpres, katanya,  belum dilakukan dan aturan tak akan efektif. Dia contohkan, berkolaborasi dengan pihak terkait, seperti organisasi masyarakat sipil, tak ada.

Dalam konteks penyelamatan hutan, kata Teguh, perlu ada evaluasi atas aturan sebelumnya, hingga isi tak sama tetapi ada unsur penguatan.

Begitu juga pada tingkatan evaluasi perizinan. Tanpa ada hal itu, program presiden akan terhambat dan kerugian negara makin besar karena banyak tindakan koruptif pada tingkat perizinan.

Presiden, katanya, tak melihat sisi strategis kebijakan ini. Padahal, perizinan dan pemetaan terkait hutan lintas sektoral, ada peta tanah obyek reforma agraria, peta restorasi gambut, dan lain-lain. “Padahal moratorium bisa menjadi panglima dalam mengatur alokasi ruang itu,” katanya.

Seharusnya, kata Teguh, rencana aksi terintegrasi menjadi langkah menuju tata kelola kehutanan di Indonesia, baik daerah, pembangunan infrastruktur, perkebunan dan pertambangan dan lain-lain.

Syahrul Fitra, peneliti dari Yayasan Auriga, mengapresiasi ada inpres ini.  ”Setidaknya pemerintah memiliki itikad baik menunda pemberian izin. Meski, sepertinya tak ada dampak signifikan, masih sama seperti tahun sebelumnya.”

Kendati demikian, katanya, masih ada pekerjaan rumah harus diselesaikan pemerintah, seperti percepatan pengukuhan kawasan hutan berdasarkan fungsi dan status, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6/2007.

 

Inpres Moratorium Izin Hutan dan Lahan Gambut 2017

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,