Kamis malam (13/07/2017), suasana panik mengusik ketenangan warga Rusunawa Romokalisari, Surabaya, Jawa Timur. Aroma mirip gas LPG yang tercium menyengat hidung, membuat mereka bergegas memeriksa ruangnya masing-masing. Mereka khawatir ada tabung gas yang bocor.
Ternyata, bukan itu sumber masalahnya. Sekitar 200 meter dari Rusunawa, warga melihat sebuah truk kontainer baru saja membuang limbah. Juga, sebuah mobil putih yang mengawal, memastikan misi itu benar-benar tuntas.
Kecemasan berlanjut. Tiba-tiba, warga merasakan kepala pusing, mual, dan mata perih. Sebanyak 10 orang bahkan harus dilarikan ke rumah sakit. Sementara, ratusan lainnya bergegas pergi, meninggalkan bangunan itu untuk sementara waktu.
“Saya membantu tiga ibu hamil, mereka pingsan. Banyak anak yang mengeluh matanya perih,” terang Dewi Widiowati, warga Rusunawa, ketika ditemui Mongabay, Selasa (18/07/2017).
Namun, beberapa jam setelah membantu, kondisi fisik Dewi juga melemah. Wanita itu merasakan gejala yang begitu menyiksa: mata kunang-kunang, leher seperti dicekik, dan kepala pusing. Dewi pingsan di motor, ketika hendak dievakuasi menuju masjid terdekat, posko sementara.
“Dokter bilang creatine saya naik,” terangnya menceritakan kejadian malam itu.
Di lokasi kejadian, warga langsung mencegat dua kendaraan tadi, supaya tidak kabur sebelum mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pembagian tugas dilakukan, ada yang menghubungi polisi, ada yang memastikan pelaku tidak kabur, dan ada yang menenangkan massa agar tidak main hakim sendiri.
Para pelaku yang panik didatangi warga tak bisa ke mana-mana. Bahkan, 2 dari 4 pelaku itu mengunci diri dalam mobil putih. Mereka baru keluar ketika aparat kepolisian tiba di lokasi, Jumat dini hari (14/07/2017).
Ketika ditanya warga, mereka bilang, “buang limbah durian busuk,” demikian ditirukan Eko Santoso, warga Rusun yang malam itu berada di lokasi kejadian.
Namun, keterangan para pelaku segera dibantah Shinto Silitonga, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya. Menurut dia, limbah yang dibuang sembarangan itu, berbentuk oil emulsion yang mengandung polyaromatic hydrocarbon dan toluene. Dampak jangka panjang dari zat-zat tersebut berpotensi memicu kanker. Sedangkan volatile yang menimbulkan bau menyengat, membuat mata perih dan gejala sesak nafas.
Limbah tersebut hasil impor dari Korea Selatan. Sebelum dibuang di Romokalisari, sebanyak empat kontainer limbah cair itu diletakkan di terminal Teluk Lamong. Masing-masing kontainer berukuran 20 kaki, yang disimpan dalam tandon plastik bermuatan 20 ton.
Dari terminal, empat kontainer kemudian dibawa ke depo Indra Jaya Swastika, di jalan Kalianak. Kamis malam (13/07/2017), satu kontainer digerakkan menuju Romokalisari, dan berhenti tepat di sebuah jembatan. Di sini, mereka membuang limahnya, yang mengucur deras ke Kali Lamong. Aksi itu berlangsung mulai pukul 19.00 hingga 21.00 WIB.
Karena ulahnya itu, tiga pelaku langsung ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah MF, orang yang diduga menerima limbah, serta HS dan SE, dua orang yang ditugaskan mencari lokasi pembuangan. Sedangkan, KD, supir kontainer, hanya diperiksa sebagai saksi.
Kepada aparat kepolisian, tersangka MF mengaku baru sekali membuang limbah di lokasi tersebut. Dari aksinya, ia mendapat upah sebesar 3 juta Rupiah. Aparat kepolisian juga menerima informasi, seorang tersangka bernisial SR, bertanggung jawab atas impor limbah ini.
SR dalam pengejaran. Ia disinyalir menerima limbah melalui sebuah perusahaan di Bekasi. Namun, aparat menduga, tersangka berinisial SR merupakan nama fiktif. Sebab, setelah alamatnya ditelusuri, tidak ada nama yang sesuai.
“Kami masih mendalami keterangan tersangka,” ujar Shinto Silitonga, Jumat (14/7/2017). “Untuk mengungkap kasus ini, kami akan bekerja sama dengan Bea Cukai, Dinas Lingkungan Hidup, serta Ditreskrimsus Polda Jatim.”
**
Dua ambulance Dinas Kesehatan terparkir di kompleks Rusunawa Romokalisari. Salah satu ruangan di Rusunawa ini memang dijadikan pos kesehatan. Warga datang ke sana untuk sekadar memeriksakan diri atau mengeluhkan kesehatannya.
Hari itu, dr. Ana, dari Puskesmas Asemrowo, melayani dengan ramah. Sesekali ia menanyakan peristiwa yang berdampak pada ratusan warga. Ia sempat terkejut, karena berdasarkan pengakuan warga, aroma limbah masih tercium hingga beberapa hari setelah kejadian.
“Kami dari puskesmas, gantian berjaga,” terangnya ketika diwawancarai Mongabay, Selasa siang (18/7/2017).
Sejak Sabtu (15/7/2017), pos kesehatan dibuka untuk melayani warga. Bahkan, Sabtu dan Minggu, pos buka 24 jam. “Pemeriksaan dilakukan sesuai keluhan warga. Sebelum jadwal saya, rata-rata warga mengeluh sesak nafas.”
Saat itu, ada pasien yang dilayani, namanya Ana juga. Dalam pemeriksaan, Ana mengaku terkejut karena tekanan darahnya lebih tinggi dari biasa. “Selama ini, darah saya tidak pernah 130. Sejak kejadian limbah itu.”
Ana memang menyaksikan langsung pembuangan limbah ke sungai. Tapi, ia tidak begitu menanggapi. “Saya tidur, karena sudah pusing duluan. Tapi, saya tidak masuk rumah sakit,” ujarnya.
Dampak limbah berbahaya itu, menurut Ana, masih terasa hingga beberapa hari. Terutama di jembatan. “Badan anak saya langsung merah setelah menghirup aroma racun itu.”
Sejak Kamis malam, Pemkot Surabaya berinisiatif mengevakuasi korban terdampak limbah ke Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada. Mereka juga mengerahkan Dinas Pemadam Kebakaran untuk melakukan penyemprotan sisa limbah.
“Sedangkan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, telah mengambil sampel untuk diujikan di laboratorium, mencari tahu kandungan zat pencemar itu,” terang City Mangezong, Kasi Pengawasan dan Penataan Hukum Lingkungan Hidup DLH Kota Surabaya.
Hingga Senin (17/7/2017), DLH Surabaya telah mengambil delapan sampel. Menurut mereka, bau di air mulai berkurang dan kadar oksigen mengalami peningkatan. Di salah satu tambak warga, kadar oksigen mencapai 4,7 mg per liter. Sedangkan di lokasi pembuangan limbah, hanya 2,4 mg per liter.
“Kadar oksigen yang mencapai nilai aman untuk perikanan minimal 3 mg per liter,” kata City, seperti dikutip dari situs resmi Pemerintah Kota Surabaya.
Pihaknya berjanji akan terus memantau dampak yang ditimbulkan limbah berbahaya tersebut, hingga kondisi oksigen kembali normal. DLH Surabaya akan berkoordinasi dengan Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya KLHK untuk penanganan kasus ini.
Terkait sanksi hukum, pihaknya akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian. Dia berharap, pelaku dijerat sanksi pidana. “Dampak yang ditimbulkan sangat merugikan warga Surabaya, khususnya Rusunawa Romokalisari,” kata City.
**
Eko Santoso menunjuk jembatan yang menjadi tempat pembuangan limbah. Kami melintasi tanah lapang, dan berjalan sekitar 200 meter dari Rusunawa. Jembatan ini merupakan akses utama menuju Rusunawa. Di bawahnya, mengalir Kali Lamong. “Dari jembatan ini mereka buang limbah ke sungai,” kata Eko.
Dia mempersilakan saya mendekati pagar jembatan. Namun, dalam beberapa langkah, nafas saya seperti terputus. Sisa aroma limbah mengganggu hidung. “Baunya masih tajam, mas,” seru saya.
Eko memberikan masker untuk meredam aroma menyengat itu. “Saya driver ojek online, jadi selalu sedia masker. Silakan pakai,” ujarnya.
Saya langsung mengenakan. Sia-sia, bau limbah tetap menembus pori-pori masker.
“Ini sudah berapa hari. Bayangkan aromanya tepat di hari kejadian,” kata Eko.
Herry Suprianto, Ketua Paguyuban Rusunawa menambahkan, warga sekitar memang mengharapkan keadilan dari pemerintah. Karena perbuatan para pelaku, sampai hari ini, warga resah akan kesehatan mereka.
“Warga berharap adanya kompensasi. Itu nanti yang akan kami teruskan pada pemerintah maupun pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pembuangan limbah ini.”
Berdasarkan informasi yang dia terima, Polda Jatim pihak masih mencari tersangka lain. Herry berharap, semua pelaku bisa ditangkap dan diproses sesuai aturan yang berlaku. “Untuk kompensasi, kami tunggu bosnya tertangkap. Ini baru pion-pionnya.”
Karena aksi buang limbah sembarangan itu, sebagian warga Rusun yang berprofesi sebagai pencari ikan, kerang dan kepiting, tidak berani menjalankan profesinya. “Polda sempat ambil sampel. Katanya, lumpur di dasar sungai, baunya sangat menyengat. Saran mereka, jangan cari kepiting lagi, karena terkontaminasi racun.”
Herry berharap, pemerintah kota maupun provinsi memberikan bantuan pada warga. Pihaknya juga berharap, pemerintah turun langsung dan melihat penderitaan yang mereka rasakan. “Secara psikologis, warga bertambah susah, karena sebagian besar mereka merupakan korban gusuran. Akibat limbah ini, pekerjaan mereka makin tidak menentu. Kami tidak ingin warga makin menderita. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga,” pungkasnya.