Tetap Waspada Karhutla, BMKG: Puncak Kemarau sampai September

 

Kebakaran hutan dan lahan kembali  datang melanda beberapa daerah terutama di Sumatera, seperti Aceh, Riau dan Sumatera Selatan. Lima provinsi telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan, yakni, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Kabupaten Aceh Barat, baru penetapan status siaga sejak Selasa (26/7/17). BMKG mengimbau, tetap waspada karhutla karena puncak kemarau berlangsung Juli-September.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, kepada Mongabay mengatakan, dengan penetapan status ini, akan ada koordinasi satgas terpadu setiap provinsi untuk penanganan karhutla, baik satgas darat, udara, pelayanan kesehatan, penegakan hukum dan satgas sosialisasi.

”Hari ini (27/7/17) di Kalteng sedang rapat koordinasi karhutla untuk membicarakan status darurat karhutla,” katanya.

Sedangkan, Kabupaten Aceh Barat, menyusul penetapan siaga darurat mengingat kebakaran terjadi sejak Selasa lalu (26/7/17).

Sutopo bilang, upaya preventif terus dilakukan, tetapi karena terbatas sarana dan prasarana dan luas wilayah yang harus dijaga menyebabkan karhutla masih terjadi di beberapa daerah.

Dia mengimbau, masyarakat tak membakar hutan dan lahan karena cuaca kering hingga mudah memicu kebakaran. Karhutla ini, katanya, dominan karena faktor manusia yang membakar.

”Semua unsur masyarakat diimbau menjaga wilayah agar tak ada yang membakar,” katanya.

Selama 2017, luas hutan dan lahan terbakar di Riau mencapai 548,72 hektar, Kabupaten Aceh Barat 69 hektar didominasi lahan gambut.

Hingga kini, BNPB telah mengerahkan 18 helikopter pemboman air (water bombing) dan 68,4 ton bahan semai natrium chloride yang disebarkan pesawat Casa-212 ke dalam awan-awan potensial.

Penyebaran helikopter, katanya, di Riau (5), Sumatera Selatan (5), Kalimantan Barat (4), Jambi (2) dan Aceh (2).

Berdasarkan peta potensi kemudahan kebakaran ditinjau dari analisa parameter cuaca BMKG menunjukkan, beberapa wilayah rentan terjadi kebakaran, yakni Sumatera Utara, Aceh, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hampir seluruh Kalimantan, Sulawesi Utara.

 

Terus waspada

Yunus Subagyo Swarinoto, Deputi Bidang Meteorologi mengatakan, kemunculan titik panas  dan kabut asap masih perlu diwaspadai.

Berdasarkan peta potensi kemudahan kebakaran ditinjau dari unsur cuaca masih menunjukkan sangat mudah kebakaran.

”Walaupun begitu, kondisi cuaca tak akan menyebabkan kebakaran jika tak ada faktor manusia membakar,” katanya.

Prediksi BMKG, titik panas akan meningkat seiring kemarau pada sebagian besar wilayah Indonesia. Potensi hujan lebat terjadi di sebagian Sulawesi dan laut Jawa.

BMKG mengimbau masyarakat tetap waspada namun tak perlu terlalu cemas dan selalu mengikuti informasi terbaru BMKG.

Hary Tirto Djatmiko, Kepala Bagian Humas BMKG menyebutkan saat ini Indonesia sedang berada di puncak kemarau, Juli-September.

 

Kebakaran lahan gambut di Sumatera. Foto: BNPB/Mongabay Indonesia

 

Kendati demikian, tahun ini masih ambang normal, hingga masa transisi musim kemarau ke hujan diprediksi terjadi antara September hingga November.

Berdasarkan pantauan BMKG, hotspot per provinsi 10 hari terakhir ini dengan tingkat kepercayaan tinggi (81-100%), yakni, Aceh (32), Sumatera Barat (12), Sumatera Utara dan NTT (11). Sisanya 0-7 hotspot.

Bersama BNPB, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengupayakan pemadaman, sosialisasi, dan patroli terpadu terus secara intensif oleh Tim Terpadu Satgas Karhutla.

Satgas Karhutla juga terus memantau muncul titik panas (groundcheck hotspot) yang berpotensi menimbulkan karhutla.

 

KLHK segel lahan terbakar

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administratif Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK menemukan ada indikasi pembakaran lahan disengaja di areal konsesi HTI PT RRP di Kabupaten Bengkalis, Riau. Ia dalam KHG Sungai Bunut Batang Umban berupa gambut non kubah di Kecamatan  Mandau, Bengkalis.

”Tim Gakkum KLHK langsung pengecekan, luasan mencapai 22.930 hektar,” katanya.

Meski demikian, izin konsesi sudah dicabut sesuai hasil putusan pengadilan karena ada sengketa dengan masyarakat dan jadi areal terbuka. Kini, areal ini masuk moratorium, hingga tak boleh ada izin atau aktifitas disitu.

”Pembakaran lahan itu masif dan profesional karena mengolahnya terlihat menggunakan perhitungan arah angin.”

Tak hanya upaya pemadaman, tim pun menyegel (police line), dan akan memproses sesuai perundangan berlaku.

Berdasarkan laporan tim lapangan, makin banyak perambahan sawit disana.  “Sawit ilegal marak di lokasi itu. Kami akan cek perusahaan mana yang menerima pasokan sawit ilegal, dan akan diumumkan rantai pasokan ke public,” katanya.

Begitu juga soal pembakaran gambut, KLHK akan cek rantai pasokan hingga pemain besar bisa kena pidana.

 

Diteksi dini

Terpisah Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB menekankan, perlu ada kajian ilmiah untuk pencegahan dan penanganan pasca kebakaran. Selama ini, penelitian berdasarkan kajian ilmiah belum tersosialisasikan dengan baik.

”Kami melakukan penelitian dengan memasukkan kajian-kajian dalam early warning system (EWS) untuk dapat disosialisasikan kepada publik,” katanya, usai peluncuran Fire Resource Management Center Southeast Asia Region di Jakarta, beberapa pekan lalu.

Fire Management Resource Center ASEAN ini menjadi sebuah lembaga yang menjembatani antara publik dengan peneliti, dimana tujuan utama agar publik mendapat informasi jelas berdasarkan kajian ilmiah.

Di center ini berisikan para pakar independen kebakaran di Indonesia yang berpusat di IPB. Lembaga ini dimulai dari Indonesia yang mewakili Asia Tenggara.

Bambang, juga menjadi pengelola FMRC-SEA mengatakan, perlu ada penguatan EWS dalam karhutla. Lembaga yang bekerjasama dengan Jerman ini memiliki teknik baru yang teruji untuk teraplikasi dengan sistem yang ada. ”Kita membuat peta firerisk, bisa menggunakan infrared, radar dan lain-lain.”

Jika selama ini pemantauan hanya pagi dan siang, Senin-Jumat saja, melalui lembaga ini akan penuh selama 24×7 jam. Lembaga ini akan bekerjasama dengan desa peduli gambut Badan Restorasi Gambut untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pencegahan karhutla.

 

Satgas tengah memadamkan api di Sumsel. Foto: KLHK/Mongabay Indonesia

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,