Rika Safira, Komandan Pelepasliaran Orangutan di Kehje Sewen

 

 

Banyak yang bertanya, kenapa dia memilih pekerjaan yang tak biasa dilakukan perempuan. Kerap keluar masuk hutan di pedalaman Kalimantan, hanya untuk pelepasliaran orangutan. Pastinya, dara jelita ini punya alasan kuat. Bukan hanya pengalaman kerja yang ia dapatkan, tetapi juga persahabatan layaknya keluarga yang ia rasakan dari sesama rekannya, pejuang lingkungan.

Namanya Rika Safira, dia adalah komandan perempuan dalam misi penyelamatan orangutan di Hutan Kehje Sewen pada rilis ke-12. Ditemui di Lodge Samboja Lestari, beberapa waktu lalu, Rika terlihat cantik meski menggunakan baju lapangan. Dia hendak bertolak ke Hutan Kehje Sewen, untuk pelepasliaran orangutan yang dilakukan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Samboja Lestari.

“Saya mau berangkat lagi nih, tugas negara,” kata dia. Gadis kelahiran Semarang, 28 Januari 1991 ini, merupakan koordinator database administrasi pelepasliaran orangutan di hutan Kehje Sewen yang dikelola PT. RHOI di Kutai Timur, Kaimantan Timur. Setiap kali orangutan dirilis, Rika wajib tinggal di Kehje Sewen hinga berbulan. Baginya, pekerjaan ini adalah ibadah, selebihnya dinikmati sebagai liburan meski harus tinggal di hutan.

“Saya lebih menganggap ini bagian ibadah. Melepasliarkan orangutan sama dengan menyelamatkan hutan. Sedangkan manusia sangat butuh hutan untuk oksigen. Jadi, sama halnya dengan menyelamatkan jutaan manusia di muka bumi ini,” kata Rika.

 

Baca: Puluhan Pulau Buatan Disiapkan untuk Orangutan, Tujuannya?

 

Rika adalah lulusan Fakultas Biologi Universitas Nasional. Sejak mahasiswa, Rika sudah mendalami sifat dan perilaku orangutan. Meski sudah beberapa kali mencoba mempelajari primata lainnya, hanya orangutan yang membuatnya jatuh cinta. Bersama BOSF, Rika ingin menyelamatkan dunia dengan cara mengembalikan orangutan ke rumahnya, hutan belantara.

“Dari dulu saya suka orangutan. Tahun 2015 tepatnya September, saya mendapat tugas membuka kandang dan membebaskan satu orangutan di Hutan Kehje Sewen. Melihat mereka berlari, saya seperti merasakan kebebasan mereka. Sejak saat itu, saya bertekad untuk tetap terlibat dalam misi penyelamatan dan pelepasliaran orangutan,” ungkapnya.

 

Bagi Rika, menyelamatkan kehidupan orangutan sama halnya menyelamatkan hutan dan kehidupan manusia. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Dijelaskan Rika, pekerjaan di sebuah yayasan konservasi orangutan mungkin terlihat sederhana. Namun, dibalik itu semua, ada proses panjang untuk menuju pelepasliaran orangutan. Tidak ada yang tahu, bagaimana menjadikan orangutan liar kembali. Walau kadang ada pelepasliaran yang tidak berhasil, namun bersama timnya, Rika terus menjalankan tugas tersebut.

“Orangutan yang berada di lembaga konservasi rata-rata sudah akrab dengan manusia. Apalagi yang yatim piatu, mereka pasti dirawat oleh manusia. Jadi untuk melepasliarkan mereka, ada proses panjang. Mereka harus dididik mandiri dulu, lalu dibebaskan di hutan. Mereka harus benar-benar siap hidup di hutan, karena itu seleksi alam,” jelasnya.

Sebagai komandan perempuan, Rika merupakan orang yang tegas dalam misi penyelamatan orangutan. Jika berkunjung ke Samboja Lestari, Rika akan menyempatkan diri melihat-lihat orangutan yang masih tersisa di dalam kandang. Dia juga berhitung, kapan dan bagaimana semua orangutan yang ada di kandang bisa dilepasliarkan. “Tugas kita merawat, menyelamatkan dan mengembalikan. Ketika sudah harus pulang, ya harus kita pulangkan. Seperti manusia, orangutan pasti ingin pulang ke rumahnya.”

 

Baca juga: Bukan Cinta Biasa Larissa di Hutan Kehje Sewen

 

Ketika mendekati masa rilis, Rika akan mengecek kesiapan semua orangutan yang akan dilepasliarkan. Meski bukan seorang dokter hewan, tapi Rika paling perhatian masalah kesehatan orangutan. “Kalau sudah mau pelepasliaran, saya akan sangat gembira. Berarti jumlah orangutan di dalam kandang berkurang. Lelah berjalan itu bukan masalah, yang penting kita selamatkan mereka,” imbuhnya.

Setahun bekerja untuk penyelamatan satwa liar di BOSF, banyak pelajaran yang dia petik. Tidak hanya tentang penyakit tetapi juga team work building. Rika mengungkapkan, dia banyak mendapat kawan-kawan baru seperti tim dari BKSDA bahkan penegak hukum. “Bekerja untuk konservasi tentu networking-nya semakin luas, saya tidak merasa bosan.”

 

Bukan hal mudah menuju lokasi pelepasliaran orangutan di Hutan Kehje Sewen. Foto: BOSF-RHOI 2017

 

Dukungan keluarga

Kedua orangtua Rika pernah khawatir melihat anak perempuannya sering keluar masuk hutan. Alasannya adalah keselamatan. Pasalnya, banyak beredar cerita, hutan Kalimantan adalah hutan Rimba yang di dalamnya banyak binatang buas. “Dulu waktu pertama kerja, ibu sangat khawatir. Namanya orangtua tentu akan merasa takut anaknya berlama-lama di hutan. Tapi saya yakinkan, saya akan baik-baik saja. Sebab, walau pekerjaan itu sulit, Tuhan akan selalu melindungi orang-orang yang berniat baik untuk kebaikan sesama,” jelasnya.

Seiring waktu berjalan, lanjut Rika, kedua orangtuanya tidak lagi khawatir ketika ia harus berada di dalam rimba. “Walau mandiri, orangtua tetap mencari. Kabar dan komunikasi itu tidak boleh putus, apapun yang saya lakukan akan saya ceritakan. Misalnya, masuk hutan melewati sungai dan gunung yang terjal. Dulu orangtua kaget, tapi sekarang senang mendengar pengalaman-pengalaman itu.”

 

Rika Safira yang tidak pernah lelah bekerja untuk menyelamatkan kehidupan orangutan. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Rika sudah yakin dengan pilihannya, bekerja untuk penyelamatan orangutan. Rika juga sudah terbiasa berjalan kaki belasan kilometer di dalam hutan. Hal ini juga yang membuatnya terpilih menjadi komandan pelepasliaran orangutan di Kehje Sewen. “Semua dari hati dan niat. Kita kembalikan saja, untuk apa kita ada di sini. Saya sudah terbiasa naik mobil tak berpintu, menyusuri sungai yang arusnya deras, berpapasan hewan buas, bahkan berjalan di tepi jurang licin. Semua saya lakukan untuk orangutan dan hutan yang kita butuhkan,” pungkasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,