Sinergi dan Kerja Nyata Konservasi Alam Diusung Dalam Hari Konservasi Alam Nasional

Laju hilangnya megabiodiversitas masih menjadi isu penting dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Dengan total kawasan konservasi seluas 27 juta hektar atau 30% total luas kawasan hutan, gerak cepat menyelamatkan keragaman hayati Indonesia sudah sangat mendesak.

Aksi nyata menjadi pesan penting yang diusung dalam rangkaian peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) tahun 2017 yang dilaksanakan di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur, pada 8-11 Agustus 2017. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE KLHK), Wiratno, menegaskan bahwa aksi nyata ini tidak akan berhasil tanpa ada sinergi berbagai pihak.

“Saya minta kekompakan generasi muda dan generasi tua, kita mempunyai kawasan seluas 27 juta hektar atau 30% luas kawasan hutan di Indonesia, di sekitarnya terdapat 5.600 desa. Untuk itu, kita harus bekerjasama dengan para ilmuwan, desa-desa sekitar kawasan, tokoh adat, serta masyarakat untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati yang kita miliki,” jelas Wiratno.

 

 

Terkait dengan pentingnya menjaga kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, juga menekankan bahwa keragaman hayati merupakan komponen penting dalam proses-proses ekologis yang menjadi penopang sistem penyangga kehidupan. Keberadaan kawasan konservasi sebagai benteng keragaman hayati terakhir menjadi sangat krusial untuk dijaga dan dipertahankan.

“Kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati harus terus dijaga, agar proses-proses ekologis pendukung sistem penyangga kehidupan tetap berjalan, sehingga mampu memberikan manfaat secara lestari dan berkelanjutan bagi kesejahteraan manusia baik saat ini dan masa mendatang,” tegas Siti Nurbaya.

Momentum HKAN 2017 ini menjadi momentum keteladanan dan aksi nyata memasyarakatkan konservasi alam sebagai sikap hidup dan budanya bangsa Indonesia. Pemaknaan keteladanan tersebut diharapkan mampu melahirkan pemahaman memperlakukan alam seperti memperlakukan diri sendiri, karena sesungguhnya konservasi alam adalah konservasi kehidupan kita.

Baluran dipilih sebagai tempat kegiatan tak lepas dari adanya tantangan yang sangat berat di Taman Nasional yang berjuluk Africa van Java ini. Salah satu dari 5 taman nasional tertua di Indonesia ini sedang menghadapi masalah invasi Acacia nilotica yang berkembang tak terkendali menutupi lebih dari separuh savana alami. Hilangnya savana karena tertumbuhi pohon berduri dari Afrika ini menyebabkan hilangnya makanan bagi mamalia besar seperti banteng, kerbau liar, rusa dan kijang. Jika tidak tertangani segera, maka tak perlu waktu lama mamalia besar tersebut mengalami kepunahan.

Kawasan Konservasi Sudah Saatnya Memberikan Manfaat

Selama ini, konservasi masih dinilai sebagai hal yang bertolak belakang dengan kepentingan ekonomi. Diberbagai tempat, konservasi selalu bertabrakan dengan kepentingan bisnis seperti perkebunan, pertambangan atau bahkan pengembangan pembangunan.

Namun pendapat ini ditolak oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, dalam acara puncak peringatan HKAN di TN Baluran, 10 Agustus 2017. Dia menjelaskan bahwa ada standar dalam upaya konservasi, yaitu adanya partisipasi masyarakat. Menurutnya, tidak mungkin upaya konservasi dilakukan oleh aparat pemerintah baik pusat maupun daerah saja. Sehingga pelibatan masyarakat ini diharapkan dapat memberikan nilai manfaat dari sektor konservasi.

“Konservasi hendaknya bukan konservasi untuk konservasi itu sendiri. Konservasi perlu melahirkan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga,” jelas Darmin.

 

Pemberian nama anak banteng oleh Menko Perekonomian Darmin Nasutioan (dua dari kanan) disaksikan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya (kiri) pada rangkaian acara HKAN di TN Baluran, Jawa Timur, pada Agustus 2017. Anakan Banteng ini lahir pada bulan Mei 2017 di Breeding Banteng TN Baluran. Foto : Hariyawan A Wahyudi/Mongabay Indonesia

 

Lebih lanjut disampaikan bahwa pemerintah saat ini sedang giat-giatnya menggalakkan reforma agraria. Perhutanan Sosial merupakan salah satu program untuk menyelesaikan masalah-masalah kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Potensi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan kawasan konservasi yang baik ini juga dilihat oleh Bupati Situbondo, Dadang Wigiarto, di kesempatan yang sama. Baluran saat ini masuk dalam cluster pengembangan wisata strategis nasional. Dengan pengembangan program konservasi di Baluran, desa-desa di sekitar taman nasional dapat menerima manfaat langsung.

Dia menyadari bahwa Acacia nilotica menjadi masalah yang harus segera dipecahkan dalam waktu dekat ini. Oleh karena itu, dia menyatakan komitmen Situbondo untuk terlibat dalam memperbaiki ekosistem.

“Kami telah menawarkan kerjasama kepada TN Baluran untuk membahas lebih lanjut dalam mengembalikan ekosistem Baluran menjadi savana kembali. Bahkan kami bersama Kabupaten Banyuwangi telah sepakat untuk bersama-sama mengembangkan pariwisata di kedua kabupaten,” jelas Dadang.

Dia berharap, dengan semakin tertatanya program konservasi di Baluran, semakin banyak tamu-tamu baik domestik maupun mancanegara yang datang berkunjung. Sehingga, desa wisata kebangsaan yang telah dikembangkan Situbondo dapat juga berkembang dan mampu mensejahterakan masyarakat.

 

Suasana Pameran Konservasi yang menjadi salah satu rangkaian kegiatan peringatan HKAN 2017 di TN Baluran, Jawa Timur pada Agustus 2017. Foto : Hariyawan A Wahyudi/Mongabay Indonesia

 

Kawasan Konservasi Memberi Manfaat, Negara Menjadi Pengatur

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khoeron, menyampaikan bahwa konservasi merupakan hal yang penting bagi Indonesia, terlebih konservasi daratan yang hanya sepertiga dari total luas negara. Konstitusi negara mengatur dengan tegas soal konservasi ini melalui Pasal 33 UUD 1945. Dia menegaskan bahwa dasar konstitusi sepatutnya kita jaga, dalam hal ini negara menjadi pengatur. Niscaya pembangunan akan menuju pada pembangunan berkelanjutan, pembangunan yang lestari.

Dia menyampaikan bahwa tahun ini revisi UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya akan selesai. Dia berharap semua pihak terlibat dalam mewarnai dalam proses revisi undang-undang ini mengingat dalam dunia konservasi telah banyak akselerasi yang telah terjadi dan juga telah lahir banyak konvensi.

“Dengan berbagai akselerasi dan konvensi penting (untuk mengatasi permasalahan) kedepan, mari jadikan (konservasi) bukan saja melindungi namun memberikan nilai manfaat. Konservasi bukan melindungi secara kaku, namun membuka kemanfaatan bagi seluruh masyarakat,” harapnya.

Wiratno menjelaskan bahwa peringatan HKAN ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun 2009. Tanggal 10 Agustus dipilih sebagai HKAN tak lepas dari sejarah ditandatanganinya UU nomor 5 tahun 1990 ini. Tahun 2017 ini merupakan peringatan yang ke-3 secara nasional di kawasan konservasi, setelah sebelumnya di TN Ujungkulon dan TN Bali Barat.

HKAN 2017 ini dirancang dalam bentuk one road to HKAN dengan berbagai kegiatan seperti lomba video, workshop penanggulangan spesies invasif, Jambore Nasional Konservasi Alam, Pameran Konservasi Alam, Pemberian Penghargaan, Bersih Pantai, Penanaman Mangrove dan Pelepasliaran Satwaliar.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,