Akankah Pembangunan 994 Kapal untuk Nelayan Berjalan Tepat Waktu?

Jumlah bantuan kapal perikanan yang akan diberikan Pemerintah Indonesia pada 2017 kembali mengalami perubahan. Semula, Pemerintah berjanji akan menggulirkan bantuan sebanyak 1.068 unit kapal dengan beragam ukuran untuk nelayan yang ada di seluruh Indonesia. Tapi, Pemerintah kemudian memperbaruinya menjadi 994 unit saja untuk tahun ini.

Kabar tersebut disampaikan langsung Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurut dia, perubahan angka tersebut bisa terjadi karena tim yang bekerja untuk bantuan kapal melakukan verifikasi data di lapangan lebih detil.

“Memang jumlahnya berkembang. Karena kita melakukan verifikasi data calon penerima,” ucap dia.

 

 

Untuk keperluan tersebut, Sjarief mengatakan, KKP mengalokasikan anggaran sebesar Rp361 miliar yang ditujukan untuk pembangunan kapal di galangan kapal yang sudah ditunjuk. Kapal-kapal yang akan dibangun tersebut, akan dikerjakan oleh galangan setelah melalui mekanisme lelang dan pembangunannya dilaksanakan maksimal hingga Desember 2017.

Adapun, menurut Sjarief, mekanisme lelang yang digunakan ada dua, yakni lelang melalui e-katalog dan lelang umum. Untuk e-katalog, terdapat 658 unit kapal yang akan dilakukan lelang, sementara untuk lelang umum terdapat 426 unit kapal yang akan dilelang.

“Tujuan dari penggabungan dua mekanisme lelang, karena kita belajar dari pengadaan kapal pada tahun sebelumnya (2016, red). Tahun ini, kita ingin lebih baik lagi, makanya digabung saja,” ungkap dia.

Dengan melakukan dua mekanisme lelang, Sjarief menyebut, pihaknya bisa melaksanakan pembangunan kapal-kapal kecil dengan melibatkan galangan kecil melalui lelang e-katalog. Kemudian, pada saat yang bersamaan, KKP juga bisa melaksanakan pembangunan kapal berukuran sedang hingga besar melalui mekanisme lelang umum.

Selain memperbaiki sistem lelang, Sjarief mengungkapkan, pada tahun ini pihaknya juga ingin memperbaiki sistem pembayaran dari sistem turnkey (pembayaran saat kapal selesai) ke sistem termin (pembayaran berdasarkan kemajuan fisik). Dengan cara tersebut, maka pembangunan diharapkan bisa lebih lancar dan lebih baik dibanding 2016.

“Harganya juga lebih bagus sekarang. Kalau Anda perhatikan, 5 GT tadinya (pengadaan 2016) harganya Rp50 juta sekarang (jadi) Rp37 juta. Jadi kita sudah mulai melihat sumber material yang lebih baik lebih murah, kualitasnya lebih bagus,” tutur dia.

 

Siang hari nelayan di Gunung Kidul, baru menepi ke daratan dan membawa hasil tangakapan ke TPI. Foto: Tommy Apriando

 

Untuk rincian kapal yang akan dibangun maksimal pada Desember 2017 nanti, Sjarief menjelaskan, adalah sebanyak 449 unit kapal yang berukuran di bawah 5 gros ton (GT), 384 unit kapal berukuran 5 GT, 134 unit kapal berukuran 10 GT, 15 unit kapal berukuran 20 GT, 6 unit kapal berukuran 30 GT, dan 3 unit kapal berukuran 120 GT.

“Kita juga akan melaksanakan pembangunan tiga unit kapal angkut berukuran 100 GT yang dilengkapi dengan freezer di dalamnya,” jelas dia.

Sjarief menyebutkan, untuk perkembangan saat ini, sebanyak 426 unit kapal ukuran di bawah 5 GT, 3 unit kapal ukuran 100 GT dan 3 unit kapal ukuran 120 GT sedang dalam proses pada unit layanan pengadaan (ULP). Sementara 26 unit kapal di bawah 5 GT, 384 unit kapal 5 GT, 134 unit kapal 10 GT, 15 unit kapall 20 GT dan 6 unit kapal 30 GT sudah melakukan kontrak dan melaksanakan pembangunan kapal perikanan.

“Juli kemarin sudah selesai (mengikat) kontrak. Jadi sekarang sudah (ada) progress dan mulai jadi kapalnya,” ungkap dia.

 

Libatkan Koperasi

Lebih lanjut Sjarief menjelaskan, untuk distribusi bantuan kapal tahun ini, pihaknya kembali melibatkan koperasi yang ada di seluruh Indonesia. Adapun, koperasi yang dilibatkan sebanyak 265 koperasi dan tersebar di 130 kabupaten/kota dan 29 provinsi.

Seperti tahun sebelumnya, menurut dia, keterlibatan koperasi dalam penyaluran bantuan kapal, karena Pemerintah ingin memastikan kapal yang sudah dibangun tersampaikan kepada nelayan lokal yang benar-benar membutuhkan. Oleh itu, calon penerima kapal dipastikan harus menjadi anggota koperasi yang sudah lolos verifikasi calon penerima bantuan kapal.

“Dengan demikian, nelayan bisa memanfaatkan stok sumber daya ikan yang ada dengan berkelanjutan. Selain itu juga untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk perikanan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan,” kata dia.

Sjarief mengharapkan, dengan adanya bantuan kapal yang akan diproduksi tahun ini, pihaknya melihat ada peluang meningkatkan volume produksi perikanan tangkap sebanyak 213.170 ton dengan nilai produksi mencapai Rp2,1 triliun. Selain itu, ada potensi kenaikan rerata pendapatan nelayan menjadi Rp1,8 juta per bulan.

 

Suasan di Kampung Nelayan Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Surabaya. Foto : Petrus Riski

 

Pada kesempatan yang sama, Direktur Kapal dan Alat Penangkapan Ikan KKP Agus Suherman menjelaskan, sebelum kapal dibangun, nelayan dilibatkan secara aktif dengan diikutsertakan dalam uji coba kapal bantuan beragam ukuran yang sudah dibangun pada tahun anggaran 2016. Uji coba tersebut dilaksanakan pada April dan Mei lalu di sejumlah lokasi.

Menurut Agus, keterlibatan nelayan dalam uji coba tersebut, tidak lain agar nelayan bisa mendapatkan bantuan kapal sesuai dengan kebutuhannya dan disesuaikan dengan kondisi wilayah laut masing-masing. Cara tersebut, kata dia, diharapkan bisa memperbaiki program bantuan kapal yang sudah dilakukan pada 2016, dimana saat itu ada ketidakcocokan kapal dengan nelayan yang menerimanya.

“Untuk persoalan calon penerima dan spesifikasi yang dibutuhkan, kita juga meminta mereka mencoba dulu baru diberi bantuan,” ungkap dia.

 

Alat Penangkapan Ikan

Selain kapal, Pemerintah juga berusaha menepati janjinya untuk memberikan bantuan alat penangkapan ikan (API) kepada nelayan yang terkena dampak peralihan API tidak ramah lingkungan. Untuk tahun ini, sebanyak 5.275 unit API akan dibangun dengan menggunakan anggaran sebesar Rp148,69 miliar.

“Sebanyak 49 spesifikasi teknis alat penangkapan ikan ramah lingkungan akan diberikan kepada nelayan dengan melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan di Provinsi/Kabupaten/Kota, Balai Besar Penangkapan Ikan dan perguruan tinggi,” ungkap Agus Suherman.

Menurut dia, dari total pengadaan API pada 2017 ini, sebanyak 892 unit telah terdistribusi ke berbagai lokasi di Indonesia, sedangkan 1.383 unit dalam proses pendistribusian. Selain untuk nelayan yang terdampak API tidak ramah lingkungan, dia menyebutkan, bantuan API juga diberikan kepada nelayan lain.

Agus menambahkan, dari hasil verifikasi di lapangan, nelayan yang berhak mendapatkan bantuan API karena terdampak pelarangan API tidak ramah lingkungan ada di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Banten, Lampung, Jambi, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.

“Penetapan calon penerima bantuan alih alat penangkapan ikan yang dilarang dengan memperhatikan aspek legal harus memiliki kartu nelayan, bukti pendaftaran kapal perikanan, pas kecil atau pas besar dan hanya untuk kapal di bawah 10 GT,” jelas dia.

Agus Suherman berharap, adanya bantuan sarana penangkapan ikan dari KKP pada tahun ini dapat dirasakan manfaatnya oleh sekitar 13.975 nelayan dan melibatkan 41.925 RTP. Namun, dia mengingatkan kepada nelayan untuk tidak menjual kapal yang sudah diberikan.

“Meski tidak ada sanksi, karena kapal menjadi milik nelayan begitu serah terima, tapi kita akan atur dari perizinannya untuk melaut. Jika di atas 30 GT itu ada di Pusat, sementara di bawah 30 GT itu ada di daerah,” ucap dia.

 

Suasana di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pasiran, Pulau Sabang, Aceh pada Minggu (01/05/2016). Ikan hiu menjadi salah satu tangkapan nelayan Sabang. Foto : M Ambari

 

Kajian Mendalam

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kemaritiman untuk Kemanusiaan Abdul Halim sempat menyatakan bahwa seharusnya KKP melaksanakan moratorium bantuan kapal pada 2017 ini. Langkah itu harus diambil, karena sebelumnya KKP tidak melakukan kajian mendalam untuk melaksanakan program bantuan kapal.

“Dengan adanya moratorium, maka ke depan harus dilakukan kajian mendalam dulu dan sasarannya seperti apa saat ada di lapangan. Harus ada kajian partisipatif mengenai sasaran pembangunan kapal hingga sebaran penerima bantuan,” ungkap Halim.

Menurut Halim, selain kajian mendalam, program bantuan kapal akan menuai kesuksesan jika dilaksanakan dengan menjalin kerja sama yang sinergi dengan Kementerian Perhubungan berkaitan dengan perizinan pendaftaran kapal dan juga hal lainnya.

Tak lupa, Halim mengingatkan, KKP juga harus memperbaiki pelaksanakan program bantuan kapal dengan memberikan pelatihan pengoperasian kapal melalui pemanfaatan teknologi mutakhir di bidang penangkapan ikan. Dengan demikian, aktivitas melaut bisa lebih efisien dan mengurangi resiko kecelakaan kerja.

“Program bantuan kapal untuk nelayan harus lebih baik lagi. Jangan sampai mengalami kegagalan seperti program bantuan kapal inka mina di periode KKP sebelumnya,” pungkas dia.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,