Menanti Komitmen Lingkungan Pemerintah Lewat KLHS Kendeng, Koalisi: Hentikan Kriminalisasi Warga

 

KLHS di Pegunungan Kendeng sedang proses, baru selesai tahap pertama khusus CAT Watuputih. Berbagai kalangan menanti keseriusan pemerintah dalam menjalankan komitmen lingkungan lewat KLHS ini. Sementara KLHS berjalan, warga yang berusaha mempertahankan Kendeng lestari pun menghadapi gugatan hukum.

 

Pada 2 Agustus tahun lalu, perwakilan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, membahas Pegunungan Kendeng Utara. Dalam pertemuan disepakati menyusun kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) guna memberikan gambaran utuh mengenai layak atau tidak pertambangan di Pegunungan Kendeng Utara.

Tahap pertama KLHS sudah selesai soal karst di kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih. Tim KLHS merekomendasikan penghentian sementara seluruh pertambangan karst atau batu kapur di CAT Watuputih di Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, tak hanya PT. Semen Indonesia, juga perusahaan lain.

“Dalam proses KLHS semua penambangan dan pemberian izin baru harus dihentikan. Fakta izin baru keluar dan aktivitas berlanjut,” kata Joko Prianto, warga Tegaldowo, Kabupaten Rembang bercerita, awal Agustus 2017. Joko Prianto, kini menghadapi kasus hukum soal penyertaan identitas warga yang menggugat Semen Indonesia di pengadilan.

Rekomendasi lain tim KLHS agar audit lingkungan pada seluruh izin penambangan yang dikeluarkan pemerintah daerah di CAT Watuputih.

“Tiap hari ada penambangan. Aparat penegak hukum kami yakin tahu, tapi tak melakukan apapun,” katanya.

Print, sapaan akrabnya mengatakan, KLHS tahap pertama menyebutkan, ada 22 pemegang izin usaha penambangan di CAT Watuputih, termasuk Semen Indonesia. Perusahaan lain itu seperti PT Sinar Asia Fortune (SAF), PT ICCI, PT Amir Hajar Kilsi, PT Rembang Bangun Persada (PT Bangun Artha), dan tambang rakyat.

Di lapangan, katanya, Badan Geologi Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang pengeboran dan pengecekan sungai bawah tanah di CAT Watuputih. “Kegiatan mereka di luar kegiatan KLHS,” katanya.

Dalam putusan KLHS CAT Watuputih, ESDM diminta tindaklanjuti dengan penetapan Kawasan Bentang Alam Karst.

Ivan Wagner dari LBH Semarang mengatakan, Badan Geologi ESDM,  seakan tak ingin proses KLHS lancar. Prosesnya, pun tak melibatkan masyarakat setempat.

Padahal, dalam aturan KLHS menyebutkan, pertimbangan kondisi fisik dan sosial masyarakat yang mendiami wilayah, sebagai dasar pengambilan kebijakan.

“Partisipasi masyarakat penting, mereka yang tahu benar daerah dan pertama kali terdampak penambangan,” katanya.

Keberadaan sungai bawah tanah,  seharusnya bukan menjadi satu-satunya dasar penentuan KBAK.

Menurut Peraturan Pemerintah No.26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan yang memiliki Bentang Alam Goa dikategorikan sebagai Cagar Alam Geologi dari sisi keunikan bentang alam. Poin lain dari PP itu, menyebutkan, Bentang Alam Goa memiliki bobot sama dengan Bentang Alam Karst yang seharusnya jadi pertimbangan dalam penetapan kawasan lindung.

Dengan melihat fakta-fakta lapangan, katanya,  merujuk PP RTRW sebagai induk peraturan tata ruang nasional, maka CAT Watuputih layak sebagai Kawasan Lindung Nasional.

Gunretno dari JMPPK mengatakan, hasil KLHS Jilid I pada 12 April 2017 diharapkan banyak pihak mengakhiri polemik berkepanjangan di CAT Watuputih.

Hasil KLHS, katanya,bisa jadi titik awal rekonstuksi kebijakan pemerintah terkait pemanfaatan potensi kawasan dalam konteks pembangunan berkelanjutan.

Karst Pegunungan Kendeng, harus terlindungi  kalau pemerintah komitmen negara ingin kedaulatan pangan. Seharusnya, kata Gun,  tak boleha ada izin-izin tambang semen di karst Jawa. “Selain penduduk padat, ketergantungan masyarakat sekitar sangat tinggi.”

Kajian KLHS menyatakan, setidaknya ada 76 titik mulut goa, empat ada aliran air bawah tanah, 136 mataair dengan empat mata air utama yaitu Sumber Semen: 635 liter perdetik, Sumber Brubulan Tahunan 100 liter perdetik, Sumber Sew  24 liter per detik dan Sumber Brubulan Pasucen 7,5 liter perdetik, dan 18 titik ponor atau lubang resapan alami.

“Kekayaan air di Kendeng begitu melimpah, kemarau pun tak kekeringan. Penambangan akan menghilangkan sumber air.”

 

Peta goa dan sumber air di karst Kendeng. Foto: Arif Aci Gapema/ Mongabay Indonesia

 

Investigasi Speleologi di Watuputih

Sejumlah aktivis speleologi tergabung dalam beberapa kelompok seperti Semarang Caver Association (SCA), Student Speleo Club (SSC) dibantu masyarakat setempat investigasi speleologi di Watuputih.

Polemik pendirian pabrik semen di Rembang yang jadikan CAT Watuputih, lokasi tambang batugamping membuat pegiat speleologi observasi langsung ke lapangan.

“Hasil investigasi menemukan jumlah mulut goa dan mata air lebih banyak dari yang tercantum dalam dokumen Amdal sebelumnya,” kata A.B. Rodhial Falah, pegiat speleology.

Penyelidikan ulang muncul karena informasi awal dalam Amdal Semen Indonesia menyebut, CAT Watuputih sebagai karst dan temuan sejumlah “goa kering” disana.

Menurut Rodhial, dalam Amdal tertulis 31 goa, temuan tim speleologi 76 goa. Sejumlah goa dianggap kering ternyata memiliki aliran air bawah tanah. Tiga goa dengan aliran air di dalamnya adalah Goa Temu, Goa Rambut dan Goa Manuk. Untuk Goa Gundil juga memiliki aliran air tanah baru muncul dalam amdal perbaikan.

Tim speleologi juga pemetaan lorong goa, untuk mengetahui pola jaringan dan potensi keterhubungan antarlorong di bawah tanah Watuputih. Pemetaan itu, memberikan informasi dimensi lorong—jadi selain potensi air, goa juga habibat sejumlah biota penting bagi kehidupan manusia dan ilmu pengetahuan.

“Tidak menutup kemungkinan goa-goa juga menyimpan tinggalan prasejarah yang tak ternilai harganya,” katanya.

Tim juga mendata titik-titik lubang resapan alami (ponor) yang memiliki peran penting dalam menyingkap jaringan hidrologi di Watuputih. Pada jumlah mata air juga ada perbedaan antara amdal dan temuan. Dalam Amdal tertulis 45 titik mata air, sedang pendataan tim speleologi dan warga ada 136 titik mata air.

Sigit Wiantoro, peneliti biota LIPI juga penelusur goa dalam penelitian bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berhasil mengidentifikasi sedikitnya tiga jenis kelelawar pemakan serangga,  Minioterus autralis (240), Rhinolopus pusillus (400) dan Hipposideros larvatus (90) di Goa Joglo dan Goa Jagung. Di Goa Temu, dijumpai ribuan kelelawar Miniopterus sp.

Kelelawar pemakan serangga memiliki fungsi pengendali hama pertanian, Kelelawar penghuni Goa Joglo dan Goa Jagung dalam satu malam diperkirakan mampu memakan 2,2 kilogram serangga yang berpotensi jadi hama pertanian.

“Dari olahan data KLHS persawahan masuk cakupan jelajah kelelawar tinggal di goa-goa itu mencapai 33.925 hektar. Nilai ini belum ditambahkan kelelawar yang menempati goa-goa lain,” katanya.

 

KLHS di Pati tak serius

Sejak Juli 2017, tim KLHS tahap kedua mulai, meliputi Kabupaten Pati, Grobogan, Blora, Tuban, Bojonegoro dan Lamongan. Khusus Pati, JMPPK menilai Pemerintah Pati tak serius mendukung proses ini.

Gunretro menilai, ketidakseriusan terlihat dari beberapa hal, pertama, Pemerintah Pati tak sosialisasi perihal KLHS ke masyarakat luas. Padahal, satu hal ingin diakomodasi tim KLHS adalah suara publik. Kedua, penyelenggaraan forum dengar pendapat BLH Pati, tak profesional. Undangan dengar pendapat baru sampai pada JMPPK beberapa jam sebelum acara mulai.

“Bagaimana mungkin JMPPK menyiapkan data cukup lengkap jika cara-cara seperti ini terus dilakukan,” katanya.

Kedua, nama perwakilan JMPPK tidak tercantum dalam daftar undangan panitia. Justru pihak-pihak yang selama ini terlibat perusakan Kendeng Utara banyak mendapatkan porsi.

“Kami mempertanyakan keseriusan Pati mengawal KLHS. KLHS perintah presiden, harus transparan dan jujur. Kami melihat ada upaya ketertutupan,” katanya.

 

Sungai Bawah di Pati

Masyarakat Speleologi Indonesia (Indonesian Speleological Society) Pengurus Jawa Tengah bekerja sama dengan Pusat Studi Karst Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta melakukan “Caving di Bumi Kayen–Tambakromo, Pati” April 2017. Tujuannya, pembuktian sungai bawah tanah, dengan partisipasi masyarakat.

Arif Aci Gapema, pegiat speleologi dan peneliti lapangan mengatakan, kegitan antara lain, survei eksokarst dan endokarst, pelacakan hubungan aliran sungai bawah tanah di Goa Pari dengan mata air sekitar. Juga sosialisasi peraturan desa tentang pengelolaan sumber daya air dan karst, serta edukasi tentang fungsi karst.

Pelacakan itu menemukan, aliran sungai bawah tanah dengan koridor Goa Pari termasuk wilayah IUP PT. Sahabat Mulia Sakti anak perusahaan PT. Indocement Tunggal Prakarsa.

 

Jerat hukum pejuang Kendeng

Perjuangan mempertahankan Pegunungan Kendeng agar lepas dari tekanan tambang juga berbuntut gugatan hukum terhadap warga.

Joko Prianto alias Print dituding melanggar Pasal 263 ayat (1) dan (2) UU KUHP soal dugaan pemalsuan surat atau dokumen yang dinilai dapat merugikan pihak lain. Ancaman hukuman penjara maksimal enam tahun.

Pada Selasa (22/8/17), Print, kembali mendapatkan surat pemanggilan Polda Jateng sebagai tersangka. Berkas kasus Print dinyatakan sudah lengkap atau P21. Surat pemanggilan kedua itu merupakan penyerahan tersangka, barang bukti dan berkas ke kejaksaan.

Dia dituduh memalsukan dokumen berisi ribuan tanda tangan penolak pabrik Semen Indonesia. Dokumen berisi 2.501 tanda tangan itu salah satu data pendukung dalam gugatan PK izin lingkungan Semen Indonesia di Mahkamah Agung. Pengaduan gugatan dilakukan kuasa hukum Semen Indonesia, Yudi Taqdir Burhan.

Pada Senin (21/8/17), Koalisi Peduli Kendeng Lestari mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menagih sikap Menteri LHK, Siti Nurbaya dalam menghentikan kasus kriminalisasi Joko Prianto.

Koalisi menekankan, Menteri Siti mengeluarkan sikap agar Pasal 66 UU Nomor 32/2009 tegak. Pasal itu berbunyi, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tak dapat dituntut pidana maupun perdata.

Dalam pertemuan sekitar 30 menit itu, Siti didampingi Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal KLHK dan Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK.

KLHK berjanji menindaklanjuti untuk berkoordinasi dengan kepolisian dan Kejaksaan Agung perihal kriminalisasi masyarakat pejuang lingkungan Semen Rembang, Joko Prianto.

“Saya (mau) minta kajian (teman LSM) dan akan diskusi tindaklanjut. Saya segera menghubungi kapolri dan jaksa agung,” kata Siti saat menemui koalisi.

Pejuang lingkungan, katanya, merupakan sistem kontrol sosial dalam menjalan tata kelola. ”Karena itu kita tak bisa melihat proses hukum sebagian, perlu diartikulasikan antara proses hukum, pengawasan, pembinaan dan persuasi. Kami akan turun ke lapangan.”

Koalisi masyarakat ini juga mendesak Menteri LHK bereaksi cepat perihal kriminalisasi pejuang lingkungan. Pasalnya, kasus ini tidak hanya menyerang Print, tetapi berpotensi melahirkan Print yang lain.

Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, pada dasarnya Print terjamin Pasal 66 UU Lingkungan Hidup. ”Mereka punya kekebalan hukum, itu janji UU.”

Ferry Widodo, Konsorsium Pembaruan Agraria mengatakan, kasus kriminalisasi bukan hanya di Kendeng, juga Banyuwangi, Sulawesi dan wilayah lain.

”Kalau kasus ini lolos, ini jadi preseden buruk dan menimbulkan efek domino yang menimpa pejuang agraria. Tinggal tunggu waktu, mereka akan dipanggil dan dijatuhkan melalui pasal karet.”

 

Pengujian sungai bawah tanah dengan metode water tracing di Pati. Foto: Arif Aci Gapema/ Mongabay Indonesia

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,