Lahmuddin, Pegawai KUA yang Peduli Penyelamatan Orangutan

 

 

Lahmuddin bukan nama yang asing bagi masyarakat Desa Ujung Padang, Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Tiap kali ada orangutan yang terperangkap di kebun masyarakat, lelaki 42 tahun ini, merupakan sosok terdepan yang meminta masyarakat untuk tidak menyakiti satwa dilindungi itu.

Sejatinya, Lahmuddin merupakan seorang pegawai negeri sipil di Kantor Urusan Agama (KUA) Bakongan, Aceh Selatan. Tanpa mengharapkan imbalan apapun, ia selalu aktif dalam upaya penyelamatan orangutan sumatera (Pongo abelii) di wilayah Bakongan. Cinta, yang menggerakkan hatinya untuk selalu melakukan perbuatan terpuji itu.

“Saya memahami orangutan sebagaimana manusia, sama-sama makhluk Tuhan. Hanya saja, orangutan tinggal di hutan, sementara manusia hidup di permukiman,” terangnya, beberapa waktu lalu.

 

Baca: Evakuasi Bukan Solusi Jangka Panjang Penyelamatan Orangutan

 

Ayah dua anak ini mengatakan, kepeduliannya pada orangutan muncul pada 2007 silam. Saat itu, delapan individu orangutan yang memasuki kebunnya, justru membuatnya senang. Lahmuddin sadar, orangutan merupakan satwa penebar benih tanaman yang handal. “Saya tidak mengusirnya, malah gembira karena kebun tersebut dikunjungi orangutan. Saya biarkan saja merka bergelantungan di pohon.”

Akan tetapi, keinginannya untuk tetap membiarkan delapan individu orangutan tersebut di kebunnya tidak berlangsung lama. Masyarakat tidak menyukai, karena dianggap merusak tanaman. “Masyarakat mulai berniat membunuh orangutan tersebut dengan cara memberi racun. Saya melarang sembari mencari cara penyelamatan.”

Lahmuddin pun melaporkan kejadian itu ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Kabupaten Aceh Selatan. Harapannya, penyelamatan segera dilakukan sehingga konflik bisa dihindari. “Pada dasarnya, orangutan tidak bersalah. Manusia yang telah merusak habitat orangutan, tempat mereka hidup untuk berkembang biak dan mencari makan,” jelasnya.

 

Orangutan sumatera betina ini dievakuasi dari pohon setinggi hampir 15 meter akibat terisolir. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Ikut evakuasi

Semangat Lahmuddin makin meningkat sejak terlibat upaya evakuasi orangutan yang masuk kebun masyarakat bersama Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC).

“Setiap ada konflik orangutan dengan masyarakat, saya menginformasikan kepada para pegiat lingkungan untuk menyelamatkan primata tersebut. Saya tidak ingin ada orangutan yang terluka, terlebih terbunuh. Saya juga meminta masyarakat untuk tidak menyakiti orangutan dan memberitahukan saya bila di kebun mereka ada orangutan tersesat.”

Saat ditanya pengalamannya yang paling menarik pada upaya penyelamatan orangutan, lelaki ini mengatakan pernah beberapa kali didatangi masyarakat yang meminta ganti rugi. Dikarenakan, kebun mereka rusak. “Saya hanya menjawab, orangutan merusak kebun kita, karena kita yang lebih dulu merusak habitat mereka.”

Bukan hanya itu, menurutnya, masyarakat ada yang berpikir ia mendapat bayaran dari YOSL – OIC setiap kali upaya penyelamatan orangutan dilakukan. “Ada yang beranggapan saya dibayar satu juta Rupiah. Padahal tidak sama sekali,” ujar Lahmuddin yang berharap, pemerintah memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak lagi menganggap orangutan sebagai hama.

 

Lahmuddin (baju kuning), terlihat membantu evakuasi orangutan yang dilakukan YOSL-OIC di Bakongan, Aceh Selatan, Aceh, pada 15 Juni 2017. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dokter hewan dari tim Human and Orangutan Conflict Response Unit (HOCRU) – YOSL-OIC, Ricko Laino Jaya mengatakan, ia mengenal Lahmuddin pada 2013. Saat itu, Lahmuddin menghubungi YOSL-OIC, meminta orangutan yang terjebak di kebun masyarakat segera diselamatkan. “Dia menghubungi kami dan mengatakan telah cukup lama mencari kontak lembaga yang menyelamatkan orangutan,” sebut Ricko, baru-baru ini.

Setelah itu, sambung Ricko, Lahmudin semakin sering berkomunikasi dengan YOSL – OIC dan mengabari jika ada orangutan yang terjebak di kebun. Lahmuddin juga yang menjelaskan kepada masyarakat agar tidak membunuh orangutan. “Dia selalu mengingatkan masyarakat untuk tidak membunuh orangutan. Dia juga sering terlibat saat evakuasi orangutan dilakukan.”

Ricko mengatakan, tim YOSL-OIC yang turun ke Kecamatan Bakongan untuk melakukan evakuasi orangutan atau kegiatan lain, tidak jarang menginap di rumah Lahmuddin. “Langkah positif Lahmuddin mulai diikuti masyarakat. Jika ada orangutan yang terjebak di kebun, mereka segera menghubungi kami. Orangutan selamatk dan kebun masyarakat tidak rusak,” ujarnya.

 

Orangutan yang telah ditangkap dan akan dievakuasi, tak jarang harus ditandu sekitar satu kilometer atau diangkat dengan kendaraan roda dua menuju kandang karantina yang telah disiapkan. Tampak Lahmuddin (baju kuning) mengendari sepeda motor. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pertengahan Juni 2017, Mongabaya Indonesia berkesempatan melihat evakuasi orangutan sumatera usia 35 tahun yang terjebak di kebunan masyarakat di Desa Ujung Padang, Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan. Sebagian besar hutan di desa yang jaraknya sekitar satu jam perjalanan mobil dari Tapak Tuan, Ibu Kota Aceh Selatan, ini telah berubah menjadi kebun jagung dan sawit. Evakuasi tersebut dilakukan YOSL-OIC dibantu Lahmuddin.

Saat itu, Lahmuddin membantu tim YOSL-OIC menurunkan orangutan betina yang tersangkut di dahan pohon. Dia memanjat pohon setinggi 15 meter, agar orangutan tersebut dapat dipindahkan ke areal Taman Nasional Gunung Leuser. “Orangutan itu sudah tidur di dahan pohon akibat obat bius. Dia tidak akan jatuh, jadi harus dipanjat pohonnya,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,