Sedihnya, Harimau dari Hutan Leuser Ini Mati dengan Luka di Kepala…

 

 

Kabar duka kembali datang dari hutan Sumatera. Satu harimau Sumatera mati dibunuh, dengan terjerat terlebih dahulu. Satu orang tertangkap dalam aksi pembunuhan harimau di perkebunan sawit yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser ini.

 

Tim gabungan patroli satwa liar Forest Wild Patrol Unit (ForWPU) dari Yayasan Orangutan Sumatra Lestari–Orangutan Information Center (YOSL-OIC), bersama polisi kehutanan berhasil menangkap satu pelaku pemburu harimau Sumatera berinisial I alias M (58), di perkebunan sawit PT Mutiara, berbatasan dengan resort Cinta Raja, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Langkat, Sumatera Utara (Sumut).

Tim berhasil mengamankan pelaku, warga Batang Sarangan, Langkat,  dan barang bukti satu harimau Sumatera mati. Kondisi harimau terluka. Darah segar masih mengucur dari kepala diduga dipukul untuk menghabisi harimau saat terkena jerat yang dipasang di TNGL.

Panut Hadisiswoyo, Direktur YOSL-OIC, Minggu (27/8/17) di Medan mengatakan, kasus ini terbongkar setelah ada informasi dari tim ForWPU–OIC, mengenai harimau baru terkena jerat akan dijual.

Dia langsung membentuk tim menyamar sebagai pembeli. Setelah ada kesepakatan untuk membeli dan melihat barang bukti, pada pukul 9:30, tim patroli gabungan berhasil menangkap pelaku, dan langsung mengamankan barang bukti.

“Pembongkaran kasus ini berkat pengembangan Informasi transaksi jual-beli harimau Sumatera yang baru ditangkap di perkebunan Mutiara,” katanya.

Untuk penyidikan lebih lanjut, pelaku dan harimau betina sepanjang 195 cm diamankan di Markas Komando Satuan Polhut Reaksi Cepat (Mako SPORC), dan dalam penanganan penyidik Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Gakum LHK) Sumatera.

Halasan Tulus, Kepala Balai Gakum Sumatera, kepada Mongabay mengatakan, penyidik Gakkum KLHK Sumatera bersama-sama dengan Polhut Balai Besar TNGL, sedang proses hukum pelaku.

“Kami berharap penangkap maupun penjual satwa liar bisa dihukum seberat-beratnya. Kejahatan lingkungan sudah masuk kategori extraordinary crime, seperti kejahatan narkoba, ” katanya.

Dari hasil penyidikan sementara, diketahui I sehari-harinya sebagai pemanen sawit pada salah satu perusahaan perkebunan sawit di Langkat. Dia mengaku memasang jerat di pinggiran hutan TNGL. I mengetahui di sekitar lokasi itu harimau sering melintas berdasarkan jejak mereka.

 

Petugas membawa pelaku dan harimau. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Dari penjelasan pelaku, pada hari ketujuh setelah jerat terpasang, satu harimau masuk jeratan dan mati. Saat di Markas SPORC, dari pemeriksaan bangkai harimau, penyidik melihat ada darah segar keluar di mata kiri. Ia mengindikasikan, ada luka pada bagian kepala terutama mata kiri.

Tulus mengatakan,  ada kemungkinan harimau mati dipukul saat terjebak dalam jerat.

Saat diperiksa, pelaku, kata Tulus, langsung menghubungi seseorang berinisial S, diduga jaringan perdagangan. Saat akan transaksi dengan S- masih diburu penyidik –, petugas langsung menangkap I.

Pelaku mengaku mendapat upah Rp10 juta jika berhasil mendapatkan harimau. Ada dugaan kuat, pelaku jaringan perdagangan harimau. Hal ini dikuatkan pengakuan I sudah tiga kali memburu harimau dan menjual satu ke Aceh, satu ke Kota Medan, terakhir akan menjual kepada calon pembeli dan berhasil digagalkan petugas.

Untuk mendalami kasus ini, Gakum Sumatera terus memeriksa mendalam pelaku. Tulus, langsung membentuk tim untuk membongkar jaringan lain yang belum tertangkap.

“Kasus ini terus kita dalami dan membongkar jaringan lain. Kepada masyarakat, apabila mengetahui seseorang menjual atau menyimpan bagian-bagian satwa dilindungi agar melaporkan ke Balai Gakum.”

Harimau, katanya, dititipkan di Medan Zoo untuk masuk lemari pendingin agar tak busuk. Sebelum itu, penyidik memeriksa seluruh bagian satwa termasuk menghitung kumis, dan memeriksa tapak kaki.

 

Harimau yang dibunuh, sebelumnya dijerat terlebih dahulu. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,