Bulu seribu atau Acanthaster plancii merupakan hewan dari kelompok echinodermata, salah satu jenis bintang laut yang dapat ditemukan pada kawasan terumbu karang perairan tropis seperti di Indonesia. Di luar batas normal, ledakan populasi bulu seribu dapat menyebabkan kematian karang dalam skala yang besar.
Beberapa laporan pernah menyebut terjadinya ledakan populasi bulu seribu seperti di Pulau Kapoposang, Sulawesi Selatan, Pulau Menjangan-Taman Nasional Bali Barat, Pantai Bama-Taman Nasional Baluran Manado dan beberapa negara luar seperti Australia, Jepang, Palau, Guam, Vanuatu, Papua, dan Vietnam.
Bulu seribu akan menjadi hama bila populasinya tidak terkendalikan. Secara alamiah hewan ini akan dikontrol oleh predatornya, diantaranya triton, ikan napoleon, kerang-kerangan, ikan trigger (ikan kakatua), ikan puffer, udang dan lobster.
Manusia juga merupakan predator bulu seribu, saat binatang laut ini diambil dan dimanfaatkan untuk hiasan. Predator yang ketiga adalah gastropod jenis helmet snail, yang memangsa bulu seribu pada ukuran yang masih kecil. Literatur lain mengatakan pemangsa lain bagi bulu seribu berupa udang Hymenoptera picta dan lobster (Panilurus pencillatus) yang memakan anakan A. plancii.
Disamping itu, bulu seribu dapat juga terganggun oleh kepiting yang memakan karang yang didiaminya. Biasanya ada jenis kepiting yang hidup disela-sela karang Pocillopora sebagai tempatnya berlindung. Kepiting akan mempertahankan tempat tinggalnya dengan menggunakan penjepit yang dimiliki agar tempat persembunyiannya tidak dimakan oleh bulu seribu.
Faktor pemicu ledakan populasi bulu seribu
Selain predator yang disebut diatas, kondisi perairan juga menyebabkan peningkatan populasi bulu seribu ini seperti peningkatan nutrien yang berasal dari sungai, seperti diungkap oleh Dr. Andreas Kunzman, seorang peneliti biologi laut dari lembaga ZMT Jerman.
Nutrien ini dibutuhkan oleh larva bulu seribu dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Larva bulu seribu lebih kuat dalam beradaptasi dibandingkan dengan larva ikan atau biota laut lainnya. Pada fase awal ini bulu seribu lebih tangguh dibandingkan dengan biota lain.
Di perairan pantai Padang, penyebaran bulu seribu dipengaruhi oleh pulau-pulau oleh arus yang berada di sekitar kota ini. Bulu seribu berkembang hingga dewasa dengan menghisap jaringan karang, termasuk alga yang bersimbiosis. Bulu seribu ini pun dapat bergerak cepat dari koloni karang satu ke koloni lain, yaitu sekitar 20 meter per-jam.
Dalam serangan yang diakibatkan oleh bulu seribu, karang akan memutih sama halnya dengan akibat bleaching dimana zooxanthellae keluar karena kondisi lingkungan yaitu peningkatan suhu. Namun pada kasus serangan bulu seribu, zooxanthellae dan jaringan karang menjadi makanan oleh hewan ini. Akibatnya sama yaitu berujung pada kematian karang.
Pengendalian peledakan populasi bulu seribu
Jika sebelumnya, di tahun 2010 dan 2016 lokasi transek permanen di Sumatera Barat pernah terjadi kematian massal karang yang diakibatkan oleh upwelling yaitu, penurunan suhu di daerah tropis akibat naiknya massa air dari dasar perairan laut dalam, maka setahun lepas dari ancaman kematian massal, terumbu karang di Perairan Padang kembali mengalami ancaman kematian yang disebabkan oleh hama.
Predator ini berasal dari hewan ekinodermata, yang dalam jumlah yang normal tidak memberikan dampak kematian massal pada karang.
Hasil monitoring, hampir 75% karang hidup di Pulau Toran mati, tidak lagi memiliki warna yang indah dan tertutup alga, meski saat ini karang masih berdiri kokoh pada posisinya. Lambat laun karang ini akan patah menjadi rubble dengan adanya ombak (dead coral with algae).
Mencermati masalah ini, pada tanggal 22 Agustus 2017 lalu, diselenggarakan loka kawasan konservasi perairan nasional (LKKPN), bekerjasama antara LKKPN Pekanbaru, dengan Tawan Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh dan Yayasan Minang Bahari. Adapun 14 orang peserta yang berasal dari berbagai instansi melakukan pengangkatan bulu seribu dari perairan Padang.
Acara pengangkatan bulu seribu ini akan dilakukan kembali pada bulan september dengan membuka kesempatan para konservasionis, voluntir dan penyelam untuk ikut berpastisipasi.
Pada lokasi Pulau Toran dan Pulau Pandan telah berhasil dikumpulkan sekitar 745 bulu seribu dalam kawasan sekitar 400 m2. Di Pulau Toran kepadatan populasinya diperkirakan sebesar 1,86 ekor/m2, jauh melebihi ambang batas alami kepadatan bulu seribu di alam yaitu 0,014 ekor/m2 (Endean, 1987. Di Pulau Pandan dijumpai predator bulu seribu, yaitu triton sebanyak enam ekor pada kedalaman empat meter, disamping dijumpai tingkat keberagaman ikan yang lebih tinggi dari Pulau Toran.
Dampak bulu seribu dijumpai lebih tinggi pada perairan dangkal dibawah 10 m, dibandingkan pada perairan yang lebih dalam. Karang masih ditemukan pada kedalaman 20 meter di perairan Pulau Pandan dan Toran dan sekitar 50 m di Pulau Laut. Kondisi ini pun terkait dengan karang favorit bulu seribu yang lebih banyak hidup di perairan dangkal seperti Acropora dan Montipora.
Pada survei berikutnya di Pulau Pieh tidak ditemukan bulu seribu, karena diduga pola arus dan lokasinya lebih jauh dari muara sungai. Lokasi yang dekat dengan muara sungai diduga memiliki sumber nutrien yang tinggi dan memicu terjadinya spawning dan perkembangan larva yang baik.
Bulu seribu yang dikumpulkan, selanjutnya dikubur di pantai. Cara lain adalah dengan menyuntik dengan zat kimia seperti formalin, meski perlu kehati-hatian dengan alasan konservasi dan keamanan tenaga voluntir dan penyelaman yang bekerja dengan zat kimia ini.
* Dr. Ofri Johan, M.Si. penulis adalah peneliti pada Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Badan Riset dan Sumberdaya Manusia, KKP. Artikel ini merupakan opini penulis.