Kabur dari Taman Marga Satwa Bukittinggi, Tapir Berendam di Kolam Istana Bung Hatta

 

 

Satu tapir betina (Tapirus indicus)  berusia sekitar tiga tahun kabur dari Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Bukittinggi, Sumatera Barat, Senin malam, (28/8/17). Satwa titipan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar ini diduga stres hidup di kandang dan jadi tontotan.

Tapir betina lebih 200  kilogram dan panjang 1,5 meter ini sebelumnya ditemukan warga di Nagari Balah Aia Utara, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman, Sumbar, Minggu (27/8/17). Tapir ditemukan terjebak dalam kolam ikan warga. Kondisi cukup sehat meski ada beberapa luka gores di punggung.

“Tapir sampai di TMSBK Senin (28/8) sore untuk dirawat dan ditempatkan di kandang bersama tapir jantan koleksi TMSBK,” kata Vera Chiko, Polisi Hutan (Polhut) BKSDA Bukittinggi.

Tapir kabur dari kandang bersama tapir jantan, penghuni lama TMSBK. Setelah pencarian oleh tim gabungan,  petugas TMSBK dan BKSDA Sumbar, hewan langka ini ditemukan dalam kolam di Istana Bung Hatta.

Menurut dugaan, karena terbiasa di alam liar, tapir stres setelah ditempatkan dalam kandang berukuran terbatas lalu berusaha kabur.

“Sejak tapir masuk kandang, memang tampak resah. Kerjanya berputar-putar, kadang mencoba memanjat sisi kandang. Kedatangan tapir betina ini memicu perilaku agresif pejantan,” katanya.

Chiko bilang, petang itu hujan cukup deras dan tapir betina mencoba mendorong pintu kandang yang terkunci. “Sepertinya ia mengangkat pintu kandang dengan memasukkan kepala di celah pintu. Engsel pintu copot.”

Setelah berhasil menjebol pintu, kedua tapir melenggang keluar kandang. Tak lama berselang, burung-burung yang lokasi berdekatan kandang tapir heboh. “Petugas di depan lalu bergegas memeriksa ke arah suara.”

Di lokasi, petugas mendapati tapir jantan di luar kandang, sementara satu lagi sudah lenyap. “Kalau yang lama sudah jinak, ia tidak tahu mau pergi kemana hingga berada di sekitar kandang,” katanya.

Setelah mengamankan yang jantan, pencarian betina dimulai. Seorang petugas melihat tapir betina sudah melintas di Jembatan Limpapeh hingga tak sempat lagi menutup pintu. Ia menghilang di Benteng Fort de Kock.

“Saat itu sudah gelap, jadi susah mencarinya. Sempat kita tanyakan kepada warga, bahkan ke satpam salah satu hotel. Nihil.”

Keesokan hari, memasuki subuh ada warga melihat dan segera melaporkan ke petugas TMSBK. “Dilihat warga di dekat jalan menurun di Benteng. Kabur ke Jalan Minangkabau, melaju ke Jam Gadang dan masuk ke Istana Bung Hatta,” katanya.

Sekitar pukul 08.00 WIB, satwa itu ditemukan berendam di kolam di Istana Bung Hatta. ” Istana sedang diperbaiki, di sana ada kolam tempat menimba air pekerja. Ia berendam di dalam.”

Petugas langsung menarik tapir dengan tali dan membawa kembali ke TMSBK untuk karantina.

“Sementara ini dirawat dulu. Nanti bisa saja tetap tinggal di TMSBK dan jadi pasangan tapir jantan koleksi TMSBK. Kami lihat dulu.”

Untuk relokasi, katanya, tergantung perintah Kepala BKSDA Sumbar. Sebelumnya, TMSBK Bukittinggi pernah ada empat tapir. Beberapa ditukarkan dengan satwa lain seperti zebra (2015) dan kasuari (2016), satu mati.

 

Tapir, kala berada di kandang TMS Bukittinggi. Tapir kabur dari kandang diduga stres. Foto: BKSDA Sumbar/ Mongabay Indonesia

 

 

Tapir layak translokasi

Dokter hewan yang menangani tapir, Idham Fahmi mengatakan,  secara umum kondisi sehat, namun secara psikis stres setelah terjebak cukup lama di kolam ikan dan kini bahan tontonan warga.

Namun, katanya, tapir layak translokasi atau dilepasliarkan di habitat mereka. “Kondisi satwa cukup sehat, hanya sedikit lecet-lecet di bagian punggung dan ekor dan sudah diobati. Sebenarnya bisa translokasi namun karena BKSDA menginginkan rehab, jadi rehab dulu,” katanya.

Tapir sudah diberikan suntikan supaya mau makan dan penghilang rasa sakit.

Wilson Novarino, Dosen Biologi Universitas Andalas, mempertanyakan mengapa satwa harus relokasi ke kebun binatang. Apalagi kalau keadaan satwa sehat seperti tapir yang ditemukan di Padang Pariaman itu.

BKSDA, katanya, seharusnya tahu kalau setiap ada konflik atau temuan satwa tak mesti selalu dibawa ke kebun binatang. Membawa satwa ke kebun binatang, katanya,  merupakan pilihan terakhir jika benar-benar membutuhkan perawatan khusus.

Untuk tapir di Pariaman itu, seharusnya langsung dilepasliarkan ke habitat asli karena kondisi sehat. “Apalagi tapir hewan herbivora yang tak membahayakan manusia,  beda dengan harimau, untuk alasan keamanan manusia mungkin bisa direhabilitasi terlebih dahulu.”

Wilson bilang, tapir lari dari kebun binatang menandakan stres dan tidak mau dikurung. Apalagi tapir termasuk satwa tidak mudah beradaptasi dengan kandang.

Dengan  kemampuan tapir membuka kunci kandang dan lari melewati Jembatan Limpapeh hingga ada di kolam dalam Istana Bung Hatta, katanya,  menandakan satwa sehat. “Harusnya tak dibawa ke kebun binatang, ia bisa survive di alam. Jikapun harus dititipkan ke kebun binatang itu solusi terakhir.”

Menyinggung tempat temuan, kata Wilson, tapir India yang masuk kolam ikan warga hal biasa. “Tapir hewan nokturnal atau bergerak saat malam hari dan sering menyeruduk, wajar bila masuk kolam atau kali.”

Kolam tempat temuan tapir, katanya, di Balai Hilia Lubuk Alung, Padang Pariaman,  memang daerah perlintasan satwa ini karena dekat hutan Singgalang dan Tandikat.

Wilson bilang, tapir di pemukiman warga kemungkinan karena ada tekanan di habitat. Mungkin saja hutan sudah tidak lagi kondusif hingga mencari makan di tempat lain.

Tapir, katanya,  biasa mendiami hutan primer dan sekunder. Kala memasuki hutan sekunder,  bisa menyisir sampai ke pemukiman warga hingga masuk kolam.

Sebelumnya, tapir masuk kolam pernah terjadi di Payakumbuh dan Pesisir Selatan. Tahun lalu,  di Limapuluh Kota ada tapir masuk saluran pembuangan tinja, kemungkinan dikejar predator. Ada juga tapir tertabrak kendaraan. “Mirisnya, rata-rata tapir konflik dibawa ke kebun binatang.”

Habitat tapir,  hampir di seluruh Sumatera kecuali hutan di Toba. Ia tersebar mulai selatan Toba sampai Lampung.

Tantyo Bangun, Ketua Umum Yayasan Internasional Rescue Indonesia (Yiari) menilai,  tapir masih liar sebaiknya segera dilepasliarkan ke hutan. “Jangan paksakan menjodohkan dengan tapir yang ada di kandang. Karena binatang liar dewasa akan jauh lebih sulit beradaptasi di kandang.”

Dia mengingatkan, agar memastikan kandang untuk perawatan sekarang dalam kondisi layak. Dia bilang, andai terjadi hal tak diinginkan terhadap satwa dilindungi ini karena kondisi kandang atau perawatan tak memadai, siapa yang akan bertanggungjawab. “Apakah lembaga yang menampung dapat dimintai pertanggungjawaban? Itu harus menjadi pemikiran bersama.”

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,