Gorontalo, Wilayah Penting Keragaman Hayati Indonesia

 

 

Lima butir telur nampak bergetar. Hanya beberapa detik, tiba-tiba pecah. Menetas, lalu di setiap telur itu keluar lima ekor burung yang masing-masing kepalanya terdapat mahkota. Sayap dan tubuh burung mungil itu memiliki kombinasi hitam dan kuning keemasan.

Malam itu, 30 Agustus 2017, di Gorontalo, sebuah tarian tentang burung maleo dipentaskan oleh lima gadis. Mereka mengenakan kostum menyerupai burung yang terancam punah itu, seraya menari dihadapan tamu dan undangan pada acara Merayakan Keragaman Burung di Indonesia.

Merayakan Keragaman Burung di Indonesia (MKBI) merupakan agenda tahunan yang diadakan Burung Indonesia. Tujuannya, memperkenalkan ke masyarakat luas tentang keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya jenis-jenis burung.

“Burung Indonesia bergiat untuk mencapai tujuan konservasi dengan didasari pembelajaran yang dibangun dari beragam pengalaman lapangan dan dinamika konservasi tingkat lokal, nasional, dan global,” ungkap Andriansyah, Communication and Knowledge Management Specialist, kepada Mongabay Indonesia.

 

Baca: Konservasi Maleo Senkawor Melalui SRAK, Seperti Apa?

 

Burung Indonesia menyebutkan, Gorontalo menjadi salah satu kawasan penting bagi keanekaragaman hayati Indonesia karena bagian dari kawasan biogeografi Wallacea yang merupakan kawasan perpaduan Asia dan Australia. Kawasan ini memungkinkan berkembangnya flora dan fauna khas yang tidak terdapat di tempat lain di dunia.

Provinsi Gorontalo juga masih memiliki hutan yang cukup luas, sekitar 826.000 hektare, dan lebih dari setengahnya merupakan kawasan hutan produksi. Hutan seluas 350.000 hektare ini membentang di Kabupaten Pahuwato dan Kabupaten Boalemo, dikenal sebagai blok hutan Popayato-Paguat. Selain hutan produksi, pada areal hutan ini terdapat pula dua kawasan konservasi dan delapan hutan lindung.

Luas kawasan yang terkoneksi ini sebesar 70 persen dari seluruh luasan kawasan konservasi dan hutan lindung di Gorontalo. Hutan alam Popayato-Paguat berpotensi menjadi “connecting landscape” bagi blok hutan dengan fungsi produksi, konservasi maupun lindung.

“Kekayaan tersebut merupakan kebanggaan kita yang diharapkan mendorong masyarakat untuk melakukan upaya-upaya pelestarian dan perlindungan,” ujar Amsurya Warman Amsa, Program Manager Gorontalo Burung Indonesia.

 

Maleo senkawor, burung endemik Sulawesi. Hanya ada di kawasan Wallacea namun populasinya terus terancam. Foto: Akun Facebook Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

 

Klinik konservasi

Ada kilinik konservasi yang dibuka sejak sore hari di perayaan ini. Masyarakat atau pengunjung dapat bertanya mengenai konservasi alam maupun keanekaragaman hayati yang ada di Provinsi Gorontalo.

Ian Morse, seorang pengunjung dari Amerika Serikat yang saat ini menjadi pengajar di Madrasah Aliyah Negeri Batudaa, Kabupaten Gorontalo, ikut mengapresiasi kegiatan tersebut.

“Gorontalo memiliki hutan yang bagus dan satwa-satwa unik. Saya bahkan tertarik suatu saat untuk melihat langsung hutan Nantu atau hutan di Kabupaten Pohuwato,” ungkapnya.

Dian Agista, Direktur Eksekutif Burung Indonesia menjelaskan, 2017 ini Indonesia mempunyai 1.769 jenis burung yang merupakan tertinggi ke empat di dunia. Sementara untuk endimisitas, Indonesia memiliki lebih dari 500 jenis yang jumlahnya tertinggi dibandingkan negara manapun di dunia.

“Dari jumlah itu, 140 jenis berstatus terancam punah secara global. Sulawesi yang yang berada di garis Wallacea merupakan kawasan biogeografi yang penting. Selain itu Sulawesi banyak disebut oleh para ahli dengan pulau yang memiliki edemisitas tinggi,” ungkapnya.

 

Baca juga: Gorontalo Sebagai Provinsi Konservasi, Apa yang Harus Dibenahi?

 

Ivone Larekang, dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo menjelaskan tentang Gorontalo yang telah ditetapkan sebagai provinsi konservasi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Lingkungan hidup menjadi satu dari enam program unggulan Pemerintah Provinsi Gorontalo.

Namun dibagian lain, menurut Ivone, indeks kualitas lingkungan hidup Gorontalo begitu buruk. Sungai-sungai besar airnya kritis, tutupan lahan semakin berkurang, dan kualitas udara menurun. “Kita berpotensi kehilangan air tanah yang disebabkan oleh pembukaan kebun kelapa sawit, izin overlap, dan ini berdampak terhadap kualitas lingkungan hidup seperti banjir, longsor, dan sebagainya,” ujarnya.

 

Kondisi kawasan konservasi di Cagar Alam Tanjung Panjang, Kabupaten Pohuwato. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Degradasi

Syamsudin Hadju, Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Sulawesi Utara di Gorontalo, mengatakan kondisi kawasan hutan di Gorontalo yang mengalami degradasi akan berdampak pada keberadaan keragaman hayati. Pihaknya telah berkolaborasi dengan Burung Indonesia, membangun Kesepakatan Pelestarian Alam Desa (KPAD) pada dua desa yang berbatasan langsung dengan Cagar Alam Panua di Kabupaten Pohuwato.

“BKSDA di Gorontalo kekurangan personil dan sumber daya manusia, kerja sama dengan LSM dan pihak lain perlu dibangun. Sementara, kami banyak sekali menangani satwa bermasalah yang diakibatkan perburuan,” terangnya.

Sementara Rahman Dako, pegiat lingkungan Gorontalo berharap, gerakan komunitas lokal di Gorontalo dapat menyelamatkan lingkungan yang berfokus pada penyelamatan habitat dan terumbu karang. Pengembangan masyarakat seperti membangun kesadaran dan kerja-kerja terkait advokasi juga perlu dilakukan.

“Kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab penurunan sumber daya alam. Penanganan lingkungan di Gorontalo harus dilakukan. Kita bisa lihat sendiri bagaimana Cagar Alam Tanjung Panjang hampir 90 persen menjadi tambak. Potensi bencana alam meningkat. Belum lagi ada pelepasan kawasan untuk sawit, tambang, dan sebagainya,” ucapnya.

Sebelumnya, MKBI ini diawali penandatangan MOU atau nota kesepahaman antara Burung Indonesia dengan Universitas Negeri Gorontalo, yang bertujuan untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan akan menjadi landasan untuk restorasi ekosistem dan pengelolaan bentang alam yang berkelanjutan. Terutama, untuk kegiatan di kawasan Hutan Popayato Paguat serta bentang alam Gorontalo keseluruhan.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,