Dalam 2 Bulan, Lebih 3800 Ekor Burung Diselundupkan dari Lombok

Persis selama dua bulan sedikitnya 3804 ekor burung aneka jenis diselundupkan dari Pelabuhan Lembar, Lombok, NTB. Menggunakan truk dan burung yang diwadahi kardus rapi seperti barang dagangan biasa.

Penangkapan ke-5 dalam tahun 2017 ini terjadi pada 5 September 2017 pukul 01.45 WITA. Sebuah tim gabungan kembali menggagalkan upaya pengangkutan satwa liar jenis burung tanpa dokumen sah. Sebanyak 1313 ekor burung hendak diseberangkan lewat kapal laut menggunakan truk plat nomor polisi Bali, DK 9389 KL.

Sebelumnya pada 6 Juli 2017 digagalkan penyelundupan 2491 ekor burung dari Lombok menuju Padangbai, Bali. Seluruh burung yang hendak diperjualbelikan itu dilaporkan segera dilepaskan di Taman Wisata Alam (TWA) Kerandangan, Lombok Barat untuk proses rehabilitasi.

 

 

Balai KSDA NTB bersama dengan Polres Lombok Barat/Polsek KP3 Lembar, TNI dan Balai Karantina Pertanian Mataram pada Selasa (5/9) dini hari seperti biasa melaksanakan patroli gabungan dengan sasaran pemeriksaan terhadap kendaraan yang akan menuju atau menyeberang ke Pulau Bali di Pelabuhan Lembar.

Penemuan ini merupakan hasil pengembangan informasi masyarakat dan upaya menekan dan mengendalikan peredaran satwa liar di Provinsi NTB. Kali ini dari 1313 ekor, terdiri dari 11 jenis burung antara lain Kemodong 75 ekor, Srigunting 50 ekor, Kelincer 30 ekor, Kecial Kumbuk 55 ekor, Cico Kopi Melayu 4 ekor, Bondol Haji 50 ekor, Gelatik Batu Alam 25 ekor, Burung Cabai 30 ekor, Kecial Kuning 150, Kepodang 4 ekor, dan Branjangan Jawa 840 ekor.

Balai KSDA NTB kemudian koordinasi dengan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK untuk proses lebih lanjut, karena terdapat 1 jenis burung dilindungi yaitu Kecial Kumbuk. Barang bukti diamankan di Kantor BKSDA NTB dan sopir menjalani pemeriksaan intensif oleh PPNS BPPH LHK dan BKSDA NTB.

Sementara pada penangkapan 6 Juli lalu, dari hampir 2500 ekor, terdiri dari 10 jenis berbeda yakni Punglor Kepala Hitam (Zoothera doherty), Kepodang (Oriolus Chinensis), Sesap Madu Australia (Lichmera Indistincta), Kacamata Laut (Zoosterops Chloris), Gelatik Batu Kelabu (Parus major), Cinenen Jawa (Orthotomus Sepium), Opior Paruh Tebal (Heleia Cassirostris), Apung (Anthus Sp), Bondol Hijau Dada Merah (Erithrea Hyperthura), dan Cica Kopi Melayu (Pomatorius Montanus).

(baca : Hampir 2500 Ekor Burung Diselundupkan dari Lombok. Bagaimana Akhirnya?)

Siapakah pembeli atau penadahnya? “Belum diketahui, akan lebih intensif disidik lebih serius,” ujar Dr Widada, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya (BKSDA) NTB. Sekarang proses hukum di kepolisian.

Modusnya sama. Warga menurutnya kemungkinan menangkap di banyak tempat bisa di sawah, kebun, atau hutan. Kemudian ada yang menampung lalu diberangkatkan dengan truk melalui pelabuhan laut.

Supir truk disebut tidak membawa dokumen apapun seperti izin edar. Sebagian besar bukan burung dilindungi. “Masalahnya belum ada kuota berapa jumlah yang bisa diedarkan,” imbuh Widada. Jika barang buktinya tidak dilindungi maka sanksinya disita, sementara jika ada jenis dilindungi diproses pidana.

 

Pelepasan burung sitaan di area rehabilitasi di TWA Kerandangan, Lombok. Foto: BKSDA NTB/Mongabay Indonesia

 

Terkait ada kemungkinan peristiwa ini sering terjadi karena modusnya sama, Widada tak ingin berspekulasi. Menurutnya para pihak bisa menggagalkan pengiriman karena informan dan kerja intensif. Bagaimana dengan pelaku penangkap burung dan lokasi pengepulnya di Lombok? “Dugaanya warga mengumpulkan, kemungkinan dari Sumbawa,” katanya

Widada mengatakan pencegahan dilakukan dengan kampanye penyuluhan dan informasi di pelabuhan dan bandara. “Mencintai tak harus memiliki. Kami harap ada dukungan stakeholder untuk mensosialisasikan termasuk sekolah,” harapnya.

(baca : Akankah Perdagangan Burung Peliharaan Memicu Penyelundupan dan Mengancam Populasi Burung Liar?)

 

Pelepasan

Siaran pers BKSDA menyebutkan tahun ini sudah tujuh kali Balai KSDA NTB dibantu Balai Karantina Pertanian Mataram, Balai Karantina Ikan, POLRI, TNI dan stakeholders menggagalkan peredaran satwa liar tanpa dokumen. Untuk jenis burung lima kali dengan jumlah satwa diselamatkan dan dilepasliarkan sejumlah 6.126 ekor serta dua kali menggagalkan peredaran karang hias tanpa dokumen sejumlah 1.905 pcs yang dilepasliarkan di perairan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.

Burung selundupan dilepaskan di Taman Wisata Alam (TWA) Kerandangan berjarak 20 Km dari Kota Mataram di Desa Senggigi, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat. Kawasan konservasi ini mempunyai keanakeragaman hayati tinggi baik tumbuhan maupun satwa, seperti pohon klicung/kayu hitam, burung gosong, celepuk rinjani, elang flores, kuakiau, lutung, dan lainnya.

(baca : Silent Forest, Fenomena Akibat Maraknya Perburuan Burung Liar?)

Kawasan ini mempunyai fasilitas pelepasliaran satwa burung yang dikenal dengan kandang habituasi/adaptasi, yaitu sebuah proses adaptasi burung sebelum lepasliar. Kandang habituasi berbentuk kubah berdinding paranet atau kain kasa dengan ukuran panjang 12 meter, lebar 6 meter dan tinggi 5 meter. Untuk burung-burung yang masih liar dan sehat akan langsung terbang bebas di luar kubah sementara yang masih lemah akan dilakukan perawatan oleh perawat satwa dan staf lapangan TWA Kerandangan sampai burung tersebut dapat dilepasliarkan.

“Kapasitas TWA masih layak untuk burung-burung ini. Kami ingin kembangkan kawasan bird watching,” ujar Widada.

 

Wisata mengamati burung di alam liar atau birdwatching sangat mudah dilakukan di TN Bali Barat sambil jalan-jalan dalam hutan. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Wisata melihat burung

Pecinta burung bisa mulai mengubah hobi mengandangkan burung dengan melihatnya di alam liar. Takdir burung adalah terbang, mengandangkan berarti memutus rantai hidupnya.

Banyak taman nasional yang menyiapkan pemandu dan paket wisata jalan-jalan sambil memantau burung. Di Bali ada Taman Nasional Bali Barat (TNBB) yang bisa ditempuh dengan 3 jam berkendara dari Kota Denpasar ke arah Pelabuhan Gilimanuk.

Sangat mudah menemukan burung di TNBB, tinggal pilih memulai aktivitas bird watching. Tiket masuk ke area TNBB ada dua jenis, WNA Rp20 ribu dan WNI Rp10 ribu per orang di hari biasa. Jika hari libur, bertambah Rp50 ribu untuk WNA dan Rp5000 untuk WNI. Tiket ini bisa dibeli di tiap pos masuk.

Apa yang bisa dieksplorasi di TNBB? Jika pemula, baiknya ke pusat infomasi di dalam kantor Balai TNBB, lokasinya persis pinggir Jalan Raya Cekik-Gilimanuk, sekitar 10 menit dari atau setelah pelabuhan penyeberangan Bali-Jawa itu. Di sebuah ruangan terbuka pos informasi ini ada peta petunjuk mengenal kawasan TNBB.

(baca : Jalan Panjang Melindungi Jalak Bali dari Kepunahan)

Jika kunjungan ingin lebih mendalam, misal untuk peliputan atau penelitian perlu mengurus Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI). Jika kunjungan biasa, tinggal beli tiket masuk dan membayar jasa tambahan di pihak lain misal pemandu, sewa perahu, alat snorkeling, dan lainnya sesuai sarana pariwisata yang digunakan.

Burung Jalak Bali (Leucospar rothschildi), burung endemik di pulau dewata ini bisa dengan mudah dinikmati perilakunya di pusat penangkaran samping kantor Balai TNBB. Mengamati burung sekaligus mengamati bagaimana penangkar burung bekerja. Namanya Pusat Pelepasliaran Jalak Bali Cekik, masuk wilayah seksi I (Jembrana) TNBB.

 

Burung Jalak Bali makin banyak ditangkarkan untuk menambah populasinya di alam liar, burung Jalak Bali dalam kandang dan alam mudah dilihat di TN Bali Barat. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Heri Kusumanegara, salah satu petugas TNBB spesialis pemandu wisata pengamatan burung mengatakan pengunjung bisa membuat paket atau rute pengamatan satu hari atau maksimal 3 hari. Sudah bisa berkeliling di sejumlah titik pengamatan. Waktu yang baik adalah pagi atau sore hari.

Sedikitnya ada 35 jenis endemik Bali dan Jawa seperti falcon pancawana, raja udang, jalak putih, dan lainnya. “Tinggal dikasi list burung yang mau diamati, tinggal arahkan lokasinya di kawasan,” ujar Heri. Ia mengaku wisata birds watching ini sudah ada pelanggannya.

Melihat burung-burung terbang bersama kelompoknya, hinggap di pepohonan sudah pasti lebih menyehatkan diri sendiri juga alam.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,