Warga Diminta Tak Beraktivitas Radius 3 Km dari Gunung Agung

 

PVMBG Badan Geologi menaikkan status Gunung Agung dari Level I (Normal) ke Level II (Waspada) terhitung mulai Kamis (14/9/2017) pukul 14.00 Wita. Ada peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali berdasarkan analisis data visual, instrumental dan mempertimbangkan potensi ancaman bahayanya.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam siaran pers memaparkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi antara lain masyarakat di sekitar gunung dan pengunjung agar tidak beraktivitas di dalam area kawah dan seluruh area di dalam radius 3 km dari kawah gunung, atau pada elevasi 1500 meter dari permukaan laut.

“Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan tidak terpancing pada hal-hal yang menyesatkan. Letusan gunung bersifat slow on set,” ujarnya. Artinya tidak seketika meletus, namun selalu mengeluarkan tanda-tanda peningkatan aktivitas vulkanik sebelumnya sehingga PVMBG dapat menetapkan rekomendasi lebih lanjut.

BNPB berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Bali dan BPBD Kabupaten Karangasem terkait peningkatan status Waspada Gunung Agung. Sosialisasi akan dilakukan kepada masyarakat agar mematuhi rekomendasi. Rencana kontinjensi akan segera disusun untuk merencanakan segala kemungkinan jika adanya peningkatan status gunung api lebih lanjut.

(baca : Tolak Tambang Emas di Hutan Lindung Pitu, Aktivis Protes dari Puncak Gunung Agung)

 

Warga diminta tidak beraktivitas radius 3 km dari Gunung Agung. Saat ini statusnya masih waspada. Sumber : Badan Geologi

 

Kepala Desa Tulamben I Nyoman Ardika, salah satu desa di kaki Gunung Agung mengatakan sudah mendapat telpon dari Camat untuk kewaspadaan. “Saya imbau dusun terdekat waspada,” katanya. Dusun terdekat di Tulamben adalah Batudawa Kaja jaraknya sekitar 5-7 km dari puncak gunung Agung.

Menurutnya warga beraktivitas biasa, masih kondusif karena tidak ada perubahan menyolok dari gunung yang menemani aktivitas keseharian warga di Bali Timur ini. Tulamben merupakan objek wisata bawah laut dan Gunung Agung berdampingan.

Ikon wisata diving di sini adalah bangkai kapal logistik perang milik Amerika Serikat, USAT Liberty Wreck yang tenggelam kena torpedo Jepang saat Perang Dunia II ketika berlayar di Selat Lombok pada 1943. Kapal laut ini semula terdampar, lalu ada yang menyebut terseret ke tengah laut karena aliran lava Gunung Agung saat meletus pada 1963, atau karena abrasi.

Rilis BPNB menambahkan Pos Pengamatan Gunungapi yang berlokasi di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali merekam 7 kali gempa Vulkanik Dalam (VA) dengan amplitudo 2 – 6 mm, lama gempa 12 – 23 detik. Kemudian 4 kali gempa Vulkanik Dangkal (VB) dengan amplitudo 3 – 6 mm dan lama gempa 7 – 13 detik. Juga kali gempa Tektonik Lokal (TL) dengan amplitudo 6 mm, S-P 4.8 detik dan lama gempa 37 detik pada Rabu (13/9/2017).

Dari pengamatan pos ini disebut belum adanya perubahan signifikan tinggi dan tebal asap dari kawan dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Badan Geologi melaporkan bahwa berdasarkan informasi dari pendaki pada 13 September lalu, terlihat hembusan solfatara dari dasar kawah yang sebelumnya tidak pernah terlihat sampai periksaan terakhir pada bulan April 2017.

Badan Geologi juga melaporkan data terukur terkait dengan peningkatan status, seperti material vulkanik, tingkat kegempaan dan citra termal. Pada indikator gempa Vulkanik Dalam (VA) mengindikasikan proses peretakan batuan di dalam tubuh gunungapi yang diakibatkan oleh tekanan fluida magmatik dari kedalaman mulai terekam meningkat jumlahnya secara konsisten sejak 10 Agustus 2017 dengan amplituda kegempaan vulkanik berkisar antara 3 mm sampai 10 mm.

 

Suasana pesisir Sanur dengan latar belakang gunung Agung di Bali Timur. Laut memberi makanan dan tempat rekreasi. Foto Luh De Suriyani

 

Gunung Agung memiliki sejarah aktivitas erupsi yang dicirikan oleh erupsi-erupsi yang bersifat eksplosif dan efusif dengan pusat kegiatan yang berada pada kawah. Masih dilihat pada sejarah erupsi, potensi ancaman berupa bahaya berupa jatuhan piroklastik, aliran piroklastik, dan aliran lava.

Daerah yang berpotensi terancam jatuhan piroklastik dapat tersebar di sekeliling Gunung Agung tergantung pada arah angin. Dengan kondisi aktivitas seperti saat ini, apabila terjadi letusan, potensi bahaya diperkirakan masih berada di area tubuh Gunung Agung yang berada di lereng Utara, Tenggara, dan Selatan gunung.

(baca : Melihat Bencana Ekologi Dalam Prangko, Begini Alternatif Kampanye di Bali)

Sementara itu, ancaman bahaya secara langsung berada di daerah utara gunung, seperti di daerah aliran sungai Tukad Tulamben, Tukad Daya, Tukad Celagi yang berhulu di area bukaan kawah. Juga Sungai Tukad Bumbung di Tenggara, Pati, Tukad Panglan, dan Tukad Jabah di Selatan Gunung Agung berpotensi terhadap bahaya aliran piroklastik dan lahar jika erupsi efusif berupa aliran lava Gunung Agung.

Badan Geologi mencatat bahwa Gunung Agung yang meletus pada 12 Maret 1963 berskala VEI 5, dengan tinggi kolom erupsi setinggi 8-10 km di atas puncak G. Agung dan disertai oleh aliran piroklastik yang menghancurkan beberapa desa di sekitar. VEI merupakan skala pengukuran relatif letusan gunung.  Gunung Agung dengan VEI 5 dideskripsikan mengalami erupsi sangat besar. Saat itu letusan menewaskan sekitar 1.100 jiwa, sebagian terkena aliran lahar.

Aktivitas Gunung Agung selesai pada tanggal 27 Januari 1964 dan menyisakan kawah dengan diameter 500 meter dan kedalaman hingga  200 meter.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,