Warga Desa Mulai Berinisiatif Jadi Relawan Pos Pengungsian

 

Sejumlah warga Desa Nongan, Karangasem, Bali, mulai membuat posko informasi pengungsian swadaya. Balai banjar dan sejumlah warga difungsikan sebagai tempat darurat.

Hal ini terlihat pada hari ke-4 status siaga bencana Gunung Agung, pada Kamis (21/09/2017). Jumlah penduduk yang termasuk di kawasan siaga bencana III sebanyak 49.485 jiwa yang berasal dari 6 desa di Kabupaten Karangasem. Kecamatan Bebandem ada 2 desa yakni Jungutan dan Desa Buana Giri. Kecamatan Kubu juga 2 desa, Desa Dukuh dan Desa Ban. Kemudian Desa Sebudi-Kecamatan Selat, dan Desa Besakih-Kecamatan Rendang.

Tampak sejumlah warga sedang menunggui barang-barang titipan pengungsi yang kembali ke desanya pada siang hari untuk mengecek rumah mereka. “Bale banjar dan beberapa rumah warga siap jadi penampungan,” kata Wayan Sudana. Bale banjar biasanya berbentuk seperti wantilan semi terbuka jadi lokasi rapat dan acara publik. Satu desa memiliki beberapa banjar sesuai jumlah warga.

Warga juga intensif memantau informasi terbaru di grup komunikasi internal pengurus desa untuk mengetahui instruksi terbaru soal kondisi aktivitas Gunung Agung dan situasi pengungsi. Desa Nongan tidak masuk dalam radius siaga atau 6 km dari puncak gunung. Namun desa ini dilalui aliran pengungsi dari Kecamatan Rendang dan Selat.

Selain inisiatif warga, pemerintah melalui sejumlah instansi sudah menyiapkan pos-pos pengungsian di sejumlah lokasi. Selain menggunakan gedung pemerintah, juga memanfaatkan wantilan kosong, lapangan desa, dan gelanggang olahraga.

Salah satunya di Kantor Pertanian Desa Rendang. Pada Kamis (21/9) siang jumlahnya sekitar 174 jiwa. Mereka mengungsi sejak Rabu dini hari. “Saya takut, tidak bisa tidur 3 hari ini. Kemarin pas gempa dan kasur saya sampai mantul,” kata Kadek Karmiati. Ia sedang istirahat di sela-sela kebun demplot pertanian yang asri bersama 4 anaknya. Usai gempa mereka langsung turun ke desa terdekat dengan kendaraan sendiri membawa baju seadanya.

 

Rombongan pengungsi Gunung Agung, Bali, dari Desa Sebudi, Karangasem menuju kabupaten terdekat, Klungkung. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Mangku Sidia, kakek yang pernah melihat lahar panas pada bencana letusan Gunung Agung 1963 juga ikut serta bersama warga lain turun ke desa terdekat. “Dulu saya juga mengungsi jalan kaki gendong bapak, sekarang naik motor,” ingatnya. Halnya masa lalu, ternak juga harus dikorbankan. Ia terpaksa menjual 2 sapi dewasanya jauh lebih murah dari harga pasaran. “Banyak yang jual ternak,” katanya. Sapi dewasa diobral sekitar Rp10-12 juta per ekor.

Data sementara dari Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, hingga pukul 18.00 WITA sedikitnya 1.259 jiwa pengungsi terdata. Bisa lebih banyak karena ada pos-pos lain belum masuk dalam data ini.

Tersebar di pos pengungsian di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng terdapat 222 jiwa pengungsi yaitu 124 jiwa laki-laki dan 98 jiwa perempuan. Mereka berasal dari 4 dusun yaitu Dusun Pengalusan, Belong, Bunga dan Pucang.

Aula Kantor Desa Tembok Kecamatan Tejakula sebanyak 114 jiwa. Pengungsi dari Dusun Bahel, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Di gudang milik Dewa Nyoman Rai di Desa Tembok sebanyak 42 jiwa. Mereka berasal dari  Dusun Panda Sari, Desa Dukuh.

Pengungsi mandiri di rumah warga atau kerabatnya sebanyak 23 jiwa di Desa Tembok, Tejakula. Juga di rumah warga di Desa Sambirenteng sebanyak 18 jiwa.

Pos pengungsi GOR Swecaparu, Kabupaten Klungkung sebanyak 378 jiwa pengungsi yang berasal dari Desa Sebudi, Selat. Pos pengungsian Wantilan Pura Puseh Tebola Desa Sidemen, sebanyak 292 jiwa. Pengungsi berasal dari  Dusun Sebun dan Dusun Sogra.

Sementara pos Balai Banjar Desa Adat Sanggem, Desa Sangkan, Kabupaten Karangasem sebanyak 170 jiwa. Pengungsi berasal dari Banjar Dinas Yehe dan Sebudi.

 

Penjual postcard Pura Besakih dengan latar belakang Gunung Agung, Bali, yang saat ini dalam status siaga (level III) masih berjualan Kamis siang. Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

Sementara aktivitas Gunung Agung periode pengamatan pukul 12:00-18:00 WITA menyebutkan intensitas kegempaan masih tinggi. Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB dalam siaran pers menyebut indikasi pergerakan magma ke permukaan terus berlangsung sehingga menyebabkan gempa vulkanik sering terjadi.

Pos Pengamatan Gunungapi Agung pada Rabu (20/9/2017) merekam 563 kali gempa vulkanik dalam, dan 8 kali gempa vulkanik dangkal. Pada Kamis (21/9/2017) antara pukul 06.00 – 12.00 WIB merekam 144 kali gempa vulkanik dalam dan 10 kali gempa vulkanik dangkal. Ada proses pergerakan magma yang mendorong permukaan dan meruntuhkan batuan yang menyumbatnya pada jarak 5 kilometer di bawah permukaan bumi. Status Gunung Agung masih Siaga (Level III).

“Tanda-tanda yang mereka rasakan saat ini, yaitu gempa vulkanik yang sering terjadi saat ini mirip dengan kejadian sebelum Gunung Agung meletus tahun 1963,” kata Sapto. Letusan saat itu berlangsung hampir selama setahun yaitu 18 Februari 1963 hingga 27 Januari 1964. Korban tercatat 1.148 orang meninggal dan 296 orang luka.

Ia menyebut tidak mudah menangani pengungsi. Apalagi pengungsi dari erupsi gunungapi yang jumlahnya besar dan tidak diketahui pasti sampai kapan harus mengungsi karena sangat tergantung dari waktu letusannya. Namun umumnya mengungsi di tenda, tidak nyaman karena panas dan jika terjadi erupsi disertai hujan abu dan pasir.

 

Model sister village

Tenda pengungsian disebut dapat roboh seperti saat erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Banjar atau balai desa dinilai tempat pengungsian yang lebih nyaman. Begitu juga mengungsi di kerabat atau desa sekitarnya.

BNPB menyarankan agar dicari desa-desa di sekitarnya yang aman dan bisa menampung pengungsi. Model ini dikenal sister village seperti yang banyak dikembangkan di sekitar Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Prioritas pengungsian adalah kelompok rentan yaitu balita, ibu hamil, lansia dan disabilitas. Pendataan masih dilakukan.

Tak mudah meminta warga dalam radius siaga bencana III mengungsi. Dari 49.485 jiwa yang berasal dari 6 desa di Kabupaten Karangasem yang masuk area ini, kurang dari 5% yang mengungsi merujuk pada data di atas.

 

Wisatawan dan warga yang bersembahyang masih memadati Pura Besakih, Bali, yang berada dalam area salah satu desa rawan siaga bencana III Gunung Agung, pada Kamis (21/9) siang. Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Salah satu desa yang masih dibuka untuk kunjungan wisatawan adalah Besakih, lokasi pura Besakih. Pada Kamis siang, ratusan wisatawan dan warga yang bersembahyang masih nampak di kompleks pura terbesar di kaki Gunung Agung ini.

Para pemandu wisata masih mendampingi turis menjelajah pura, anak-anak penjaja kartu pos masih bekerja, demikian juga pedagang dan penjaja souvenir.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,