Aktivis Lingkungan Cemas, Melihat Penanaman Sawit Simbolis yang Dilakukan Presiden Jokowi. Mengapa?

 

 

Penanaman pohon sawit simbolis di perkebunan rakyat oleh Presiden Jokowi dalam rangka menyalurkan bantuan bibit sebagai peremajaan sawit rakyat di Desa Panca Tunggal, Kelurahan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, Jumat (13/10/2017), dinilai aktivis lingkungan akan merugikan Indonesia. Kenapa?

“Menurut saya dapat merugikan Indonesia di mata international. Saat ini aktivitas perkebunan sawit di Indonesia dinilai pihak international tidak lestari, merusak gambut, diduga adanya pelanggaran HAM, serta produksi yang melimpah,” kata Achmad Yakub dari Bina Desa, LSM tertua di Indonesia yang mengurusi para petani, kepada Mongabay Indonesia, Jumat (13/10/2017).

Dengan aksi penanaman tersebut, kata Yakub, Presiden Jokowi dapat dinilai mendukung keberadaan perkebunan sawit di Indonesia. “Seharusnya, Presiden Jokowi melakukan konversi perkebunan sawit rakyat dengan tanaman yang lebih lestari seperti kakao.”

Sebab, dengan memproduksi terbatas atau tidak melimpah, dari perkebunan yang lestari dan bebas persoalan, justru akan meningkatkan harga jual sawit dari Indonesia. “Meningkatkan produksi, bukanlah jalan terbaik mengatasi produksi sawit di Indonesia,” jelas Yakub.

Sebagai informasi, peremajaan perkebunan sawit di Kabupaten Muba tersebut seluas 4.460 hektare. Sekitar 1.660 hektare, berada di hutan produksi yang telah dibebaskan.

Dijelaskan Jokowi, bantuan peremajaan sawit ini karena perkebunan sawit rakyat dinilai kurang produktif meski ditanam di areal subur, sehingga dilakukan peremajaan sawit dengan bibit unggul. Diharapkan, dari produksi sebelumnya sekitar dua ton per hektare menjadi delapan ton per hektare.

JJ Polong dari Spora Institut, cemas jika aksi simbolis penanaman sawit tersebut dapat dimaknai masyarakat bahwa Presiden Jokowi mendukung kembali pembukaan perkebunan sawit yang baru.

“Kami sangat khawatir, penanaman simbolis Presiden Jokowi dimaknai masyarakat dengan membuka perkebunan sawit yang baru. Padahal, saat ini pemerintah tengah berupaya melakukan restorasi lahan gambut dan menjaga hutan yang tersisa,” kata Polong.

Sebelumnya, Presiden Jokowi dinilai sebagai presiden yang sangat mengkritisi perkebunan sawit. Presiden Jokowi pun terus mendukung upaya moratorium hutan primer dan lahan gambut yang sudah berjalan enam tahun.

“Aksi simbolis Presiden Jokowi tersebut jika dimaknai masyarakat dan berbagai pihak sebagai dukungan pemerintah terhadap pembukaan perkebunan sawit, jelas menghambat upaya moratorium tersebut,” kata Polong.

Berbeda, Dodi Reza Alek Noerdin, Bupati Muba, kepada pers pada kegiatan tersebut mengatakan, peremajaan kelapa sawit yang dilakukan di Muba merupakan langkah strategis dalam menerapkan prinsip perkebunan yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan mengedepankan aspek sosial memperkuat kedaulatan kelapa sawit di dunia. “Setelah program peremajaan kelapa sawit berjalan dengan baik, Muba akan menggalakan program pertanian dan perkebunan di antaranya peremajaan lahan karet,” terangnya sebagaimana dikutip dari Okezone.

 

Di Sumatera Selatan tercatat, ada lima kabupaten yang wilayahnya memiliki perkebunan sawit yang luas. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Atasi berbagai persoalan perkebunan sawit

Lebih jauh, JJ Polong berharap Presiden Jokowi seharusnya mendorong perbaikan persoalan perkebunan sawit di Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan. Misalnya, penyelesaian konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan, penegakan hukum terhadap perusahaan sawit yang dinilai lalai menjaga kebunnya selama kebakaran gambut tahun 2015 lalu, dan lainnya.

“Aksi simbolis penanaman sawit oleh Presiden Jokowi mungkin menyenangkan masyarakat yang selama ini berkebun sawit, tapi dapat melukai masyarakat yang menderita karena kehadiran perkebunan sawit. Sebab, tidak semua persoalan terkait sawit sudah terselesaikan di Sumatera Selatan,” katanya.

Sebelumnya, adanya moratorium hutan primer dan lahan gambut, berdasarkan data Dinas Perkebunan Sumatera Selatan tahun 2011, tercatat 866.763 hektare luas perkebunan sawit dengan produksi tandan buah segar (TBS) sebanyak 2,11 juta ton.

Lima kabupaten di Sumatera Selatan yang paling banyak perkebunan sawitnya adalah Kabupaten Muba dengan luasan sekitar 239.311,65 hektare. Berikutnya, Kabupaten OKI dengan luasan 137.992,97 hektare, Kabupaten Musi Rawas dengan 128.829,37 hektare, Kabupaten Banyuasin dengan 121.377,17 hektare, serta Kabupaten Muaraenim dengan 109.678,22 hektare.

Dari luasan 866.763 hektare tersebut, sekitar 230 perusahaan mengelola lahan seluas 477.970,36 hektare, perkebunan plasma seluas 255.933,31 hektare, dan perkebunan rakyat sekitar 132.860, 85 hektare.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,