Industri Perbenihan Perikanan Nasional dalam Kejaran Target

 

 

Pemerintah Indonesia tidak mau main-main dalam menetapkan target produksi perikanan budidaya sebanyak 31,3 juta ton pada 2019. Target tersebut harus bisa dicapai dengan baik melalui perencanaan yang matang. Untuk itu, Pemerintah ditantang untuk bisa memperkuat faktor penentu keberhasilan usaha perikanan budidaya di Indonesia.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, salah satu penguatan yang akan dilakukan dalam mengejar target produksi pada 2019, adalah dengan meningkatkan produksi dan kualitas benih perikanan nasional. Untuk bisa mewujudkan itu, diperlukan strategi dan perencanaan yang matang dan tepat.

Adapun, penguatan faktor penentu keberhasilan usaha perikanan budidaya yang dilaksanakan Pemerintah, menurut Slamet, terdiri dari jaminan ketersediaan induk dan benih unggul; penerapan biosecurity yang ketat, Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB), Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), dan monitoring residu serta kesehatan ikan; dan (3) jaminan mutu kualitas air dan lingkungan sekitar usaha budidaya.

“Untuk jaminan ketersediaan induk dan benih unggul, tahun 2017 ditargetkan produksi benih ikan baik laut, payau maupun tawar sebanyak 155 miliar ekor. Benih ikan sebanyak itu diproduksi untuk mendukung target produksi ikan tahun 2017 sebesar 9,4 juta ton dari total target produksi perikanan budidaya 22,79 juta ton,” ucap dia.

Dengan target produksi benih hingga 155 miliar saja, Slamet menyebutkan, KKP harus bekerja keras untuk bisa mewujudkannya. Untuk itu, agar target ketersediaan benih ikan dapat terpenuhi baik secara kuantitas maupun kualitas, salah satu upaya strategis yang dilakukan adalah dengan mendorong usaha perbenihan menuju skala industri.

“Penyediaan induk dan benih ikan unggul pada tahapan usaha pembenihan dalam sistem usaha perikanan budidaya, menjadi tulang punggung dan salah satu faktor penentu keberhasilan,” ungkap dia.

Menurut Slamet, perlunya dilakukan penyediaan benih yang mencukupi, karena benih merupakan kebutuhan utama dalam suatu usaha perikanan budidaya. Oleh karena itu, benih yang diperlukan saat ini dan di masa datang adalah benih bermutu yang dihasilkan oleh induk unggul, dikelola oleh instalasi pembenihan yang berkompeten dan terakreditasi.

 

Ilustrasi benih. KKP menargetkan dapat menyedakan 155 miliar ekor benih unggul untuk produksi budiyaa ikan laut, payau dan tawar pada 2017 ini. Foto: Ditjen PB KKP/Mongabay Indonesia

 

Slamet menuturkan, untuk membangun suatu industri perbenihan yang bagus, diperlukan sinergitas, kerjasama dan kemitraan yang intens dan saling menguntungkan, dari hulu sampai hilir. Tak hanya itu, kata dia, kerja sama yang baik, bisa menjadi cikal bakal dari suatu industri perikanan budidaya.

Selain penyediaan benih yang mencukupi, Slamet menambahkan, dengan menjaga dan menggunakan induk unggul yang bebas dari penyakit, maka itu akan berkontribusi menjamin tingkat keberhasilan budidaya hingga 20 persen atau lebih tinggi dibanding menggunakan benih biasa. Jaminan keberhasilan usaha itu, sambung dia, akan meningkat sampai 95 persen apabila lingkungan usaha budidaya terjaga dari limbah.

“Dalam industri perbenihan, kepastian dan kemandirian dalam hal penyediaan induk unggul dan benih bermutu, harus menjadi tujuan utama,” ungkap dia.

Untuk bisa mencapai itu, kata Slamet, bisa diupayakan dengan membangun jejaring bisnis, distribusi induk unggul dan benih bermutu, penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang handal, penerapan CPIB atau Standard Operating Procedure (SOP) yang mutakhir, serta penerapan teknologi yang efektif, efisien dan ramah lingkungan seperti Recirculating Aquaculture System (RAS).

“Semua pihak yang terkait dengan perikanan budidaya harus mampu memanfaatkan teknologi yang mengarah kepada peningkatan produktivitas dan kualitas benih. Sehingga mampu memberikan keuntungan baik secara sosial dan ekonomi, serta tetap mengedepankan keberlanjutan dan ramah lingkungan,” tandas dia.

 

Rekomendasi

Agar proyeksi perbenihan nasional bisa mencapai produksi yang diinginkan, sejumlah rekomendasi dikumpulkan dari para ahli dalam pertemuan yang membahas perbenihan ikan nasional pada bulan lalu. Adapun, rekomendasi tersebut seperti dirilis Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, adalah:

  1. Membentuk Asosiasi Hulu-Hilir per Komoditas

Saat ini asosiasi perikanan yang ada masih terkotak – kotak dalam bagian per bagian pembenih saja, atau pembudidaya saja, atau olahan saja. Sementara di Eropa, telah diterapkan asosiasi yang linier dari hulu ke hilir. Contohnya, untuk komoditas salmon, asosiasi yang ada mulai dari pembenih, pembudidaya pembesaran, hingga pengolahan menjadi satu bagian.

Hal ini dilakukan, untuk mempermudah pengembangan komoditas perikanan budidaya secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Dengan demikian, itu bisa meningkatkan pertumbuhan dan PDB sektor perikanan.

  1. Berkonsentrasi pada Spesies Tertentu untuk Dikembangkan Secara Terintegrasi

Indonesia memiliki potensi perikanan budidaya yang sangat besar dengan diversifikasi spesies yang banyak. Untuk memperoleh hasil yang optimum, harus ditentukan beberapa komoditas/spesies unggulan yang akan dikembangkan secara terintegrasi dari hulu ke hilir.

Misalnya, untuk di air payau: komoditas udang dan bandeng, di air tawar: lele dan patin, di air laut: barammundi/kakap putih dan rumput laut. Komoditas tersebut harus dikembangkan secara menyeluruh dan terkonsep untuk menggenjot produksi dan nilai tambahnya.

 

Benih ikan kakap merah merah strain Taiwan (Lutjanus Malabaricus) yang berhasil dikembangkan UPT Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung untuk budidaya perikanan laut. Foto : DJPB KKP

 

  1. Menghidupkan Kembali Pemuliaan Induk Unggul

Selama dua tahun terakhir, anggaran untuk pemuliaan induk unggul ditiadakan. Harapannya pemuliaan genetik dapat dilanjutkan dan dikembangkan dengan perencanaan matang dan didukung anggaran yang besar oleh Pemerintah, seperti yang sudah dilakukan Norwegia pada ikan salmon. Dengan cara tersebut, ketersediaan induk-induk unggul melimpah dan hatchery dapat memproduksi benih berkualitas tinggi, sehingga pembudidaya dapat bersaing dalam ongkos produksi dan kualitas.

  1. Transformasi Teknologi Perbenihan Modern

Perkembangan teknologi yang sangat cepat untuk mencetak induk maupun benih unggul yang bebas penyakit, sudah berlangsung sekarang. Teknologi yang sudah ada, seperti single nucleotide polymorphism (SNP) untuk mengetahui DNA penciri, dan genome/DNA editing yang dibutuhkan dalam proses pencetakan induk unggul.

Selain itu, teknologi di tingkat hatchery untuk menciptakan benih unggul yang bebas penyakit juga harus terus ditingkatkan, diantaranya dengan penggunaan RAS, aplikasi bioreaktor alga, dan lain sebagainya.

  1. Membangun Broodstock Center Berkelas Dunia

Kebutuhan induk, terutama udang, sebagian besar masih diperoleh dari impor. Kepercayaan pelaku hatchery untuk menggunakan induk lokal juga masih kecil, sehingga perlu ada upaya lebih untuk Pemerintah membangun broodstock center per komoditas yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan stakeholder.

Di masa datang, agar Indonesia bisa lepas dari ketergantungan induk impor, Pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak swasta, yakni produsen induk dari Hawai untuk membuat broodstock center kelas dunia. Dengan demikian, tingkat kepercayaan pelaku dalam menggunakan induk produksi lokal meningkat.

  1. Peningkatan Ketahanan Pangan dari Ikan

Semakin banyaknya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan, dalam hal ini protein juga terus meningkat. Ikan menjadi salah satu sumber protein yang dapat dijadikan pilihan bagi masyarakat, karena ikan memiliki tingkat produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan ternak atau hewan darat lainnya seperti ayam.

Sebagai perbandingan, produktivitas untuk ikan lele dalam satu hektar, itu bisa mencapai 5.000 ton per hektar, sedangkan untuk ternak dan pertanian hanya ratusan ton saja. Selain itu, promosi ikan dalam rangka peningkatan konsumsi ikan di masyarakat juga terus dilakukan, agar target konsumsi ikan 50 kilogram per kapita per tahun dapat dicapai.

  1. Perlunya Sinergi Peraturan Perundangan

Dalam mendukung pembangunan sektor kelautan dan perikanan, terutama dari sisi perbenihan, perlu didukung oleh aturan perundangan. Saat ini, ada Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang memindahkan kewenangan urusan pemerintah daerah provinsi ke tingkat kabupaten/kota.

Diharapkan juga, tercipta sinergitas antar kelembagaan yang mendukung jalannya proses pembangunan perbenihan nasional. Hal ini perlu disuarakan di level pusat dan DPR RI untuk kembali mengkaji peraturan yang dapat mewadahi semua pihak.

 

Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebijakto, Direktur Perbenihan Dirjen Perikanan Budidaya KKP Saripin, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau Tien Mastinah dan Asisten Daerah II Kabupaten Kampar Nurbit melepaskan 2 juta ekor benih ikan di Desa Sawah, Kecamatan Kampar Utara, Kabupaten Kampar, Riau. Foto : M Ambari

 

  1. Swasembada Induk dan Benih Unggul

Kebutuhan benih dan induk terus meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan kebutuhan benih saat ini mencapai 115 miliar dan kebutuhan induk sebanyak 20 juta ekor untuk semua komoditas. Untuk itu, Pemerintah bersama stakeholder lain harus bekerjasama bersinergi menghasilkan induk dan benih unggul tersebut. Masing – masing pihak harus mengambil peranan, dengan meningkatkan sarana dan prasarana, teknologi, dan kapasitas produksi.

  1. Sinergitas Tambak Artemia dan Garam

Kebutuhan artemia sebagai pakan induk dan benih semakin meningkat, sementara hingga saat ini, Indonesia masih mengimpor cyst (telur dorman) artemia. Untuk itu, perlu dibangun tambak artemia untuk memenuhi kebutuhan biomasa artemia bagi produsen induk dan hatchery dalam negeri.

DJPB sendiri sudah menyiapkan pembangunan tambak artemia di Nusa Tenggara Timur, yang nantinya dapat disinergikan dengan produksi garam hasil proses penumbuhan artemia. Ke depan, diharapkan juga tercipta sinergitas antara tambak garam untuk memproduksi biomasa artemia di berbagai daerah di Indonesia.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,