Pengadilan Tinggi Kalteng Menangkan Gugatan Warga atas Kasus Kebakaran Lahan dan Hutan

Pengadilan Tinggi Kalteng memperkuat Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya atas gugatan warga negara atau CLS (Citizen Law Suit) masyarakat Kalteng terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tahun 2015 yang lalu. Perwakilan masyarakat Kalteng yang mengajukan gugatan CLS, diantaranya Arie Rompas, Kartika, Fathurrohman, Afandi, Mariaty dan almarhum Nordin.

Putusan PT Kalteng dengan nomor 36/PDT/2017/PT PLK, September 2017 itu membatalkan banding yang diajukan oleh para tergugat. Diantaranya Presiden, Menteri KLHK, Menteri Pertanian, Menteri Agraria/ATR, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalteng dan DPRD Kalteng.

Isi putusan banding itu pada intinya mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum dan diperintahkan untuk melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 32/2009. Sebelumnya pada 22 Maret 2017, Pengadilan Negeri Palangkaraya memenangkan gugatan CLS warga dengan putusan nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk.

Baca juga: Warga Kalteng Menang Gugat Presiden, Berikut Poin-Poin Putusan Pengadilan

Aryo Nugroho, Koordinator GaAs (Gerakan Anti Asap) Kalteng dalam sambungan seluler kepada Mongabay Kamis (19/10) mengatakan, dengan putusan Pengadilan Tinggi Kalteng tersebut, tak ada alasan lagi bagi Pemerintah untuk tidak menjalankan amanat putusan pengadilan.

“Yang kita tuntut itu kan sebenarnya adanya aturan turunan sesuai amanat UU Nomor 32/2009. Ada delapan yang kita minta, satu yang sudah ada yaitu PP Nomor 46/2016 terkait dengan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis). Ada tujuh lagi yang belum, diantaranya terkait dengan penetapan daya dukung dan daya tampung, terus juga peraturan tata cara pemulihan lingkungan hidup dan lainnya. Jadi ini memang sangat penting untuk dibuat,” kata Aryo.

Lebih lanjut ia mengatakan, seharusnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sejak UU ditetapkan, dalam jangka waktu satu tahun sudah dibuatkan peraturan pemerintahnya. UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ditetapkan sejak tahun 2009, hingga saat ini masih banyak peraturan turunan yang belum dibuat.

“Kemudian, yang kita minta secara jelas untuk jangka panjang adalah dibangunnya rumah sakit khusus paru di kalteng. Ini seharusnya menjadi prioritas. Dan ini sebenarnya bukan untuk tujuan para penggugat saja, tapi untuk seluruh masyarakat di Kalteng. Namun dari putusan pengadilan awal sampai sekarang kami tak mendapatkan informasi perkembangannya seperti apa.”

Meski gugatan banding ditolak para tergugat sebenarnya masih bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. namun Aryo berharap, para tergugat tidak melakukan langkah tersebut. Dia menyebut upaya ini untuk mengingatkan Pemerintah bahwa ada beberapa pekerjaan yang belum selesai dan karhutla ini isu yang cukup sentral dan ini tak bisa diabaikan begitu saja.

Meski pasca 2015, kebakaran hutan dan lahan telah berkurang, Aryo menyebut tak bisa dipungkiri bahwa cuaca juga menentukan hal itu.

“Di hari-hari mendatang kita tak tahu bagaimana nasib warga yang terpapar asap 18 tahun. Sehingga kami dari GaAs menyampaikan kepada pemerintah untuk menghormati dna menjalankan hasil putusan ini,” pungkasnya.

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Dimas N Hartono menambahkan, putusan Pengadilan Tinggi Kalteng ini adalah kemenangan rakyat Kalteng melawan negara yang lalai dalam menjalankan kewajibannya.

 

Sebuah film dokumenter tentang kebakaran lahan dan hutan di Kalteng tahun 2015

 

Kebakaran Lahan dan Hutan di Kalteng

Peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan terjadinya kabut asap di kalteng, seolah menjadi agenda tahunan yang terjadi sejak tahun 1997, dengan puncaknya terjadi di tahun 2015. Tak urung peristiwa ini pun turut mendorong perubahan iklim dan pemanasan global.

Bagi Dimas, kebakaran lahan bukanlah bencana alam, tapi lebih karena faktor kesengajaan akibat tata kelola sumberdaya alam di Kalteng yang buruk. “Sehingga menciptakan ketimpangan pengelolaan yang berakibat pada terabaikannya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,” papar Dimas.

Dia menyebut, buruknya tata kelola ini, selain menciptakan karhutla juga menjadi sumber konflik antar masyarakat, masyarakat dengan perusahaan dan juga dengan pemerintah.

Melalui putusan ini, lanjutnya, Dimas meminta Pemerintah baik pusat maupun daerah untuk selalu berpegang pada hukum. “Putusan harus segera dilaksanakan jika tidak mau dianggap sebagai pembangkangan hukum yang berlaku” pungkasnya.

Kuasa Hukum Masyarakat Kalteng Muhnur Satyahaprabu mengatakan, putusan Pengadilan Tinggi Kalteng menunjukkan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan adalah fakta yang tidak terbantahkan. “Putusan ini telah sesuai dengan kaidah dan bukti yang terungkap selama persidangan,” katanya.

Harapan sama disuarakan oleh Mariaty A. Nun salah satu penggugat. Dia menyebut agar pemerintah dapat segera memenuhi serta menjalankan kewajibannya agar seluruh hak hidup warga Kalimantan Tengah dapat terpenuhi.

“Apalagi sekarang sudah keluar putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya. Saatnya pemerintah memenuhi serta menjalankan kewajibannya agar hak masyarakat Kalimantan Tengah terpenuhi hak-haknya,” pungkasnya.

 

Redaksi: Artikel ini telah diperbarui pada tanggal 26 Oktober 2017.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,