Kekerasan di Pulau Pari Dibawa ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

 

Kekerasan yang dialami warga di Pulau Pari, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Pulau Seribu, DKI Jakarta, pada Senin (20/11/2017) lalu, menjadi puncak eskalasi konflik yang terjadi, melibatkan PT Bumi Pari, perusahaan yang mengklaim sudah memiliki 90 persen total wilayah pulau tersebut, dengan warga. Akibat kekerasan tersebut, sebanyak 16 warga pulau harus mendapatkan perawatan medis karena mengalami luka-luka.

Dari informasi yang berhasil dikumpulkan, kejadian tersebut melibatkan aparat kepolisian hingga 80 orang dan TNI sebanyak 4 orang. Mereka semua datang ke pulau Pari pada pukul 09.00 WIB dan diketahui akan melaksanakan penyegelan wilayah pesisir yang dikelola masyarakat pulau tersebut.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menjelaskan, upaya penyegelan yang dilakukan aparat gabungan, mendapat penolakan keras dari masyarakat pulau. Sejak pagi hari, warga dari berbagai kelompok usia, sudah terlihat melakukan penjagaan dan bersiap-siap melakukan perlawanan kepada aparat yang akan melakukan penyegelan.

“Warga beramai-ramai menolak karena warga merasa ada perampokan lahan yang seharusnya menjadi hak kelola mereka. Penyegelan dilakukan dengan alasan, Warga tidak memiliki sertifikat. Pada pukul 11.15 WIB kepolisian memaksa memasang papan informasi penyegelan,” jelas dia, Selasa (21/11/2017).

Baca : Dinilai Tak Bersalah, Tiga Nelayan Pulau Pari Diminta Segera Dibebaskan dari Hukuman

Susan mengatakan, sebelum terjadi bentrok dengan aparat, warga terlibat adu fisik berupa aksi saling dorong mendorong. Namun, kekuatan aparat yang tak bisa ditandingi, membuat bentrokan akhirnya pecah dan menyebabkan sebanyak 16 warga pulau mengalami luka. Tak hanya itu, kata dia, para ibu yang ikut terlibat, juga mengalami luka karena terkena pukulan.

Untuk itu, Susan bersama Koalisi Selamatkan Pulau Pari mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepada masyarakat pulau Pari. Koalisi meminta, agar tindakan penyegelan dalam bentuk apapun bisa dihentikan oleh aparat.

 

Sebanyak 80 personil polisi yang dilibatkan penyegelan tanah dan bangunan milik Surdin diPulau Pari, Pulau Seribu Selatan, Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Senin (20/11/2017). Penyegelan tersebut ditolak warga setempat sehingga terjadi kekerasan. Foto : KIARA/Mongabay Indonesia

 

Agar kejadian tersebut mendapat perhatian dari Negara, koalisi pada Kamis (23/11/2017 mendatang akan melaporkannya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Untuk lebih detil, Koalisi merilis secara resmi isi surat yang akan dilaporkan ke Komnas HAM. Berikut adalah isinya:

Kronologis Umum

  1. Pulau Pari terletak di Kabupaten Kepulauan Seribu, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kelurahan Pari. Pulau Pari memiliki luas Sekitar 42,3 Hektar dengan 1 RW dan 4 RT yang saat ini dihuni 300 KK dengan jumlah 1100 jiwa warga.
  2. Warga pulau Pari telah menguasai lahan turun temurun hingga saat ini. Pada tahun 1960-an warga pulau Pari telah melakukan pendaftaran tanah melalui surat girik. Pada tahun 1982 hingga 1985 kelurahan pulau Tidung menarik girik asli dan berkas-berkas tanah milik warga yang telah terdaftar, dengan alasan akan dilakukan pembaharuan, namun hingga saat ini tidak ada pembaharuan hak atas tanah dan girik tidak dikembalikan.
  3. Pada tahun 2015 sebuah perusahaan PT Bumi Pari melakukan klaim telah memiliki 90 % pulau pari dengan dasar puluhan sertifikat yang terbit tahun 2015. Sejak saat itu warga mengalami berbagai tindakan intimidasi dan kriminalisasi. Empat orang divonis bersalah karena dituduh menguasai lahan perusahaan atau mengelola lahan dipulau pari. Dua orang warga saat ini dilaporkan dengan dugaan penyerobotan lahan milik perusahaan atau individu yang tidak dikenal. Terdapat 132 kepala keluarga yang terancam kriminalisasi dengan pasal penyerobotan lahan milik perusahaan dan individu yang tidak dikenal.

Baca : Perbedaan Cara Pandang Kriminalisasi Nelayan Pulau Pari, Seperti Apa?

 

Sebanyak 80 personil polisi yang dilibatkan penyegelan tanah dan bangunan milik Surdin diPulau Pari, Pulau Seribu Selatan, Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Senin (20/11/2017). Penyegelan tersebut ditolak warga setempat sehingga terjadi kekerasan. Foto : KIARA/Mongabay Indonesia

 

KRONOLOGIS KEKERASAN

  1. Pada hari Senin 20 November 2017 pukul 09.00 pihak kepolisian Kepulauan Seribu membawa sekitar 80 aparat personil polisi, 4 aparat TNI, 30 aparat satpol PP kelurahan dan kecamatan kepulauan seribu akan melakukan penyegelan atas lahan salah satu warga pulau pari. Penyegelan didasarkan laporan polisi atas nama Pintarso Adijanto yang mengklaim sebagai pemilik lahan dengan sertifikat yang terbit pada tahun 2015.
  2. Tindakan tersebut mendapat reaksi penolakan dari masyarakat Pulau Pari, pemilik tanah, ahli waris tanah. Sejak pagi, warga yang terdiri dari orang lanjut usia, Ibu-ibu, pemuda dan anak-anak bersiap untuk menolak pemasangan plang. Landasan penolakan didasarkan bahwa warga telah melaporkan penerbitan sertifikat Pintarso Adijanto ke Ombudsman RI, Kementerian ATR dan Kantor Staff Presiden. Warga menduga banyak rekayasa yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Negara Jakarta Utara dalam penerbitan sertifikat.
  3. Pukul 09:30 pihak kepolisian merangsek dan mendorong warga yang telah berbaris menolak pemasangan plang, terjadilah insiden pendorongan kepada warga yang bertahan sehingga berjatuhan dan diinjak-injak. Belasan warga mengalami luka-luka. Polisi trus berupaya masuk untuk pemasangan plang, sempat terhenti namun Pukul 10:30 wib polisi memaksa kembali memaksa memasang palang dan kembali terjadi pendorogan oleh pihak kepolisian.
  4. Pukul 11:10 wib pihak kepolisian mengajak ahli waris dan pemilik tanah untuk negosiasi. Pihak ahli waris dan pemilik tanah dengan berat hati mengiyakan untuk pemasangan plang karena sudah banyak masyarakat jadi korban.
  5. Pukul 11.30 wib polisi berhasil memasang plang disertai berita acara penolakan yang ditandatangani oleh pemilik rumah dan Ketua RT.
  6. Hingga sore hari puluhan polisi masih melakukan penjagaan.

Baca : Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?

 

Seorang warga yang terluka peristiwa kekerasan di Pulau Pari, Pulau Seribu Selatan, Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Senin (20/11/2017). Kekerasan tersebut dipicu karena pemaksaan penyegelan tanah dan bangunan milik Surdin. Foto : KIARA/Mongabay Indonesia

 

Daftar Korban Luka-Luka

  1. Micing, laki-laki, usia 54 tahun, mengalami luka ditangan akibat diinjak.
  2. Bena, perempuan, usia 52 tahun, mengalami luka sesak napas akibat terdorong dan terinjak.
  3. Asmania, perempuan, usia 33 tahun, mengalami luka tangan dan kaki akibat terinjak.
  4. Iskandar, laki-laki, usia 36 tahun, mengalami luka lengan karena dipukul polisi.
  5. Buyung, laki-laki, usia 32 tahun, mengalami luka memar ditangan dan pundak akibat dipukul dan diinjak.
  6. Masduki, laki-laki, usia 60 tahun, mengalami luka bagian kaki/dengkul akibat ditendang sepatu.
  7. Nasria, perempuan, usia 45 tahun, mengalami luka kaki akibat diinjak.
  8. Haryadi, laki-laki, usia 25 tahun, mengalami luka dilengan akiban jatuh terdorong.
  9. Lela, perempuan, usia 32 tahun, mengalami luka sesak akibat dicekik.
  10. Muali, laki-laki, usia 30 tahun, mengalami luka sesak akibat dicekik.
  11. Heri, laki-laki, usia 31 tahun, mengalami luka gores akibat dijambak dan diseret
  12. Amin, laki-laki, usia 25 tahun, mengalami luka kaki kiri akibat diinjak dan membengkak.
  13. Nur yahya, perempuan, 36 tahun, mengalami memar akibat didorong
  14. Sabia, perempuan, 37 tahun, mengalami luka kaki berdarah akibat terinjak
  15. Titin, perempuan, 33 tahun, mengalami luka memar jatuh akibat didorong
  16. Rodiah, perempuan, 34 tahun, mengalami luka memar di paha akibat terdorong dan terinjak.

 

Seorang warga korban kekerasan sedang diperiksa kesehatannya. Kekerasan tersebut dipicu karena pemaksaan penyegelan tanah dan bangunan milik Surdin di Pulau Pari, Pulau Seribu Selatan, Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Senin (20/11/2017). Foto : KIARA/Mongabay Indonesia

 

Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

  1. Bahwa terjadi pelanggaran dengan pelibatan TNI dan Satpol PP dalam penyegelan tanah dan bangunan milik Surdin. Berdasarkan UU No.34/2004 tentang TNI dan Undang-Undang No.2/2015 tidak ada diberikan kewenangan kepada TNI dan Satpol PP untuk melakukan penyegelan terhadap tanah dan bangunan yang dalam proses penyelidikan.
  2. Bahwa kepolisian tidak menghormati hak warga negara dalam melakukan pelaporan hukum kepada Ombudsman RI, Kantor Staf Presiden dan Kementerian ATR untuk membatalkan sertifikat.
  3. Terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat kepolisian, hal ini bertentangan dengan Peraturan Kapolri No.8/2009 tentang implementasi hak asasi manusia dan Peraturan Kapolri No.1/2009 tentang penggunaan kekuatan.
  4. Terjadi kekerasan yang terjadi kepada 16 orang nelayan yang mengalami luka-luka ringan dan sedang yang dilakukan oleh aparat gabungan.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,