Waspadalah, Gelombang Tinggi Kepung Perairan Selatan Pulau Jawa

 

Nelayan dan seluruh pelaku usaha di sektor perikanan dan kelautan diminta untuk waspada dan menghentikan aktivitasnya sementara waktu, mengingat cuaca buruk di perairan sejumlah wilayah Indonesia. Cuaca buruk, diakibatkan sedang berlangsung fenomena alam, yakni siklon tropis cempaka.

Himbauan tersebut datang dari dua instansi Negara, Badan Meteolorogi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kedua instansi menyebutkan, cuaca buruk yang terjadi di perairan sekitar 32 km sebelah selatan-tenggara Pacitan, Provinsi Jawa Timur, akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan di sejumlah provinsi, terutama di sekitar Pulau Jawa.

BMKG menyebut, akibat siklon tropis, terjadi perubahan pola cuaca di sekitar wilayah yang dilintasinya. Hal itu mengakibatkan potensi hujan lebat di sejumlah wilayah seperti di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Selain itu, akibat fenomena alam tersebut, potensi gelombang setinggi 2,5 hingga 6 meter diperkirakan akan terjadi di Perairan Selatan Jawa Timur, Laut Jawa Bagian Timur, Selat Sunda bagian Selatan, Perairan Selatan Banten hingga Jawa Barat, Samudera Hindia Barat Bengkulu hingga Selatan Jawa Tengah.

Selain potensi gelombang tinggi, BMKG menambahkan, akibat siklon cempaka, potensi angin kencang hingga kecepatan 30 knot juga berpotensi terjadi di wilayah Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY Yogyakarta, Laut Jawa, Selat Sunda bagian Utara, Perairan Utara Jawa Timur hingga Kepulauan Kangean, Laut Sumbawa, Selat Bali hingga Selat Alas, Selat Lombok bagian Selatan dan Perairan Selatan Bali hingga Pulau Sumba.

Dalam keterangan resmi yang dirilis ke publik, Selasa (28/11/2017), BMKG menyampaikan bahwa siklon cempaka diperkirakan akan terus bertahan dalam dua hingga tiga ke depan. Untuk itu, BMKG menghimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam melaksanakan aktivitas, baik di darat, laut, ataupun udara.

“Dengan kondisi gelombang laut yang cukup tinggi, masyarakat dan kapal-kapal yang melintas dihimbau untuk tetap waspada dan siaga. Terutama nelayan tradisional yang beroperasi di perairan selatan Jawa. Selain itu, dihimbau untuk masyarakat pesisir agar menghindari aktivitas di sekitar pantai karena potensi gelombang pasang dapat terjadi di Perairan selatan Jawa Tengah dan DIY,” demikian himbauan BMKG.

 

Siklon tropis Cempaka mulai mengarah ke selatan perairan Samudera Hindia. Sumber : BMKG

 

Gelombang Tinggi

Selain BMKG, himbauan juga datang dari BPNB. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, dampak dari siklon tropis cempaka adalah cuaca ekstrem seperti hujan deras, angin kencang, dan gelombang tinggi di Jawa dan Bali.

“Cuaca ektrem telah menyebabkan banjir, longsor dan puting beliung di 21 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali. Daerah Pacitan yang paling dekat dengan siklon tropis Cempaka terjadi hujan lebat sehingga menimbulkan banjir dan longsor pada Selasa (28/11/2017) dini hari,” jelas dia.

Diperkirakan, menurut Sutopo, siklon tropis Cempaka akan bergerak menjauhi wilayah Indonesia pada Rabu (29/11/2017). Namun masih memberikan dampak hujan deras dan gelombang tinggi di wilayah Jawa dan Bali. Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi ancaman banjir, longsor dan puting beliung.

Seperti disebut BMKG bahwa dampak siklon cempaka akan meluas ke sekitar wilayah lintasannya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah mengonfirmasi bahwa dampak fenomena alam tersebut sudah dirasakan nelayan yang ada di wilayahnya. Bahkan, diperkirakan ada ribuan nelayan tangkap yang terpaksa menghentikan aktivitas melaut untuk sementara waktu.

Kabar tersebut diungkapkan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap Sarjono, Selasa. Menurut dia, perairan selatan Jawa Tengah sudah merasakan dampak siklon cempaka dan itu mengakibatkan kapal-kapal berukuran kecil hingga besar harus bersandar untuk sementara demi menjaga keselamatan.

Adapun, Sarjono mengatakan, kapal-kapal yang dimaksud, rerata berukuran antara 2 gros ton (GT) hingga 30 GT. Semua kapal-kapal tersebut, untuk sementara terpaksa berlabuh di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap dan juga dermaga-dermaga di sekitar Segara Anakan.

“Agar tidak terseret gelombang tinggi, kapal-kapal berukuran kecil bisa berlabuh untuk sementara di daratan langsung,” himbau dia.

baca : Ini Dampak Siklon Tropis Cempaka Bagi Nelayan Cilacap

Selain kapal-kapal yang berasal dari Cilacap, Sarjono menjelaskan, dampak siklon cempaka juga mengakibatkan kapal yang sedang melaut atau sedang perjalanan pulang ke daerah asal, terpaksa mengalihkan rute dengan berlabuh di Cilacap. Kapal-kapal tersebut, di antaranya ada yang berasal dari Kabupaten Pangandaran dan Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat).

Kapal-kapal yang terpaksa berlabuh itu, kata Sarjono, adalah kapal-kapal yang baru menyelesaikan perjalanan di daerah tangkapan perairan selatan Yogyakarta. Rencananya, mereka akan pulang ke daerah asal, namun cuaca buruk dan gelombang tinggi yang mengancam perairan di sekitar Selatan Jawa tengah, mengakibatkan rencana ditunda untuk sementara.

Di luar siklon cempaka yang sedang terjadi sekarang, Sarjono mengakui, para nelayan di Cilacap dan sekitarnya saat ini sebenarnya sedang menikmati masa istirahat panjang hingga Februari 2018 mendatang. Masa istirahat dipilih, karena saat ini sedang terjadi peralihan musim timur ke musim barat.

“Tiap tahun memang seperti ini, daripada cuaca di laut tidak menentu, terombang-ambing sehingga tidak bisa bekerja, mending masuk ke pelabuhan,” katanya.

Menanggapi kondisi ini, Mongabay Indonesia telah mencoba menghubungi dan mengirim pesan singkat kepada beberapa  pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan, akan tetapi belum mendapatkan jawaban.

 

Ratusan perahu terlihat berada di Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah pada Selasa (28/11/2017) karena tidak melaut akibat adanya siklon tropis Cempaka. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Perlindungan Nelayan

Direktur Ekskutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengungkapkan, cuaca buruk dan gelombang tinggi yang terjadi sekarang akibat siklon tropis cempaka, harus bisa menjadi pelajaran berharga untuk Pemerintah Indonesia. Menurut dia, Negara harus hadir di tengah nelayan saat kondisi seperti sekarang.

“Cuaca ekstrem jelas berdampak kepada keberlangsungan hidup masyarakat nelayan kecil atau tradisional,” ucapnya yang dihubungi Rabu (29/11/2017).

Agar nelayan bisa melaut dengan nyaman dan tanpa rasa khawatir, Halim menyebutkan, perlu diberikan perlindungan penuh berupa asuransi jiwa dan kesehatan. Selain itu, perlu juga disediakan informasi yang detil tentang kondisi cuaca di perairan yang akan dilalui nelayan. Ketersediaan itu, harus dirasakan oleh semua nelayan.

“Ketersediaan informasi cuaca menjadi sangat penting dan bermanfaat bagi nelayan tardisional atau kecil. Hal itu agar mereka bisa terhindar dari ancaman hilangnya jiwa nelayan,” tutur dia.

Menurut Halim, perlunya Pemerintah memperhatikan keselamatan para nelayan, tidak lain karena dari data yang ada, dalam lima tahun terakhir, jumlah nelayan yang hilang dan meninggal dunia di laut terus memperlihatkan grafik meningkat. Dari data yang ada, selama kurun waktu tersebut jumlahnya sudah lebih dari 850 jiwa.

 

Perlindungan 2,7 Juta Nelayan

KKP sebelumnya juga sudah berjanji akan mengasuransikan 1 juta nelayan dari total 2,7 juta nelayan yang terdata di Tanah Air, terhitung mulai 2016. Untuk program tersebut, KKP siapkan anggaran sebesar Rp175 miliar.

Menteri KP Susi Pudjiastuti mengatakan, jika sudah berjalan, setiap nelayan akan mendapat besaran asuransi Rp200 juta jika mengalami kecelakaan dan mengakibatkan pada kematian. Namun, jika kecelakaan berujung pada kecacatan, asuransi akan memberikan besaran Rp100 juta saja.

Selain kecelakaan, Susi menjanjikan, dari skema asuransi, nantinya akan ada asuransi biaya pengobatan sebesar Rp20 juta. Kemudian, untuk nelayan yang mengalami kecelakaan di luar aktivitas utamanya, mereka akan mendapat asuransi sebesar Rp160 juta jika berujung pada kematian. Namun, jika cacat, dia mendapatkan Rp100 juta dan biaya pengobatan Rp20 juta.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,