Dicari! Sudirman, Tersangka Penyelundup Satu Ton Trenggiling di Medan

 

 

Sudirman alias Aeng (43), warga Titi Papan, Medan, Sumatera Utara (Sumut) ditetapkan DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PamGakkum LHK) Wilayah Sumatera.

Tersangka merupakan anggota jaringan perdagangan satwa liar internasional, jenis trenggiling. Ia ditangkap tim gabungan Western Fleet Quick Respone (WFQR), Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut Satu (Lantamal Satu) Belawan, dan Tim Libas Dinas Pengamanan TNI Angkatan Laut (Dispamal) Mabes AL Jakarta, pada Senin malam (12/6/17).

Waktu itu, dari tangannya diamankan 223 ekor trenggiling seberat satu ton di pergudangan 77 Titi Papan, Medan Belawan, Medan. Petugas juga mengamankan sisiknya yang ditempatkan di beberapa kantong plastik ukuran sedang.

Edward Sembiring, Kepala Balai PamGakkum LHK Wilayah Sumatera, kepada Mongabay Indonesia mengatakan, status DPO diberikan karena tersangka tiga kali mangkir dari panggilan penyidik. “Penangkapan segera kami lakukan.”

Menurut Edward, awalnya Sudirman diperiksa sebagai saksi, namun statusnya dinaikkan karena ditemukan bukti kuat keterlibatannya. Kami harap masyarakat melaporkannya ke PamGakkum maupun aparat penegak hukum, jika melihat pelaku agar prosesnya bisa berlanjut ke pengadilan,” jelasnya, usai kegiatan TFCA Sumatera di Lapangan Merdeka Medan, baru-baru ini.

 

Baca: Upaya Penyelundupan Ratusan Trenggiling di Medan Terbongkar, Ada Video Hasil Sitaan

 

Tersangka Sudirman, yang saat itu berada di Markas Lantamal I Belawan, mengatakan ratusan ekor trenggiling itu milik pria bernama Pasaribu. Ia hanya bertugas menerima barang untuk dipindahkan ke keranjang yang sudah disiapkan.

Sudirman mengaku baru tiga bulan bekerja di gudang, tanpa mengetahui siapa pemiliknya. Menurutnya, sudah ratuan trenggiling dikirim ke luar negeri melalui jalur Pelabuhan Belawan. “Sisik dipisah, ada juga yang masih hidup dikirim ke luar. Biasanya barang masuk dari si Pasiribu itu,” katanya.

 

Sudirman, baju coklat, pelaku yang masuk DPO karena memiliki satu ton trenggiling, saat diamankan TNI AL. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Saat penangkapan, Aeng tidak sendiri. Ada Ermanto (43), warga Kota Stabat, Kabupaten Langkat. Ermanto saat diperiksa di Markas Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul di Marendal, Kabupaten Deli Serdang, mengaku baru beberapa jam di lokasi penangkapan.

“Saya tidak tahu itu trenggiling. Sudirman minta tolong untuk memindahkannya ke gudang, ” jelasnya. Penyidik melepaskannya karena dianggap tidak terlibat langsung dalam jaringan perdagangan satwa dilindungi ini.

 

Baca juga: Ingat! Trenggiling Itu Bukan Satwa Buruan

 

Laksamana Pertama Robert Walter Tapangan, sebelum mengakhiri jabatannya sebagai  Danlantamal I mengatakan, selain mnengamankan tersangka juga disita trenggiling siap kemas. Rencananya, akan diselundupkan ke Malaysia melalui jalur laut untuk diolah sebagai bahan sabu-sabu. Setelah itu, obat psikotropika tersebut dikirim kembali ke Indonesia untuk diperdagangkan.

“Dari keterangan pelaku, jika barang tangkapan ini dirupiahkan kisarannya senilai Rp2,5 miliar,” terangnya.

Sehari setelah diamankan, jumlah trenggiling yang hidup 199 ekor dan yang mati 24 ekor. Namun ketika diturunkan dari truk, jumlah yang mati menjadi 82 ekor. Trenggiling yang masih hidup, Petugas PamGakkum yang dibantu tim Wildlife Crime Unit (WCU) melepasliarkannya ke hutan di Kabupaten Dairi. Sedangkan yang mati dimusnahkan dengan cara dikubur, dan sisiknya diamankan untuk kepentingan penyidikan.

 

 

Persidangan cula badak

Sementara itu, kasus perdagangan cula badak yang melibatkan Suharto (54), warga Jalan Bunga Kantil, Selayang, Medan, dan Herman (54) warga Sri Pelayang Sorolangun, Jambi, telah berlanjut ke persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (13/11/17). Sidang ini menghadirkan kedua terdakwa yang merupakan jaringan perdagangan satwa dilindungi dan juga saksi ahli.

Erintuah Damanik, Ketua Majelis Hakim, membuka sidang dengan mendengarkan dakwaan dari Septebrina Silaban, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Uara (JPU Kejati Sumut).

“Saat melakukan transaksi dengan calon pembeli, kedua terdakwa langsung ditangkap petugas SPORC Brigade Macan Tutul, dibantu petugas BKSDA Aceh dan BKSDA Jambi. Sesuai UU KSDAE Nomor 5/1990 ancaman penjara lima tahun dengan denda maksimal Rp100 juta,” jelas Septebrina.

 

Baca: Berkas Kasus Perdagangan Cula Badak dan Harimau Naik ke Kejaksaan

 

Saksi Fithri Noor, dari Pengendali Ekosistem Hutan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (PEH BBKSDA Sumut), dalam keterangannya, menyatakan, ia mengenali satu bagian cula sitaan dari terdakwa Suharto, yang diperlihatkan PPNS PamGakkum LHK Wilayah Sumatera.

“Sesuai ciri-ciri fisik, cula tersebut adalah cula badak sumatera, satwa yang dilindungi sesuai PP 7/1999 dan UU No 5/1990,” terangnya.

 

Peta persebaran trenggiling (Manis javanica). Sumber: pangolinsg.org

 

Berdasarkan keterangan saksi Dr. Drh. Muhammad Agil, MSc, Agr, bagian batas antara cula dengan penyangga masih ditemukan gumpalan darah mengering, dengan bau khas darah membusuk. Bagian cula atas dari bobotnya bukan tanduk atau tulang, karena padat dengan ciri serat memanjang.

“Secara fisik dan morfologi, cula tersebut milik badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Sepengetahuan saya, di Indonesia hanya ada dua jenis badak yaitu badak jawa dan badak sumatera,” terangnya.

Suharto dan Herman ditangkap tim gabungan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC), Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera, bersama BKSDA Jambi dan BKSDA Aceh, Minggu (13 /8/17), pukul 10.34 WIB, saat hendak melakukan transaksi.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,