Kampanye membersihkan laut dari sampah plastik terus dilakukan Indonesia di dunia internasional. Terbaru, kampanye yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat mengisi Sidang Umum Lingkungan PBB ke-3 (UNEA) yang berlangsung di Nairobi, Kenya, awal Desember lalu. Pada momen tersebut, Indonesia mengajak semua negara untuk bertanggung jawab mengurangi sampah mikroplastik.
Staf Ahli Menteri Bidang Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga KKP Suseno Sukoyono yang hadir di Nariobi, meminta semua negara di dunia untuk ikut terlibat dalam aksi mengurangi sampah laut dan mikrokroplastik. Aksi tersebut, bisa dilakukan sesuai kemampuan masing-masing negara untuk mengakses sumber.
Menurut Suseno, mengurangi sampah mikroplastik yang ada di daratan akan berdampak luas pada volume sampah yang ada di laut. Jika itu berhasil dilakukan, maka ekosistem yang ada di laut beserta biota yang ada di dalamnya juga akan ikut terjaga dan lestari hingga waktu tak terhingga.
“Sampah plastik adalah permasalahan bersama. Kita semua harus bergandengan tangan. Negara-negara harus terlibat di dalamnya, tentu saja sesuai kemampuan masing-masing,” ucap dia.
baca : Indonesia Serukan Penanganan Sampah Plastik di COP 23
Selain menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing negara, Suseno menambahkan, upaya mengatasi permasalahan sampah juga harus dilakukan dengan pengukuran dan monitor sampah laut serta mikroplastik. Kemudian, masing-masing negara harus menyiapkan tujuan upaya mengurangi sampah laut dan mikroplastik.
Suseno menjelaskan, dalam pembahasan di tingkat Komite Perwakilan Tetap Open Ended Committee of Permanent Representatives (OECPR), Indonesia menekankan pentingnya upaya menerapkan prinsip biaya yang efektif (cost-effectively) dalam pembersihan lingkungan laut (clean-up in the marine environment). Selain itu, juga harus ada serta kerja sama antara Pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mengurangi sampah laut dan mikroplastik.
Berkaitan dengan sampah di laut, Suseno juga terlibat aktif memberikan masukan dan berkontribusi dalam pembahasan rancangan resolusi sampah laut dan mikro-plastik (marine litter and microplastic) yang diusulkan oleh Norwegia dan Australia. Rancangan resolusi usulan kedua negara tersebut mendapat dukungan dari Irak dan Monako sebagai co-sponsor.
Suseno menambahkan, rancangan resolusi tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil kajian yang dilakukan Sekretariat UNEP. Kajian tersebut mengusung tema “Combating Marine Plastic Litter and Microplastics: An Assessment of The Effectiveness of Relevant International, Regional and Subregional Governance Strategies and Approaches”.
baca : Indonesia Siapkan Dana Rp13,4 Triliun untuk Bersihkan Sampah Plastik di Laut
Komitmen Indonesia
Komitmen untuk mengatasi persoalan sampah di laut tersebut, menjadi bagian dari komitmen Indonesia dalam menjaga laut di masa sekarang dan akan datang. Komitmen lainnya, adalah pemberantasan illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF), penanganan penangkapan ikan berlebih (overfishing), dan pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan.
“Komitmen tersebut tercermin dalam upaya Indonesia melindungi ekosistem terumbu karang dengan melibatkan masyarakat setempat, pihak swasta, organisasi masyarakat sipil, dan generasi muda dalam merehabilitasi kembali ekosistem terumbu karang,” ungkap Duta Besar Indonesia untuk Kenya Soehardjono Sastromihardjo.
Menurut Soehardjono, pemberantasan praktik IUUF yang sudah diupayakan Indonesia sejak 2015 lalu merupakan upaya pencapaian SDG 14, khususnya target 14.4 tentang pengaturan penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) dan IUU Fishing. Upaya Indonesia ini, sudah mendapat pengakuan dunia dan menjadikan Indonesia terdepan dalam pemberantasan IUU Fishing.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti mengungkapkan, resolusi Sustainable Coral Reefs Management merupakan tindak lanjut dari World Coral Reef Conference (WCRC) 2014 yang digelar di Manado, Sulawesi Utara. Resolusi tersebut, oleh Pemerintah Indonesia kemudian diusulkan untuk menjadi rancangan resolusi UNEP.
“Resolusi ini sekaligus menjadi resolusi PBB yang pertama dan satu-satunya tentang pengelolaan terumbu karang,” sebut dia.
baca : Sampah Plastik Semakin Ancam Laut Indonesia, Seperti Apa?
Menurut Brahmantya, resolusi tersebut menjadi penting bagi dunia, karena di dalamnya terdapat mandat untuk meningkatkan kerja sama dan kemitraan di tingkat regional dan global dalam pengelolaan terumbu karang. Kemudian, memprioritaskan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan terumbu karang.
“Dasar dari inisiasi resolusi ini adalah perlunya penyadaran akan pentingnya terumbu karang bagi keamanan pangan dan kelangsungan hidup manusia yang saat ini terancam oleh masifnya kerusakan terumbu karang akibat pemanasan global dan ulah manusia,” tandas dia.
Keterlibatan Masyarakat
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, IPTEK dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Maritim Safri Burhanuddin mengatakan, untuk bisa melaksanakan program penanganan masalah sampah, terutama di laut, Pemerintah akan melibatkan banyak pihak dan lintas generasi. Cara tersebut dipilih, karena persoalan sampah tidak cukup dibebankan pada satu kalangan saja.
“Akan libatkan lebih banyak masyarakat, khususnya para generasi muda dan berbagai Komunitas Pecinta Lingkungan, untuk bersama-sama beraksi dalam menangani permasalahan sampah,” ungkapnya.
Dengan melibatkan masyarakat, Safri optimis, pengelolaan sampah bisa lebih baik lagi di masa mendatang. Selain itu, dengan keterlibatan anak muda, pemahaman dan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dari sampah, juga bisa lebih baik lagi.
Lebih jauh Safri Burhanuddin mengungkapkan, jika sampah plastik di laut tidak dicegah produksinya, maka itu akan mengancam keberadaan biota laut yang jumlahnya sangat banyak dan beragam. Tak hanya itu, sampah plastik bersama mikro plastik yang ada di laut juga bisa mengancam kawasan pesisir yang memang sangat rentan.
“Indonesia mengakui tantangan sampah plastik tidak hanya di laut melainkan juga di daratan,” tutur dia.
baca : Begini Aliansi Pemerintah dengan Swasta untuk Solusi Sampah Plastik di Laut
Dengan ancaman yang terus meningkat, Safri menyebut, berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Indonesia untuk bisa mengurangi dan menurunkan produksi sampah plastik di laut. Upaya yang dilakukan, melalui penanganan yang terintegrasi, baik dari tataran kebijakan hingga pengawasan implementasi kebijakan penanganan sampah plastik, khususnya sampah plastik laut.
Tentang rencana aksi nasional (RAN) Sampah Plastik Laut, Safri menjelaskan, itu terdiri dari empat pilar utama, yaitu perubahan perilaku, mengurangi sampah plastik yang berasal dari daratan, mengurangi sampah plastik di daerah pesisir dan laut, serta penegakan hukum, mekanisme pendanaan, penelitian-pengembangan (inovasi teknologi) dan penguatan institusi.
Di sisi lain, Safri menyebut, sejalan dengan penyusunan rencana aksi, kolaborasi bilateral, regional juga kerja sama Pemerintah dan swasta terus digalang untuk mengendalikan sampah plastik laut. Upaya pengendalian mutlak dilakukan melalui pemantauan dan pengumpulan sampah plastik dari laut dengan menggunakan teknologi yang relevan untuk menjamin hasilnya.
“Peningkatan kesadaran lingkungan melalui pendidikan sekaligus memperbaiki fasilitas pengelolaan sampah di pulau-pulau kecil dan daerah pesisir juga akan menjadi bagian besar dari upaya pengelolaan ini,” ujar dia.
Sementara, Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Jose Tavares menyebutkan, permasalahan sampah yang ada di laut dari hari ke hari memang semakin tak terbendung. Volume sampah yang ada di laut, juga terus meningkat dengan cepat. Kondisi itu, menjadikan laut sebagai kawasan perairan yang rawan dan menghadapi persoalan sangat serius.
“Setiap tahun sedikitnya 12,7 juta metrik ton sampah plastik yang diproduksi di daratan terbuang ke laut di seluruh dunia. Sampah plastik ini tidak hanya mencemari lautan, tapi juga membahayakan kelangsungan makhluk hidup, termasuk kita,” ucapnya.
baca : Begini Komitmen Pemerintah Memerangi Sampah di Hari Laut
Jose mengatakan, sampah plastik yang berasal dari daratan dan dibuang ke laut jumlahnya mencapai 80 persen dari total sampah yang ada di laut. Sampah-sampah tersebut masuk ke lautan, disebabkan oleh pengelolaan sampah yang kurang efektif dan perilaku buruk dari masyarakat pesisir di seluruh dunia dalam menangani sampah plastik.
Polusi laut akibat sampah plastik ini, kata Jose, tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, tapi juga merugikan dari sisi ekonomi karena pendapatan negara dari sektor kelautan juga menurun. Oleh itu, harus dicari solusi yang tegas untuk mengatasi persoalan sampah plastik yang ada di laut.