Menyongsong Wisata. Berapa Daya Dukung Lingkungan Maksimal TN Komodo?

Savrianus Jemahan (20) optimis masa depannya bakal cerah. Setelah lulus SMKN 1 Labuan Bajo, dia mendapat beasiswa pelatihan dive master dari sebuah perusahaan dive operator bernama Wicked Diving. Meski tidak melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi, dia menyebut pemandu selam adalah profesi tepat. Apalagi wisata di Labuan Bajo dan kawasan Komodo sedang berkembang pesat.

Dia mengaku mendapat pelatihan pemanduan wisata berbasis ekologis, untuk menjaga kekayaan laut, termasuk tidak merusak terumbu karang. “Koral itu penting, semua turis harus pastikan untuk tak sentuh koral,” katanya semangat.

Memang saat ini boom wisata di Labuan Bajo dan kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), sedang terjadi. Apalagi sejak ditetapkan kawasan TNK dan Labuan Bajo sebagai “Tujuh Keajaiban Dunia Baru” dan “10 Tujuan Wisata Bali Baru” oleh pemerintah.

Baca juga: Antara Konservasi dan Pengembangan Wisata di Komodo

Akses menuju ke lokasi juga mudah saat ini. Sudah ada penerbangan langsung dari Denpasar atau Jakarta ke Labuan Bajo. Jarak bandara ke pelabuhan laut hanya sekitar 20 menit. Membeli tiket kapal pun mudah, karena banyak dijual di pinggir jalan oleh agen.

Bayangkan, jika tahun 1975, kunjungan wisata ke kawasan Komodo hanya 350 wisatawan (Goodwin et al, 1997), 40 tahun kemudian, kunjungan wisatawan meningkat 30.000 persen.

Kawasan TNK sendiri terdiri dari tiga pulau besar: Komodo, Rinca, dan Padar plus selebihnya, sekitar 147 pulau kecil. Sekitar 59 pulau diantaranya belum diberi nama. Total kawasan darat dan lautnya 1.733 km2.

Selain satwa komodo yang menjadi maskot wilayah ini, kawasan laut dan perairan juga dilirik, khususnya wisata selam. Dalam survei Resource and Ecological Assessment perairan TNK memiliki kelimpahan lebih dari seribu jenis ikan, termasuk manta dan hiu. Terakhir dilaporkan dijumpai jenis ikan flasher wrasse, Paracheilinus rennyae (Hadiaty, 2013).

Perairan TNK juga menjadi lintasan berbagai jenis lumba-lumba (10 spesies), paus (8 spesies), dan duyung (dugong). Dua jenis penyu, penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) pun bertelur di lokasi ini. Bahkan konon, di salah satu pulau yang bernama Pulau Sembilan, terdapat ubur-ubur endemik yang tidak menyengat seperti yang terdapat di Kakaban, serta tiga tempat lainnya di dunia.

Pada tahun 2019 ditargetkan Labuan Bajo dan Komodo akan menerima 500 ribu  kunjungan wisatawan mancanegara. Sekitar tujuh kali lipat dibanding kunjungan turis asing 2016 yang sekitar 78 ribu orang (dengan total sekitar 107-an ribu pengunjung).

 

Perairan Komodo yang kaya dengan berbagai jenis biota. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Pertanyaan logisnya pun muncul, berapa daya tampung maksimal area konservasi ini? Apakah jumlah wisatawan tidak bakal mengganggu atau merusak kawasan ini?

Berdasarkan regulasi, TNK yang didirikan tahun 1980, adalah kawasan konservasi yang harus dipertahankan fungsinya. Yakni, perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem yang terkandung di dalamnya.

Berdasarkan ketentuan terakhir (SK Dirjen PHKA Nomor 21/IV/SET/2012), kawasan TNK dibagi dalam 9 zona berbeda. Dengan ketentuan zonasi tersebut, total luas wilayah darat yang tersedia untuk menampung kegiatan pariwisata mencapai 24.188 ha. Adapun aktivitas pariwisata hanya terfokus pada areal yang jauh lebih sempit, karena wisatawan hanya beraktivitas pada trek yang dipersiapkan. Sedangkan total wilayah laut untuk aktivitas wisata mencapai 55.200 ha.

Mengantisipasi lonjakan kunjungan wisata, Kepala Balai TNK Sudiono menyebut saat ini sedang disusun kajian draft masterplan pariwisata alam 2017, yang dikerjakan bersama oleh WWF Indonesia, Pemkab Manggarai Barat, dan Balai TNK.

Masterplan penting agar segala sesuatu yang menyimpang dapat diantisipasi sebelumnya dan lebih terarah,” katanya kepada Mongabay Indonesia November lalu. Masterplan jelasnya berpedoman pada aturan yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sejumlah hal kritis dipetakan dalam Masterplan. Mengacu pada pertanyaan-pertanyaan kunci sebagai berikut. Pertama, berapa jumlah kunjungan maksimum di kawasan TN tanpa menyebabkan dampak perubahan nyata pada habitat maupun kehidupan satwa?

Kedua,indikator apa yang harus digunakan yang menunjukkan kunjungan wisatawan di dalam kawasan telah berdampak nyata sehingga harus dibatasi?  Ketiga, apa yang harus dilakukan pengelola untuk mencegah perubahan fungsi dari dampak kunjungan wisatawan?

Keempat, apa dan bagaimana monitoring dampak perubahan lingkungan dalam kawasan akibat kunjungan wisatawan? Kelima, apa yang harus dilakukan agar TNK dapat menjadi destinasi pariwisata prioritas tapi tetap dapat mempertahankan kualitas konservasi?

Selain itu, dalam draft ini pun disebut TNK sedang mengalami ancaman global dari perubahan iklim, dan ancaman lokal. Diantaranya pengambilan atau penangkapan ikan secara ilegal dan metode alat tangkap tidak ramah lingkungan, serta mendesaknya pemukiman dan pembangunan di pantai.

 

Turis tiba di gerbang TN Komodo Pulau Rinca. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Di dalam kawasan TNK, terdapat 8 DTW (Daya Tarik Wisata) darat dan 42 DTW laut yang sering disebut pada laman-laman berbagai pengusaha pariwisata. Sejumlah operator selam di Labuan Bajo menyebut beberapa DTW tersembunyi yang mereka sebut dengan istilah “Secret Garden”, sebagai promosi.

Lokasi ini konon tak banyak diketahui publik dan keberadaannya masih menjadi pertanyaan. Dengan demikian, total DTW selam atau laut di dalam kawasan diperkirakan sangat mungkin bertambah.

Lalu berapa besar daya dukung maksimal kawasan untuk kedatangan turis?

Mengacu kepada draft, disebut jumlah maksimum wisatawan di darat yang mampu diterima TNK dengan standar pelayanan yang terbaik maksimal ialah 297.600 wisatawan per tahun. 

Pada kondisi jumlah tersebut, peningkatan jumlah kunjungan wisata harus diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan jasa wisata. Hal yang harus dilakukan adalah menambah jumlah ranger untuk melayani pengunjung. Asumsinya terdapat 60 pemandu. Jika setiap guide atau ranger bekerja lima hari seminggu, dan perkiraan waktu kerja adalah 248 hari per tahun setelah cuti. Rata-rata setiap guide mampu memandu wisatawan 4 kali per hari kerja, dengan rata-rata waktu tempuh 1,5 jam. Jumlah wisatawan yang dilayani per trip rata-rata lima orang (pengalaman selama ini).

Untuk daya dukung wisata selam perairan lebih sulit untuk diperkirakan. Perkiraan demand sekarang pengusaha wisata selam mendapatkan angka kunjungan wisata antara 10-20 orang per hari. Angka ini diambil dari kapasitas dua kapal wisata, masing-masing dengan 10 wisatawan penyelam. Setiap pemandu selam (dive instructor) akan memandu lima orang penyelam. Berdasarkan perkiraan ini, akan didapat 150.000 sampai 300.000 penyelam per tahun (tidak termasuk dive instructor).

Penelitian Hawkin dan Roberts dari University of York (MPA, 2004) di beberapa lokasi selam di berbagai tempat di dunia, menyebut estimasi daya dukung maksimal satu titik selam adalah 5-6 ribu penyelam per tahun. Lebih dari itu akan mengalami kerusakan.  Dengan total 42 lokasi selam yang sudah terdaftar di dalam kawasan, TNK diperkirakan dapat menerima total wisata selam antara 200.000-250.000 penyelam per tahun.

Perhitungan lain diajukan oleh Rios-Jara et al (2013) berdasarkan penelitian di under water trail di Mexico. Analisis dilakukan pada panjang spot penyelaman sekitar 240 m trail dengan jarak antar penyelam sekitar 4 m, dan waktu penyelaman sekitar 60 menit per dive. Hasil analisis diperoleh kapasitas daya dukung maksimum 480 penyelam per hari per trail. Jika menyesuaikan  dengan kondisi TN Komodo (42 spot penyelaman), maka total penyelam yang bisa diterima akan mencapai di atas 1 juta pengunjung per tahun.

 

Pelabuhan kapal laut di Labuan Bajo, Flores, NTT. Turisme sedang berkembang pesat di sini. Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

 

Meski masih berbentuk draft, beberapa implementasi rekomendasi masterplan telah dijalankan. Jensi Sartin, koordinator lokasi Marine Protected Area dari WWF-Indonesia menyebut penanganan sampah plastik akan dilakukan awal 2018 lewat program masyarakat peduli sampah.

Juga sedang difinalisasi program pengawasan kegiatan wisata di TN Komodo bermitra dengan asosiasi pelaku wisata selam di Labuan Bajo dan penyediaan mooring buoy untuk mengurangi kerusakan karang akibat penggunaan jangkar. “Sekarang sedang difinalisasi penghitungan carrying capacity di lokasi penyelaman dan panduan wisata bahari bersama WWF-Indonesia,” jelasnya.

Para pihak pun sepakat bahwa pemasaran promosi wisata yang sekarang dilakukan secara progresif oleh Kementerian Pariwisata diyakini akan meningkatkan jumlah wisatawan pada kawasan konservasi di masa depan. Untuk itu TN harus segera melakukan analisis dampak dan beradaptasi (adaptive management), mengikuti perkembangan yang ada di luar kawasan. Sebaliknya, dunia pariwisata juga harus memahami bahwa TNK mengemban tugas utama konservasi atau perlindungan kawasan.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,