Perusahaan Sawit di Jambi Ini Wajib Bayar Biaya Pemulihan Lingkungan Rp191 Miliar

 

 

Di penghujung tahun ini, Pengadilan Tinggi Jambi  membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jambi atas gugatan perdata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada perusahaan perkebunan sawit,  PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK). Dengan begitu, perusahaan di Desa Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi ini terbukti bersalah atas kebakaran hutan dan lahan seluas 591 hektar pada 2015. Atas putusan itu, RKK kena denda pemulihan lingkungan Rp191,8 miliar.

“Putusan itu memberikan rasa keadilan bagi lingkungan hidup dan masyarakat yang selama 18 tahun ini menderita akibat kebakaran hutan dan lahan. Nilai ganti rugi juga sudah sesuai gugatan yang diajukan Menteri LHK,” kata Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK dalam di Jakarta, Jumat (22/12/17).

Putusan PT Jambi nomor 65/Pdt.LH/2017/PT.JMB tertanggal 16 November itu sekaligus membatalkan putusan PN Jambi tertanggal 12 Juni 2017. PT Jambi menyatakan, RKK melakukan perbuatan melawan hukum dan bertanggungjawab mutlak (strick liability) atas kerusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian.

RKK harus membayar ganti rugi materil karena kerusakan ekosistem tunai kepada KLHK Rp44,745 miliar dan biaya pemulihan fungsi ekologis lahan terbakar Rp147, 058 miliar.

Roy, biasa disapa berharap, putusan ini bisa menimbulkan efek jera bagi perusahaan dan pihak lain  yang membakar hutan dan lahan serta merusak lingkungan.

“Gugatan banding kami lakukan karena Pengadilan Negeri Jambi menolak gugatan Menteri LHK. Ini menunjukkan Menteri LHK konsisten dan komitmen mencegah kebakaran hutan dan lahan tahun mendatang,” katanya.

Langkah penegakan hukum, katanya,  baik administrasi, pidana, maupun perdata oleh KLHK menunjukkan ketegasan, komitmen dan konsistensi KLHK menindak pelaku kejahatan lingkungan.

“Kita belum tahu apakah RKK akan mengajukan langkah hukum lanjutan atau tidak. Salinan putusan banding ini juga baru kami terima. Jika RKK upaya hukum lanjutan, kami siap menghadapi.”

 

Sepanjang 2017

Roy mengatakan, sepanjang 2017, kasus yang ditangani Dirjen Penegakan Hukum cukup banyak. Kasus pidana P-21 dan siap ke pengadilan ada 100 kasus. Tak hanya menyangkut soal kebakaran, juga kejahatan lingkungan lain, seperti illegal logging, perdagangan satwa liar dan lain-lain.

Periode 2015-2017, pidana ditangani Dirjen Gakkum ada 352 kasus. Dia bilang,  pada lebih banyak menyasar korporasi dan berupaya inovasi dalam penindakan kasus, salah satu mulai masuk ke tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Penyidik kami siapkan menyasar soal TPPU. Dalam waktu dekat mulai kami lakukan,” katanya.

Roy bilang, banyak tantangan dihadapi KLHK dalam menangani perkara kejahatan lingkungan, seperti perlu pendekatan keilmuan hingga banyak bantuan ahli.

“Ini jadi tantangan kami. Ada juga ajukan pra peradilan,” katanya.

Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Ditjen Gakkum KLHK mengatakan, ada beberapa putusan pengadilan soal kebakaran dimenangkan KLHK, seperti PT Kalista Alam, PT Jatim Jaya Perkasa, PT Bumi Mekar Hijau, PT National Sago Prima, PT Waringin Agro Jaya dan PT Way Musi Agro Indah.

Putusan yang sudah punya kekuatan hukum tetap terkait perusakan lingkungan seperti PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Kalista Alam, PT Selatnasik Indowarsa dan PT Simpang Pesak Indokwarsa. Total nilai ganti rugi dan biaya pemulihan mencapai Rp16,6 triliun.

“Untuk mempercepat eksekusi, Menteri LHK sudah membentuk Satuan Tugas Pelaksana Eksekusi terhadap perkara perdata lingkungan hidup yang mempunyai kekuatan hukum tetap,” ucap Ragil.

Pembentukan satgas tercantum dalam surat keputusan yang terbit tahun ini melibatkan Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, serta Otoritas Jasa Keuangan.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,