“Pak Sarman kena tembak, ooee… Pak Sarman kena tembak.” Begitu teriakan beberapa warga dari atas perahu kecil, Minggu (14/1/18).
Kaki kiri Sarman berdarah. Peluru bersarang di paha pria berumur 35 tahun itu. Dia tersungkur, menjerit kesakitan di atas perahu. Terdiam beberapa saat dan warga lain segera membawa dia ke Puskesmas Tue-tue.
Hari itu, warga Tue-tue, Laonti, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, unjuk rasa menolak operasi tambang nikel, diwarnai penembakan diduga dilakukan aparat gabungan TNI dan Polri. Penembakan terjadi saat warga berusaha menghadang dan membakar kapal tongkang yang memuat alat berat di tengah laut. Buntut insiden ini, seorang warga dilarikan ke rumah sakit menjalani pengobatan karena terkena peluru di paha kiri.
Minggu itu, sekitar 300 nelayan Desa Tue-tue dengan 30 perahu loang boat bermesin tempel, menolak perusahaan tambang nikel, PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS).
Penolakan ini karena GMS mengolah tanah yang didiami warga sejak 1995. Dalam aksi itu, Sarman tertembak dari atas kapal tongkang, yang bermuatan alat berat enam unit di tengah laut.
Aparat menyatakan, penembakan karena masyarakat tak bisa diatur. Unjuk rasa warga begitu gaduh dan harus ada tindakan. Kala itu, warga tak hanya menghalau kapal, mereka berusaha membakar kapal dengan melempari bensin bersama api. Kapal tongkang sedikit dilalap api dan padam.
“Kami marah. kami mempertahankan tanah kami,” kata Yamal, koordinator pengunjuk rasa tolak tambang GMS di Rumah Sakit Bahteramas.
Kala itu, katanya, warga berusaha mendekati kapal yang berisi alat berat perusahaan.
“Masih mau mendekat, ayo, masih mau mendekat,” kata aparat dari atas kapal tongkang sembari merekam anggota Polri yang menembakkan senjata ke arah nelayan.
“Tembak saja, biar kita mati disini. Ini tanah kami,” kata nelayan lain, sahabat Sarman.
Sehari-hari, Sarman nelayan penangkap cumi-cumi. Dia bilang, sempat melihat aparat yang menembaknya. “Setelah kapal menjauh, saya baru kasitahu teman-teman kalau saya kena peluru,” katanya di Rumah Sakit Bahteramas. Sebelumnya, dia di Puskesmas Tue-tue tetapi dirujuk ke RS Bahteramas.
Aparat yang mengawal kapal, kata Yamal bersenjata lengkap. Mereka tak saja berbekal senjata, juga dua speedboat Polri tampak mendekati nelayan dan menginstruksikan menjauh.
“Kapal dan beberapa perahu nelayan sempat di kelilingi speedboat Polres dan TNI. Jadi perahu kami sempat kena ombak dan terayun-ayun keras di tengah laut. Mereka (aparat) mungkin mau tenggelamkan kapal kita, tapi tidak bisa,” kata Arfah, nelayan lain yang ikut aksi.
Peluru karet?
Sesampainya di RS Bahteramas, langsung pemeriksaan organ dalam dan mendapatkan foto rotgen satu benda kecil. Dokter Yusuf Hamra, Kepala Rumah Sakit Bahteramas Sulawesi Tenggara, mengatakan, hasil operasi menemukan ada benda seperti peluru.
Sarman tampak terus minum air putih. Dia tampak meringis kesakitan karena ada benda asing bersarang di paha. Keluarga Sarman diminta pandangan apakah operasi atau tidak.
“Operasi saja,” kata Yamal.
Beberapa jam terbaring, lalu Sarman masuk dalam ruang operasi. Kaki dibedah dan ada peluruh karet. Dokter bilang, peluru karet akan diberikan ke polisi.
Polisi usut penembakan warga
Menindaklanjuti penembakan Sarman, Propam Polda Sultra lantas menurunkan tim mengusut kasus ini. Brigjen Andap Budi Revianto, Kapolda Sultra menegaskan, akan mengusut kasus ini. Polda, katanya, terus mengumpulkan berbagai informasi.
“Kami akan usut.”
Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Sunarto, mengatakan, kasus penembakan harus jadi pelajaran bagi semua pihak. Dalam unjuk rasa, katanya, harus tetap mempedomani pada perundang-undangan dengan tak membuat keributan dan meresahkan.
“Ini harus jadi pelajaran semua pihak. Dalam menyampaikan aspirasi tetap mematuhi aturan. Polisi juga dalam melaksanakan tugas tetap berpedoman pada prosedur standar operasi,” katanya Senin (15/1/18).
Dia bilang, propam sudah menuju lokasi penembakan. Namun, Narto belum tahu berapa saksi sudah diperiksa. Polsi juga belum mengantongi barang bukti. Soal peluru dari paha Sarman, katanya, polisi akan minta dan ada prosedurnya.
“Kami sementara selidiki. Sejauh ini tim sudah menuju TKP dan memeriksa beberapa saksi.”
AKBP Hamka, Kapolres Konawe Selatan mengatakan, sejauh ini belum bisa menentukan luka Sarman dari peluru siapa. Dia membenarkan, ada anggota polres yang mengamankan wilayah itu. Soal peluru di paha, dia mengaku anggota Polres, tak pakai peluru karet.
“Yang jelas peluru karet bukan milik kami.”
Usut penembak dan cabut izin tambang
Walhi Sultra mendesak pemerintah mencabut izin GMS agar tak menimbulkan konflik berkepanjangan. “Di Kecamatan Laonti, jangankan tambang, perkebunan pun tak boleh masuk,” kata Kisran Makati, Direktur Walhi Sultra.
Pemkab Konawe Selatan, jadi sorotan publik. Pulau Laonti, masuk kawasan konservasi sebagian dan beberapa desa jadi obyek wisata.“Di sini tak boleh ada tambang dan perkebunan sawit.”
Pemprov Sultra melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), katanya, harus tegas dengan mencabut izin GMS. Sepengatahuan dia, isu ini sudah berulang kali jadi ‘bahan’ bahasan.
“Iya harus begitu. Saya meminta pemerintah provinsi tegas. Mereka ini seakan bangga dengan keributan antara masyarakat dan perusahaan,” ucap Kisran.
Soal kekerasan terhadap warga, katanya, merupakan perilaku berulang dari aparat. Kasus-kasus seperti ini, katanya, sering terjadi. Aparat mengawal tambang dan menembaki masyarakat.
“Aparat itu bekerja bukan untuk korporasi. Mereka diberi gaji pakai uang rakyat masak senang sekali berbuat represif,” katanya.
Dia menganalisa, ada hal lain atas tindakan aparat sengga mengorbankan rakyat hanya karena tambang.
“Ada faktor lain. Kami menduga ada faktor keuntungan di sana.” (Bersambung)
Keterangan: foto utama dari dokumentasi warga Tue-tue