Satu penyu belimbing (Dermochelys coriacea) mendarat dan bertelur di Pantai Beutumonga, Sipora Utara, Kepulauan Mentawai, akhir Desember lalu. Dari hasil monitoring tim Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan wilker Padang dan Ranger Turtle Foundation (RTF) ditemukan 26 bekas sarang penyu belimbing dengan telur sudah dicuri. Sebanyak 16 sarang segera relokasi agar bisa diselamatkan.
Suwardi, Kasi Pendayagunaan dan Pelestarian BPSPL Padang, mengatakan, informasi soal penyu belimbing awalnya disampaikan Meriussoni Zai dari RTF. Mereka lebih dulu berangkat ke lokasi setelah mendapat informasi dari anggota Tagana.
“Saya langsung ke Desa Beutumonga, Mentawai. Ternyata benar, saat menjelajahi pantai kami menemukan jejak-jejak penyu belimbing yang lebar sekali, sekitar dua meter,” katanya saat ditemui di penangkaran penyu Pasir Jambak, Padang, Jumat (9/2/18).
Paginya, warga setempat, menemukan telur penyu belimbing. Kata warga, sekitar Oktober-Maret memang lagi musim penyu bertelur.
Setelah penemuan itu, tim BPSPL dan RTF melanjutkan monitoring pada malam hari. Setelah penjelajahan, tepat pukul 22.00, ditemukan penyu belimbing naik dan bertelur, dengan panjang kerapas 152 sentimeter dan lebar track 202 sentimeter.
Temuan ini, katanya, pertama kali oleh BPSPL Padang. Sebelumnya, pernah dapat informasi di Siberut, ada penyu belimbing, tetapi belum terverifikasi.
Setelah itu, tim lakukan pengawasan di sepanjang Pantai Beutumonga sejauh empat kilometer. Dari hasil monitoring, ada sekitar 26 bekas sarang dengan telur dicuri dan 16 sarang berhasil relokasi.
“Perkiraan kita dalam satu musim lebih 60 sarang. Artinya, sekitar 12 penyu indukan naik dan bertelur di sini,” katanya.
Dia sesalkan, musim ini sampai 18 Desember 2017, lima penyu belimbing dibunuh dan dikonsumsi warga. Dia perkirakan, sejak ada desa ini, pada 1992, sekitar 150 penyu belimbing terbunuh.
Upaya perlindungan penyu
Untuk menekan perburuan penyu, BPSPL Padang bekerjasama dengan RTF bikin perlindungan pantai peneluran, pendataan dan relokasi sarang di Site Beutumonga, dengan panjang pantai peneluran primer empat kilometer dan sekunder lima kilometer.
“Sekarang kami proses sosialisasi. Masyarakat masih mengkonsumsi telur dan daging penyu.”
Dia bilang, langkah pertama adalah perlindungan habitat agar tak ada lagi sarang penyu dicuri. “Kita sudah bangun hatchery, sekarang sudah ada 16 sarang,” katanya.
Merekapun akan mendata rutin dan membuat semacam tempat riset penyu belimbing Samudera Hindia seperti di Papua.
Pantai peneluran ini, katanya, sangat penting dilindungi dalam jangka panjang karena habitat penyu.
Secara umum, penyu belimbing berdasarkan ruaya ada dua, yakni, penyu belimbing Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
Riset dan data penyu belimbing Pasifik sudah cukup banyak, seperti Pusat Monitoring Penyu Belimbing di Papua, Kalifornia, Kostarika dan Meksiko. Upaya monitoring itu sudah menunjukkan wilayah ruaya cukup detail dan informatif.
“Penyu belimbing di Mentawai salah satu dari kategori belimbing di Samudera Hindia. Kalau dari Samudera Pasifik sudah banyak data dan informasi. Sudah beberapa lokasi jadi pusat pendataan dan monitoring, kalau penyu belimbing Samudera Hindia, belum ada, baru di Andaman,” katanya.
Menurut data penelitian di Andaman, penyu belimbing di Samudera Hindia, diperkirakan 1.000 betina, dengan pantai peneluran terpusat dan terbesar di Kepulauan Andaman. Sedikit sekali informasi menyebar hingga perairan barat Sumatera dan Jawa.
Untuk habitat peneluran penyu belimbing di Indonesia yang tercatat terdistribusi di 19 pantai peneluran seperti Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Papua Barat.
Pantai peneluran penyu belimbing Samudera Pasifik, terpusat dan kategori besar di Indonesia, ada di Papua. Sedang pantai peneluran penyu belimbing Samudera Hindia tercatat di Siemelue, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Singkil, Tapanuli Selatan, Mentawai, Bengkulu dan Banyuwangi dengan kategori kecil (sedikit).
Tak hanya soal penyu jadi buruan dan konsumsi, katanya, kendala lain dalam konservasi di Beutumonga, adalah, pembangunan pemukiman dekat pantai, setelah ada Jalan Trans Sipora sepanjang pantai.
Dengan ada pemukiman penduduk, katanya, penerangan lampu pada malam hari terlihat sampai ke pantai peneluran. Kegiatan manusia di pantai siang hari pun, katanya, berdampak pada penyu.
Berdasarkan penelitian UNDP dan Universitas California, pantai dengan pemukiman dan penerangan malam hari mengakibatkan peneluran penyu menurun. Jadi, lokasi peneluran, katanya, bisa jadi suaka pesisir, termasuk daerah ruaya untuk pemijahan dan mencari makan saat musim bertelur.
Untuk menggugah kesadaran masyarakat setempat, sekaligus berdampak ekonomi bagi mereka, BPSPL Padang akan pelepasan perdana tukik hasil relokasi sembilan sarang yang diperkirakan menetas akhir Februari–awal Maret 2018. Rilis perdana pada 6 Maret di Pantai Beutumonga, dengan perkiraan 400 tukik.
Harfiandri Damanhuri, peneliti penyu dari Universitas Bung Hatta, Padang, mengatakan, penyu belimbing salah satu jenis langka dari empat jenis penyu di pantai barat, Sumatera Barat.
Dari penelitian dia 1999, teridentifikasi lokasi pendaratan penyu belimbing di Beutumonga, tetapi belum menemukan langsung.
Pada 2003, dia mulai menemukan perdagangan telur penyu belimbing masuk ke pasar regional Padang, berasal dari Mentawai. Empat tahun berikutnya, ada perdagangan telur penyu belimbing dari Pesisir Selatan.
”Jadi kita lihat ada indikasi setiap empat dan lima tahunan telur masuk ke pasar regional Padang,” katanya.
Soal penemuan penyu belimbing di Beutumonga, paling besar hampir dua meter. Temuan ini, katanya, bisa jadi bahan penelitian ke depan.
Di perairan Sumbar, katanya, ada empat dari tujuh jenis penyu di dunia– tersebar di sepanjang pantai Samudera Hindia, Sumatera–, yakni, penyu belimbing, sisik, hijau dan penyu lekang. Keempat jenis ini, secara internasional termasuk satwa dilindungi.
Data yang dia kumpulkan, pada 2000-an, ada sekitar 15.000 penyu di 42 lokasi. Baru-baru ini, dia menemukan hampir 124 titik pendaratan penyu di Sumbar dengan estimasi mendekati 30.000 setiap tahun.
Penetasan telur
Sementara itu, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Siberut berhasil menetaskan ratusan telur penyu lekang di Pantai Desa Sagulubeg, Siberut Barat Daya Resort Taleleo pada Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I.
Upaya relokasi sarang penyu ini, katanya, telah dilakukan sejak April 2016, bertepatan dengan musim peneluran penyu di Saggulubeg dan sekitar, yakni September-April.
Antonius Vevri, Kepala Seksi SPTN I Maileppet mengatakan, dari pertama mulai penyelamatan telur penyu pada 2016, sudah enam sarang berhasil relokasi.
Namun, katanya, karena minim pengetahuan petugas, dari enam sarang hanya dua bisa diselamatkan dengan tiap sarang 90-115 telur. Jumlah ini, katanya, relatif sedikit karena masih ada kesalahan dalam penanganan telur, seperti saat proses pemindahan telur, pemilihan tempat penanaman telur (terlalu basah) dan abrasi.
Pada 4 Desember 2017, kembali dipindahkan telur dari dua sarang peneluran berisi 89 dan 111 telur. Pada 4 Februari 2018, sekitar pukul 19.00, telur penyu lekang menetas masing masing 102 dan 89 tukik.
Sebagian besar tukik, katanya, langsung lepas ke laut, sisanya 38 rilis keesokan hari dengan melibatkan murid dan guru SD Saggulubeg.
Dia bilang, telur di penangkaran minim juga karena makin sedikit penyu mendarat, salah satu penyebab kebiasaan berburu penyu dan telur oleh warga.
Untuk itu, petugas terus berupaya menyadarkan masyarakat (pemburu) penyu dan telur. “Masyarakat sebagai pencari telur kami ajak memelihara telur-telur di areal penetasan. Setiap telur dipindahkan, warga dapat insentif sebagai pengganti upah kerja,” katanya.
Saat ini, musim bertelur penyu, upaya pencarian atau pemindahan masih berlangsung.
Foto utama: Tukik penyu belimbing di Mentawai. Foto: Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut / Mongabay Indonesia