Satu individu harimau sumatera yang diduga sakit, dibunuh saat beristirahat di bawah kolong rumah panggung warga di Desa Bankelang, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Minggu (04/3/2018) pagi. Sang raja rimba itu meregang nyawa akibat ditombak dan ditembak.
Ucok Nasution, warga yang menyaksikan kejadian mengatakan, saat ditemukan warga, harimau malang itu hanya diam. Matanya sayu. Gerakannya lambat ketika warga coba mengusirnya, melempari dengan batu. Bahkan, ketika ada warga yang coba memukulnya menggunakan kayu, harimau itu hanya kuat mengangkat satu kaki.
“Ketika semua ribut harimau, saya langsung ke lokasi. Kondisnya memang tidak sehat. Dia tidak melawan sama sekali ketika ada yang coba memukulnya,” terangnya.
Ucok melanjutkan, karena harimau tidak mau pindah, warga panik dan menghubungi aparat kepolisian. Warga meminta polisi untuk menembaknya, begitu tiba di lokasi, karena takut nantinya menerkam. Salah seorang polisi langsung menembak, tak lama berselang warga mengambil tombak. Menghujami kucing besar itu berkali-kali. Sempat mengaum, harimau itu tak lama mati.
“Jujur, secara pribadi saya melihatnya begitu sadis. Saya yakin, harimau ini kondisinya tidak sehat, karena tidak melawan. Mungkin, dia masuk kampung “minta” diobati, tetapi malah mati mengenaskan,” ungkapnya.
Menurut Ucok, sejak puluhan tahun, di desa ini tidak pernah terjadi konflik manusia dengan satwa liar, apalagi dengan harimau sumatera. Selama ini, masyarakat tidak pernah mengganggu harimau dan sebaliknya harimau tidak pernah memangsa ternak warga, apalagi menerkam manusia. “Nenek moyang kami sangat menghormati harimau, memanggilnya datuk. Kejadian ini sungguh cerminan berbeda.”
Harimau mati itu selanjutnya dibawa warga ke ruangan besar pasar Kota Panyambungan, digantung di tengah ruangan sebagai tontonan. Ada yang menguliti wajah dan ada juga yang mengambil taringnya. Kasus ini kini didalami Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PamGakkum KLHK) Wilayah Sumatera.
“Kami masih mengumpulkan semua informasi. Tim sudah di lapangan, mengumpulkan barang bukti dan keterang para saksi,” jelas Kepala Balai PamGakkum KLHK Wilayah Sumatera, Edward Sembiring, kepada Mongabay, Minggu malam.
Sementara itu, Kepala Bidang Wilayah III BKSDA Padang Sidempuan, Gunawan Ilza, Minggu sore mengatakan, terkait kejadian harimau sumatera masuk perkampungan warga, dia bersama tim dari Balai Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) langsung ke lokasi. Meminta warga tidak panik.
Pembukaan pos, persiapan seluruh peralatan, jarum bius, kendaraan taktis sudah disiapkan. Namun ketika tiba dilokasi, warga melarang petugas masuk. Saat petugas memaksa untuk mengevakuasi harimau, ternyata sudah mati.
“Kami sudah hubungi koramil dan Polres Mandailing Natal. Bangkai harimau dibawa ke polres untuk dilakukan nekropsi. Bagian kaki belakang dikuliti, untuk pengambilan sampel darah dan sebagainya,” jelasnya.
Diancam
Gunawan menjelaskan, informasi adanya konflik harimau dengan manusia sudah beredar dua bulan lalu. Untuk mengatasinya, pihaknya bersama tim TNBG melakukan sosialisasi ke warga, menerangkan bahwa harimau sumatera merupakan satwa liar dilindungi. Ada ancaman pidana, lima tahun penjara dan denda Rp100 juta. Pihaknya juga memasang kamera jebak di sejumlah lokasi strategis.
Namun begitu, belum lama ini juga, pihaknya yang membuka pos di sekitar lokasi, sempat berkonflik dengan warga desa. Bahkan, ia dan anggotanya, beserta petugas TNBG sempat disandera warga. Satu unit mobil TNBG dirusak.
Setelah itu, warga mengusir petugas. “Namun, sebelumnya, kami dipaksa menandatangi surat yang dibuat sejumlah warga. Isinya menyatakan, memperbolehkan mereka membunuh harimau yang masuk desa. Selain itu juga, memaksa kami menandatangani surat untuk mengkaji ulang kawasan TNBG yang masuk desa mereka,” jelasnya.
“Dengan keterancaman, saya bersama tim menandatangi surat tersebut. Kepala saya dilepar sepatu. Kami dilepas dan diusir dari desa, padahal niat kami ingin mengatasi konflik satwa. Kami menyatakan, jangan membunuh harimau, jika terpantau, kami akan evakuasi dengan cara membiusnya dan membawa ke tempat aman,” ungkap Gunawan.
“Kami masih mendalami kasus ini. Sembari berjalan, sosialisasi dan pendekatan ke warga tetap dijalin, karena bisa jadi ada harimau lain di sana. Kami tidak ingin ada harimau mati lagi,” terangnya.
Haray Sam Munthe, Direktur Sumatran Tiger Ranger (STR), menyayangkan pembunuhan harimau sumatera terjadi. Menurutnya, rusaknya hutan yang menjadi habitat satwa dilindungi ini, lagi-lagi sebagai faktor penyebab konflik. Pelaku yang membunuh serta yang menguliti wajah harimau wajib diproses hukum.
“KLHK harus memberikan tindakan tegas bagi petugas yang lalai. Juga, memproses siapa saja yang terlibat dalam pembalakan liar di sana, yang menyebabkan habitat harimau hancur,” jelasnya.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Rina Sari Ginting, mengatakan terkait harimau di Desa Bangkelang yang dilumpuhkan masyarakat bersama personil Polsek Batang Natal, kejadian bermula saat ada warga melihat harimau itu di kolong rumahnya Sofii. Warga pun melaporkan ke Kepala Desa Bangkelang, yang informasi tersebut ditindaklanjuti ke Polsek Batang Natal.
“Atas laporan tersebut, Polsek Batang Natal menurunkan beberapa personil. Tiba di lokasi, personil melihat harimau telah dikepung warga. Untuk mengantisipasi penyerangan, Polsek Batang Natal menghubugi petugas TNBG dan BKSDA Kabupaten Madina,” jelasnya.
Rina menuturkan, saat menunggu kedatangan petugas TNBG dan BKSDA, tiba-tiba harimau bergerak, sehingga warga menombaknya hingga mati. Untuk memastikan kematiannya, personil Polsek Batang Natal menembak tubuh harimau itu satu kali. Selanjutnya, bangkai diserahkan ke petugas TNBG dan BKSDA untuk dilakukan nekropsi, serta berkoordinasi dengan Polres Madina untuk dilakukan pemusnahan sebagaimana prosedur BKSDA.
“Perlu kami laporkan juga, Jumat (16 Februari 2018), diduga, harimau ini menyerang seorang warga Desa Bangkelang, yang membuatnya terluka. Sekarang, situasi aman dan kondusif,” tandasnya.