Sebuah survei menyebutkan ada penurunan ikan karang jenis kerapu berukuran dewasa di laut selama 1998 hingga 2017. Penurunannya berkala dan cukup drastis dari 760 ekor/ha pada 1999 menjadi 200 ekor/ha pada tahun 2017.
Derta Prabuning, Direktur Yayasan Reef Check Indonesia menyatakan telah mengkoordinasi ribuan sukarelawan individu dan lembaga yang bernaung di bawah Jaringan Kerja Reef Check Indonesia untuk melakukan survei bawah air ini. Ia menyebut angka tersebut adalah rata-rata nasional untuk ikan kerapu selama pemantauan Reef Check dalam 2 dekade. Angka 760 dan 200 ekor merupakan hasil analisa yang menerangkan terdapat jumlah individu sekian dalam satu luasan hektar.
Survei ini menghitung kelimpahan ikan karang jenis kerapu berukuran dewasa dan hasilnya menunjukkan pola penurunan penangkapan. Disimpulkan, penurunan kelimpahan di tingkat nasional ini menunjukkan bahwa penangkapan ikan karang sudah melebihi daya dukung alam untuk kelestarian sumber daya alam.
baca : Terungkap Permasalahan Perdagangan Ikan Hias dan Karang di Bali. Apa itu?
Pada Mongabay Indonesia, Derta menjelaskan metode survey bernama Metode Survei Terumbu Karang Reef Check. Cara kerjanya adalah melakukan survei di lokasi terumbu karang dengan metode transek sepanjang 100 meter sebagai titik sampel.
Para pihak yang terlibat dalam Jaringan Kerja Reef Check Indonesia (JKRI) terdiri dari berbagai level stakeholder, dari masyarakat pesisir, akademis, pemerintah hingga private sektor (baik wisata maupun sektor lainnya). Lokasi pengamatan tersebar di seluruh Indonesia.
Penelitian fokus pada kondisi terumbu karang, yang terdiri dari 3 indikator yaitu kondisi karang itu sendiri, ikan karang dan invertebrata bentik lainnya. Temuan lain yang sedang diolah adalah dua dekade pelaksanaan survei . “Indikasi memang ada penurunan kondisi karang juga,” urainya.
Selain pembatasan tangkap, solusi lain disarankan Detra misalnya perbaikan habitat dan gaya hidup konsumsi seafood lebih bertanggungjawab. Siapa penangkap terbanyak dan apa alat tangkapnya belum terjawab karena metode penelitian hanya menjawab kelimpahan. Perlu ada survei sosial ekonomi lebih lanjut.
baca : Stok Ikan Lestari Naik Karena Penanganan IUU Fishing Berhasil?
Turunnya kelimpahan ikan karang ini dinilai indikasi utama usaha penangkapan melebihi kemampuan alam untuk memberi (recovery). Terutama penangkapan ikan hidup untuk dijual segar.
Dalam siaran pers disebutkan ikan karang hidup konsumsi (Live Reef Food Fish/LRFF) merupakan salah satu produk idola perdagangan ekspor ke pasar Hong Kong dan Tiongkok yang dinilai sangat menguntungkan.
Laporan bertajuk Going, Going Gone: The Trade of Live Reef Food Fish menyebutkan bahwa perdagangan LRFF yang legal saat ini senilai hampir sepertiga dari tangkapan tuna dari kawasan di Western and Central Pacific, meskipun dari sisi volume jumlahnya kurang dari lima persennya. Laporan tersebut diproduksi bersama oleh Swire Institute of Marine Sciences – Universitas Hong Kong, ADM Capital Foundation dan WWF Coral Triangle Program.
Diperkirakan setiap tahun antara 20.000– 30.000 metrik ton (MT) dengan nilai lebih dari 1 miliar USD ikan karang tercatat diperdagangkan melalui Hong Kong. Angka ini merupakan angka yang tercatat dan legal, diperkirakan masih banyak lagi jumlah ikan karang yang diperdagangkan dan masuk ke Hong Kong dengan cara ilegal.
baca : Indonesia Kampanyekan Perikanan Berkelanjutan untuk Dunia, Seperti Apa Itu?
Abdullah Habibi, Manajer Perbaikan Perikanan Tangkap dan Budidaya dari WWF-Indonesia menyarankan pentingnya konsumen di Indonesia untuk ikut berkontribusi terhadap keberlanjutan stok perikanan.
“Bijaklah membeli produk perikanan dengan mengetahui dari mana dan dengan cara apa ikan tersebut ditangkap, jangan membeli produk perikanan yang dihasilkan dari praktik yang tidak ramah lingkungan atau dari stok yang sudah mengalami tangkap lebih.” saran Habibi.
WWF-Indonesia memberi beberapa pilihan untuk produk perikanan berkelanjutan melalui aplikasi mobile yang dapat diunduh di Google Play dengan nama Seafood Advisor.
Reef Check merilis informasi ini saat Tahun Baru Imlek yang jatuh pada tanggal 16 Februari lalu, karena di setiap meja makan yang merayakan tahun baru ini akan marak dengan hidangan sajian olahan ikan kerapu. Sebagai edukasi agar konsumen mengetahui dari mana ikan tersebut berasal, atau bagaimana cara tangkapnya.
Pada laporan yang baru dirilis itu disampaikan bahwa spesies ikan karang yang umum ditangkap seperti kerapu dapat habis dalam periode waktu tertentu. Jika tidak ada usaha untuk mengurangi pemanfaatan yang tidak terkontrol ditambah praktik perdagangan ilegal.
Reef Check memberi catatan, merujuk Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.50/2017 menyebut bahwa 72,7% dari stok ikan karang Indonesia berada pada status fully dan over exploited, namun Indonesia merupakan negara terbesar pengekspor ikan karang hidup ke Hong Kong dan Tiongkok.
Tak banyak referensi terkait ikan karang di alam atau laut. Kabanyakan hasil budi daya. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan ikan kerapu hidup hasil dari budi daya kembali bisa diekspor dengan penerbitan kembali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.15/2016 tentang Kapal Angkut Ikan Hidup.