Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Ironisnya, berbagai keperluan pangan terpenuhi lewat impor, dari beras, jagung sampai garam. Kedaulatan pangan masih jauh dari harapan. Tantangan yang dihadapi, jumlah penduduk bertambah, tetapi lahan pertanian terus beralih fungsi menjadi kegunaan lain.
Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia menyatakan, penting pembenahan tata kelola pangan seperti, penyediaan data, tata niaga dan hilirisasi, termasuk peran riset dan teknologi hingga bisa meningkatkan produktivitas pangan tanpa perlu memperluas lahan.
”Pertanian secara umum paling banyak tantangan di dunia ini,” katanya saat membuka Jakarta Food Security Summit di Jakarta, baru-baru ini.
Kalla memperkirakan, pada 2045, penduduk Indonesia akan mencapai 330 juta, dengan kebutuhan pangan diperkirakan meningkat 3% setiap tahun. Katanya, riset dan teknologi berperan dalam peningkatan produktivitas pangan.
”Perusahaan juga perlu riset-riset peningkatan produktivitas pangan untuk mengatasi tantangan kekurangan lahan, pertambahan penduduk dan perubahan iklim yang berdampak pada pengurangan produktivitas,” katanya.
Dia optimistis, dengan mengawinkan riset dan teknologi, Indonesia mampu mengatasi permasalahan ketahanan pangan. Dia contohkan India, sebagai satu negara yang berhasil meningkatkan produktivitas pangan tanpa menambah luas lahan. Jadi, katanya, Indonesia pun dapat meniru itu dalam menghadapi tantangan.
Dia mengatakan, perlu ada sebuah terobosan baru dalam pengembangan pertanian di Indonesia, seperti ketersediaan bibit yang baik, masalah air dan lain-lain.
Kalla juga mengakui kelemahan pemerintah dalam sediakan data pangan. Padahal, katanya, data itu sangat penting dalam menyusun kebijakan yang tepat dan sesuai.
”Data (pangan) perlu diperbaiki, ini dilema, masalah pemerintah,” katanya. Persoalan data, juga bisa mempengaruhi kenaikan harga pangan.
Berdasarkan penelitian Komisi Pemberantasan Korupsi 2016, ada sekitar 60.000 hektar sawah beralih fungsi setiap tahun di berbagai daerah di Indonesia. Kondisi ini bertolak belakang dengan program pemerintah yang menginginkan kedaulatan pangan.
Kondisi itupun dibarengi penurunan tenaga kerja pada sektor pertanian, meski masih mendominasi angkatan kerja. Berdasarkan data BPS, ada penurunan tenaga kerja sektor pertanian dari 37,77 juta jadi 35,93 juta pada Agustus 2017 dibanding 2016.
Bambang Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas mengatakan, Indonesia harus memiliki pemantapan ketahanan energi, pangan dan sumber air.
”Ketahanan pangan memang dibutuhkan tapi harus rasional, berapa kita sanggup dan berapa kita mengelola cadangan pangan kita,” katanya.
Permasalahan hilirisasi dan tata niaga pangan, katanya, jadi tantangan di dalam negeri. Dia bilang, pertanian tradisional perlu jadi pola agribisnis menuju pertanian modern.
Kemitraan pertanian, katanya, bisa jadi solusi dalam memperbaik kesejahteraan petani dan kualitas serta peningkatan nilai tambah produk.
”Skema kemitraan ini bagi petani memastikan kepastian pasar dengan harga sesuai dan kualitas.”
Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan, program klasterisasi lahan pertanian pun penting dalam peningkatan produktivitas, kesejahteaan petani dan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Langkah ini, katanya, sedang dikembangkan Kadin.
”Dengan kluster, kita membuka kesempatan kerja sama antarpetani. Kluster ini pula dapat diterapkan pada teknik dan manajemen budidaya yang lebih baik.”
Rosan P Roeslani, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengatakan, Kadin berkomitmen mendukung peningkatan produktivitas sektor pangan dalam negeri dan peningkatan kesejahteraan petani dalam mencapai ketahanan pangan. Dia sebutkan, salah satu lewat kemitraan antara pengusaha dan petani.
”Ada 24 perusahaan melalui skema PISAgro yang menjalin kemitraan dengan petani. Hasilnya, pendapat mereka lebih tinggi 8-15% dari petani yang tak ikut kemitraan,” katanya.
Kemitraan inipun, mensinergikan lintas pemangku kepentingan sebagai upaya meningkatkan produksi, nilai tambah, daya saing dan kualitas produk.
PISAgro, merupakan kemitraan publik-swasta guna mendukung pemerintah Indonesia dalam mengatasi isu ketahanan pangan nasional dengan peningkatan produksi komoditas pertanian berkelanjutan dan penghidupan para petani kecil.