Iis, perempuan pemulung sampah ini sudah seminggu memungut plastik di pesisir pantai di Sanur, Denpasar, Bali. Tutupan sampah memenuhi pasir pantai setiap hari didaratkan gelombang. Iis tiap hari mengaku bisa mengumpulkan kemasan gelas plastik saja sebanyak enam karung besar.
“Lumayan, bisa kirim uang untuk anak. Satu kilogram dibeli pengepul Rp1500,” katanya. Masuk akal karena dia menyebut bisa menabung sekitar Rp200.000 dari sampah gelas plastik kemasan minuman saja. Kehadiran Iis dan suaminya sangat berarti mengurangi tutupan sampah yang terus muncul walau sudah dibersihkan oleh sejumlah relawan.
Apalagi gelas plastik kemasan minuman aneka merk ini paling dominan terdampar. Sayangnya Iis hanya mengambil wadah gelasnya, dan segel penutup dibuang lagi ke pantai. Plastik tipis yang sangat mudah terkoyak, ditarik lagi oleh gelombang, dan jadi serpihan di laut.
Gelas-gelas kemasan ini dicuci di laut karena itu ia menggunakan keranjang bambu saat memulung. Iis membuang kembali sejumlah gelas plastik yang berisi limbah aspal. Tidak akan laku karena yang dibeli pengepul harus bersih.
baca : Riset Membuktikan Ini Jenis Sampah Laut Terbanyak di Pesisir Bali
Pesisir yang tertutup sampah di pantai Padanggalak selain gelas plastik adalah sisa sesajen. Pantai ini jadi pusat ritual seperti Melasti atau penyucian benda-benda sakral di laut. Warga bersembahyang menghadap laut untuk memohon kebaikan dan kedamaian. Ratusan ribu warga memanfaatkan Padanggalak sampai pantai Matahari Terbit di sebelahnya untuk ritual pada saat-saat tertentu tergantung waktu ritual di tiap desa dan juga ritual keluarga.
Sesajen masih didominasi bahan organik seperti janur, daun, dan bambu. Namun tak sedikit plastik yang membungkus kue, buah, dan materi lainnya dalam sesajen.
Di tengah timbunan sampah ini, masih ada rombongan fotografer dan pasangan yang sedang melakukan sesi foto. Mereka diarahkan berlari di pasir yang sedikit sampahnya, dan fotografer mengarahkan lensa ke arah laut. Pasangan ini seolah tak terganggu dengan tebaran sampah, mereka diarahkan dua fotografer untuk tertawa, berlari, sampai menggendong si perempuan. Entah apa yang muncul di hasil bidikannya ini nanti.
Setelah pesisir Barat sampai Selatan Bali dipenuhi sampah pada akhir tahun 2017 lalu, kini giliran kawasan wisata pesisir Selatan sampai Tenggara. Dari Sanur sampai Tanjung Benoa.
baca : Puncak Sampah di Pantai Kuta Awal 2018. Apa yang Bisa Dilakukan?
Catatan cuaca dan gelombang memungkinkan gundukan sampah ke daratan di kawasan Selat Badung. Luh Eka Arisanti, petugas informasi cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah III Bali memaparkan selama seminggu terakhir dari 4-11 April ini arus laut mengarah ke arah Barat Daya dengan gerakan 5-70 cm per detik. Artinya potensi perpindahan sebuah titik ke titik lainnya sampai dengan 70 cm per detik.
Didukung arah gelombang setinggi 0,5-1,25 meter dari Timur ke Barat dengan kecepatan 0-14 km per jam. Gelombang mengikuti angin.
Prediksi seminggu ke depan juga nyaris sama, arus dan gelombang dari arah Timur ke Tenggara, Barat, dan Barat Daya. Eka hanya berwenang memberi informasi soal cuaca, jadi tak ingin menyimpulkan pergerakan sampah yang menjadi wewenang instansi kelautan.
Namun dari sejumlah hasil penelitian menyebut gerakan arus, arah angin, dan gelombang menjadi penentu ke mana sampah-sampah laut ini mendarat.
Dr I Gede Hendrawan Peneliti dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana sudah melakukan studi pendahuluan dengan pemodelan matematik untuk mengetahui pergerakan sampah yang ada di Selat Bali, dan mekanisme pergerakannya sampai terdeposisi di Pantai Kuta. Model matematik yang dikembangkan pada prinsipnya menghitung besarnya arus dan pola pergerakan arusnya yang digerakkan oleh pasang surut dan angin.
Dari pergerakan arus tersebut kemudian dilakukan tracking terhadap partikel yang mengapung di perairan Selat Bali. “Dari hasil model, secara umum sampah yang terdeposisi di Pantai Kuta berasal dari Pulau Bali sendiri, seperti dari kabupaten Tabanan dan Jembrana. Namun demikian sampah di Kuta juga disumbangkan oleh pesisir pantai di Banyuwangi dan Samudra Hindia,” katanya.
baca : Miris.. Video Pari Manta Makan Sampah Plastik Ini Viral
Waktu yang dibutuhkan sampah tersebut terdeposisi di pantai Kuta sekitar 5-28 hari. Akan tetapi pada kondisi angin ekstrem akan mempercepat pergerakan sampah dari sumber ke Pantai Kuta. Jika dilihat dari hasil model, hampir 20-30% sampah yang mengapung di Selat Bali akan terdeposisi di Pantai Kuta
Dari pengamatan sumber sampah yang memasuki perairan laut dari aliran sungai yang berhadapan langsung dengan Selat Bali di daerah Tabanan dan Jembrana selama 3 bulan dari bulan Juli-September 2014 juga diketahui potensi sumber sampah di laut adalah sungai. Hujan telah mengalirkan sampah jauh lebih banyak daripada saat kondisi tidak hujan. Sungai Ijo Gading pada bulan Juli mengalirkan sampah mencapai 3000 sampah organik/jam dan 816 sampah plastik/jam.
Sungai Tukad Penet mengalirkan paling banyak sampah organik selama pengamatan, yaitu rata-rata berjumlah 230,66 sampah organik/jam, dan Tukad Ijo Gading mengalirkan paling banyak sampah plastik, dengan rata-rata sebanyak 32 sampah plastik/jam. Sementara rata-rata jumlah sampah yang mengalir di bulan Juli pada 8 sungai yang menjadi daerah kajian mengalirkan 503,25 sampah organik/jam dan 503,25 sampah plastik/jam. Jika dikalkulasi, rata-rata dalam 24 jam, ada aliran sampah lebih 24 ribu unit. Jika ditumpuk mungkin menyerupai gunung.
baca : EcoBali, Mendulang Barang Terbuang menjadi Uang
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten (DLHK) Badung Eka Merthawan menyatakan sejumlah objek pariwisata pesisir darurat sampah laut sejak November 2017 selama musim angin monsoon Barat. Status sampah dikelompokkan menjadi 3, waspada (volume sampah 0-10 ton per hari), siaga (11-40 ton/hari), dan darurat (di atas 50 ton/hari).
Produksi plastik meningkat pesat terutama untuk kemasan, makanan, dan lainnya. Plastik dibuat dari bahan kimia yang rentan jadi racun bagi tubuh dan alam. Kantong kresek diproduksi 10 milyar per tahun dan sebagian didaur ulang dari kresek bekas.
BaliFokus dan Aliansi Zero Waste menyebut bahan anorganik idealnya dikelola dengan sistem ekonomi melingkar (circular economy). Sistem ekonomi melingkar memberikan peluang kepada industri daur ulang untuk mengolah kembali barang-barang sudah tidak terpakai dan bisa diolah kembali menjadi produk berguna. Sampah organik dapat diolah menjadi pupuk kompos dan sampah non organik diolah kembali (recycle), maka mengurangi timbulan sampah yang sampai di TPA.
San Fransisco adalah kota pertama di Amerika Serikat yang melakukan berbagai usaha dalam menangani sampah. San Fransisco memulai dengan tidak memberikan kantong plastik kepada konsumennya. Diikuti pelarangan penggunaan styrofoam. Kemasan makanan pun harus yang dapat didaur ulang dan botol plastik semakin dilarang penggunaannya. Kini dilakukan juga di kota lain di Filipina, Indonesia, dan lainnya.
Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik mengadvokasi pemerintah untuk menerapkan kebijakan “Kantong Plastik Tidak Gratis” sejak tahun 2013 di minimarket/supermarket hingga berhasil mengurangi penggunaan kantong plastik secara nasional sebesar 55%. Namun penegakan hukum lemah dan kebijakan ini makin luntur.