Foto bangkai penyu yang terdampar di pantai, dengan sampah yang berserakan di sekelilingnya sontak viral di media sosial. Dalam hitungan menit, foto bangkai penyu tersebut diunggah ulang. Disebutkan, lokasi penemuan bangkai berada di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat bekerja sama dengan WWF Indonesia region Kalimantan Barat, segera melakukan patroli. Paloh memiliki pantai berpasir yang membentang lebih dari 100 kilometer. Sebanyak 79% dari total garis pantainya atau 63 km merupakan habitat peneluran penyu hijau. Kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing, melalui SK Menhutbun RI No. 259/Kpts-II/2000 Tanggal 23 Agustus 2000, dengan luasan 810,30 hektar.
Patroli yang dilakukan 6 April 2018 itu, membuat para petugas konservasi terkejut. Mereka menemukan 10 ekor penyu hijau mati di pesisir pantai. Kondisinya membusuk. Diperkirakan, sudah mati beberapa hari, sebelum mencapai darat. Patroli keesokan harinya pun masih menemukan satu bangkai penyu. Kali ini jenis penyu sisik yang tidak jauh dari bangkai sebelumnya.
“Ini tergolong kejadian luar biasa. Sebenarnya tidak ada ukuran, berapa angka kematian satwa langka dilindungi yang dikategorikan kejadian luar biasa. Bagi pegiat konservasi, satu kematian itu sudah luar biasa,” ungkap Sadtata Noor Adirahmanta, Kepala BKSDA Kalbar, 9 April 2018. Tim kedokteran BKSDA Kalbar dan WWF melakukan nekropsi pada lima ekor penyu yang kondisi pembusukannya belum tingkat lanjut. Terdiri empat penyu hijau dan satu penyu sisik, sisanya dikubur.
“Hasilnya, penyu-penyu itu mati dalam kondisi akut,” cetus Dwi Suprapti, Koordinator Nasional Konservasi Spesies Laut WWF-Indonesia. Masih ada sisa makanan dalam tubuhnya yang belum tercerna. “Mati mendadak,” tambah Dwi. Penyu-penyu itu masih muda atau juvenile, terlihat dari ukuran karapasnya berkisar 20-50 cm. Penyu muda biasanya hidup dekat sumber pakan.
Dari dalam pencernaannya, terdapat benda asing berwarna hitam. Bentuknya bermacam, ada yang cair, lembut, hingga padat, mirip aspal. Aspal adalah bahan kimia yang bersifat karsinogenik, terbuat dari campuran tar dan aspal minyak. Penyu-penyu muda ini mengira aspal-aspal yang mengapung di permukaan laut sebagai makanannya.
Petugas lantas mencari jejak sejenis di sekitar pantai. Benda asing yang sama ditemukan menempel pada sampah botol plastik, serta bagian kecil di pasir. Sumber asal benda asing ini ditelusuri. Tim menerbangkan drone untuk mencari pusat cemaran. Tapi tidak menemukan petunjuk apapun. Dwi memandang perlu penelusuran lebih lanjut, mengingat jalur perairan yang cukup sibuk. “Bisa saja ada kapal pengangkut cairan aspal yang materialnya tumpah,” katanya.
Ini bukan kasus pertama kematian penyu. Februari hingga Maret 2018, telah ditemukan 10 bangkai penyu. Tiga diantaranya telah dilakukan nekropsi. Dua individu didapati bukti fisik serupa. Benda asing seperti aspal bersarang di pencernaannya.
Satu individu, ditemukan dalam kondisi hidup. “Kondisinya malnutrisi,” ungkap Dwi. Sembilan hari perawatan, penyu tersebut tak dapat bertahan. Banyak mikro plastik di lambungnya. Penyu itu mati kelaparan.
Penyelidikan khusus
Kematian penyu-penyu itu terjadi di laut. Bangkainya terseret arus bersama sampah laut yang terakumulasi di pantai Paloh. “Kami akan menyidik lebih lanjut,” ujar Kepala Seksi Wilayah III Balai Penegakan Hukum Kalimantan, David Muhammad.
Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, selaku koordintor pengawas penyidik pegawai negeri sipil akan dilibatkan. “Uji kimia sampel benda asing akan dilakukan,” katanya. Penyidik akan mencari informasi kapal-kapal yang melintasi Laut Cina Selatan, yang mengangkut aspal.
Sadtata menambahkan, monitoring menggunakan drone tidak bisa melihat asal tumpahan aspal cair di laut. “Mungkin, menggunakan pesawat atau berkoordinasi dengan PSDKP Pontianak dan TNI AL,” katanya. Antisipasi jangka pendek, BKSDA Kalbar akan bersih-bersih pantai di pesisir Paloh.
Pesisir Paloh merupakan habitat penting bagi empat jenis penyu yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Wilayah ini tak hanya lokasi peneluran tetapi juga tempat pakan, kawin, dan jalur migrasi.
Musim sampah
Maret lalu, sebuah video turis asing menyelam di laut Bali dengan sampah-sampah di sekelilingnya menjadi viral. Tak bedanya dengan yang terjadi di pantai Paloh. Letaknya yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan menyebabkan sampah laut (marine debris) dari berbagai negara terkumpul.
“Musim angin barat menyebabkan sampah terbawa arus ke wilayah Paloh. Sampah laut ini berasal dari berbagai negara,” ungkap Syarif Iwan Taruna, Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian BPSPL Pontianak. BPSPL Pontianak, dalam upaya penanganan dampak sampah plastik di wilayah pesisir dan laut, telah memberikan bantuan alat pencacah sampah plastik di Desa Aluh-aluh Besar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Namun, alat ini bukan jalan keluar utama. “Sebagian besar sampah laut ada karena gaya hidup masyarakat. Masih ada yang buang sampah ke sungai,” kata Iwan. Iwan mengutip data penelitian Jenna Jambeck, seorang profesor teknik lingkungan di University of Georgia tahun 2015, Indonesia merupakan peringkat kedua penghasil sampah plastik laut yang mencapai 187,2 juta ton setelah Tiongkok sebesar 262,9 juta ton. Lebih dari setengah sampah plastik yang mengalir ke laut datang dari lima negara yaitu Tiongkok, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka, diikuti Thailand, Mesir, Malaysia, Nigeria dan Banglades.
Iwan mengatakan, instrumen hukum untuk sanksi pembuangan sampah di sungai, sebagian besar sudah dimiliki tiap kabupaten-kota. “Tapi implementasinya belum maksimal. Berapa banyak yang ditindak sehingga menimbulkan efek jera?” urainya.
Penyu berstatus Appendix I CITES, yang berarti keberadaannya di alam terancam punah. Semua jenis ini masuk daftar satwa dilindungi berdasarkan PP 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Namun demikian, pemberian status perlindungan saja tidak cukup, jika tidak diiringi tindakan nyata dalam upaya konservasi.
“Ke depannya kita akan buat program ‘suaka penyu’ di kawasan Paloh,” kata Sadtata lagi. Suaka Penyu ini merupakan program ekowisata, masyarakat setempat sebagai operatornya. Sarana dan prasarana untuk mendukung program ini telah dibangun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing.
Masyarakat bersama pemerintah daerah setempat akan menyusun agenda wisata. Terutama mengundang wisatawan untuk tinggal, merasakan kehidupan alami pantai, jauh di ujung Pulau Kalimantan. Wisatawan juga akan ikut terlibat dalam pelepasliaran tukik-tukik dari penangkaran ke alam bebas. “Pusat akan bantu promosi juga,” katanya.
Diharapkan, dengan adanya suaka penyu tersebut pelestarian penyu baik yang berada di dalam kawasan konservasi maupun di luar dapat bersinergi. Konsep pengelolaan terbaik, dalam waktu dekat akan dibicarakan dengan berbagai pihak. Perguruan tinggi, instansi terkait, mitra konservasi serta masyarakat Kecamatan Paloh akan duduk bersama, membahas program tersebut.